vijfenveertig

20 4 0
                                    

Jean sedang bermain basket bersama teman-temannya karena sekarang adalah jam olahraga. Sedangkan Putra hanya duduk di pinggir lapangan sambil menatap Jean berlarian.

"Diliatin mulu, kalau suka langsung tembak."

Putra menoleh dan ternyata yang berbicara adalah Dobleh.

"Dia sahabat gue."

Dobleh merangkul Putra sambil menunjuk ke arah lapangan. "Yakin sahabat? Perlakuan lo ke dia tuh spesial banget. Kalau lo telat, lo bisa ditikung sama Rey."

Putra melepas rangkulan Dobleh. "Rey musuhnya Jeje. Mana mau Jeje sama banci kayak Rey."

Dobleh hanya mengangguk acuh kemudian pergi. Jean menghampiri Putra dan menemaninya duduk.

"Akrab banget sama Dobleh sampai rangkul-rangkulan," kata Jean sambil terus melihat ke arah lapangan.

"Lo cemburu sama Dobleh?"
"Najis banget."

Putra dan Jean tertawa dan berhenti ketika Rey menghampiri mereka.

"Nih, buat lo," kata Rey sambil menyodorkan air botol pada Jean.

Jean memandangnya dengan remeh. Selalu tatapan seperti itu yang Rey terima. Jean menerima air botol tersebut dan menyiramkannya pada Rey. Dan sekarang semua tatapan menuju ke arah mereka.

"Nggak usah sok baik sama gue. Kalau jahat, ya jahat aja. Ngerti?"

Jean langsung pergi dan disusul oleh Putra. Rey tampak santai saja. Padahal wajah dan seragam bagian depannya sudah basah karena ulah Jean.

***

"Gue mau ke toilet ganti baju. Lo kalau mau ke kantin, pesanin gue nasi campur, ya?"

"Iya. Cepetan sono. Apa mau gue temenin?"

Jean menggelengkan kepalanya dan pergi menuju ke toilet. Toilet yang Jean datangi sudah lumayan sepi jadi dia tidak perlu mengantri.

Setelah mengganti baju olahraga dengan seragam batik, Jean memperhatikan pantulan dirinya pada cermin toilet yang lumayan besar.

"Udah rapi."

Jean menyimpan pakaian olahraganya di dalam tas kecil yang dia bawa. Tetapi saat ingin keluar dari toilet, suara gedoran pintu memberhentikan langkahnya. Jean berpikir ada orang yang sedang terkunci di salah satu bilik.

"Ada orang?" tanya Jean sambil mengetuk pintu tersebut. Tidak ada jawaban orang tersebut hanya menggedor pintu.

"Mundur. Pintunya mau gue dobrak."

Tidak ada jawaban. Jean langsung mendobrak pintu tersebut dan mendapati Rey dengan senyum setannya.

"Rey! Ngapain lo?"

Jean segera berlari tapi terlambat. Rey lebih dulu menariknya dan mendekap mulutnya dan memojokkannya di dinding. Jean sudah memukul Rey beberapa kali tapi Rey hanya tertawa.

Jean langsung mengeluarkan semprotan cabenya kemudian menutup matanya dan menyemprotkan cairan ajaib itu kepada Rey.

Setelah berhasil melepaskan diri, dia berlari ke kelasnya dan lupa jika Putra sudah menunggunya di kantin. Dadanya terasa sesak. Sepertinya yang Arraf katakan sewaktu latihan itu benar. Rey itu gila.

"Gue tungguin lama, eh disini rupanya lagi ngelamun."

Jean menatap Putra yang sedang memegang box nasi dan memberikannya pada Jean. "Nih, makan."

"Put, tadi ada Rey."
"Dimana?"
"Di toilet cewek. Gue kaget sumpah."

Putra langsung menatap Jean dari atas sampai bawah. "Lo diapain sama tuh setan?"

Met PlezierTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang