7

1K 157 0
                                    

Jam menunjukkan pukul 13.17 ketika mereka akhirnya menyelesaikan laporan. Yan merentangkan tangannya ke atas membebaskan rasa pegal setelah bekerja di depan mac book. Naya tampak menguap dan meregangkan otot lehernya. Mereka terlalu asik berdiskusi mengenai si katak timbang mengerjakan laporannya, jadilah mereka menghabiskan lebih banyak waktu yang seharusnya bisa selesai sekitar pukul 12.

Di tempat ber pendingin yang hening ini, tiba-tiba terdengar suara gemuruh ringan dari perut Yan. Seketika telinga Yan berubah merah karena malu, mustahil Naya tidak mendengarnya. Dan jelas saja, ketika Yan memandang ke arahnya, Naya sudah menahan senyumnya yang hampir tidak berhasil.

"Wah, kurasa aku bekerja terlalu keras hari ini," kilahnya sambil tersenyum canggung, "Kamu mau menemaniku cari makan siang atau..." Yan menggantungkan kalimatnya ragu akan ajakannya sendiri.

Naya mengecek jam tangannya dan mengangguk atas ajakan Yan, "Kurasa aku juga harus makan sesuatu."

"Oke, aku punya rekomendasi tempat makan enak dekat sini," kata Yan antusias.

Setelah membereskan peralatan di meja dan mengembalikan buku, mereka keluar dari perpustakaan. Berjalan berdampingan dengan Yan seperti ini, Naya baru sadar perbedaan tingginya dengan Yan cukup terasa. Ia sampai harus mendongak ketika hendak berbicara dengan Yan.

Sibuk dengan pikirannya, Naya tiba-tiba heran kemana langkah mereka menuju, parkiran sepeda. Yan tampak menghampiri sepeda Santa Cruz warna kuning yang terparkir di sana. Naya kaget bukan main. Sepeda? Yang benar saja?

Ekspresi kaget Naya terbaca jelas oleh Yan yang malah memandangnya dengan sebelah alis terangkat, seakan bertanya, ada yang salah?

"Yanuar Aditama, naik sepeda?" saat itu pula Yan tergelak menjatuhkan kepalanya ke belakang. Sebuah tawa khas Yan yang mudah menular ke orang lain, tak terkecuali Naya.

Naya menelengkan kepalanya sambil tersenyum heran, berpikir apa yang lucu dari pertanyaannya. Ayolah, seluruh manusia di SMA Aksara tahu Yan anak keluarga Aditama yang tajir melintir. Dia harusnya mampu saja menggunakan Mercedez Benz untuk keperluannya. Tapi rasanya memang hanya Naya yang tidak tahu kalau Yan juga pulang pergi sekolah menaiki sepedanya. Di sanalah hal yang lucu bagi Yan.

"Astaga Naya, sepertinya cuma kamu yang menanyakan ini padaku," jawabnya masih dengan terkekeh, "Semua orang tau aku gemar naik sepeda kemana-mana," lanjutnya tanpa kurang kerendahan hati.

Naya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia hanya banyak mendengar rumor ini itu tentang Yan tanpa punya keinginan untuk memastikan lebih jauh. Dan untuk yang satu ini, Naya tidak pernah mendengar dan melihat Yan mengendarai sepeda. Perlahan ia sadar tidak memiliki cukup ketertarikan akan Yan seperti seluruh isi SMA Aksara, dan nampaknya Yan pun sadar. Entahlah itu hal baik atau buruk bagi mereka. Tapi bagi Yan, ini menarik.

"Jadi masih mau menemaniku makan siang?" tanya Yan memastikan. Naya memutar bola matanya dan mengikuti langkah Yan yang mulai menuntun sepedanya keluar dari area perpustakaan.

"Tidak jauh kok, semoga kamu bukan orang yang anti berjalan karena aku nggak bisa boncengin kamu," gurau Yan sambil menyeringai.

Naya hanya membalasnya dengan dengusan jenaka. Dia tidak keberatan berjalan sebentar, dia hanya kaget akan fakta yang baru ia ketahui. Naya pun menyadari betapa tidak buruknya menghabiskan seharian dengan Yan dan mengetahui fakta-fakta tentangnya tanpa gangguan si entitas. Baru saja dia berpikiran begitu, telinga kanan Naya seakan meletup, membuatnya berhenti berjalan sambil memegangi telinganya. Oh, rupanya si entitas masih di sana, terus mengawasi.

"Hey, kamu nggak apa-apa Nay?" tanya Yan dengan khawatir.

"Hm, nggak. Mungkin aku sudah terlalu lapar," balasnya setelah letupan itu mereda.

"Nggak masalah, kita sudah hampir sampai," jawab Yan dengan tersenyum.

Innocently Evil [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang