29

1.1K 137 4
                                    

Naya pergi sendiri ke kantin ketika jam makan siang. Tadinya ia mengajak Ara, tapi dia bilang sedang diet dan membawa bekal makanannya sendiri. Jadilah ia sendirian memesan soto favoritnya. Makan sendiri bukanlah hal yang baru atau aneh bagi Naya, malahan dia sebenarnya cukup terbiasa karena memang teman yang dia miliki juga tidak banyak.

Di kantin yang ramai itu, ia membawa nampannya yang berisikan satu mangkuk soto dan es teh ke salah satu meja yang kosong. Ia mulai mengaduk sotonya dan menyuapkannya ke mulut. Ia pun tersenyum bahagia hanya karena bisa mengisi perutnya yang sudah keroncongan sejak jam pelajaran ke empat.

Beberapa suap kemudian, seseorang bergabung dengannya menempati tempat duduk kosong di depannya. Ketika menyadari siapa yang duduk hadapannya, Naya hampir tersedak.

"Tenang Nay, ini aku. Bukan demit atau semacamnya, ini minum es teh nya," Naya tersedak betulan mendengarnya berbicara sambil tersenyum memamerkan lesung pipinya.

"Wow, kayanya aku lebih seram timbang demit dan semacamnya ya Nay?" tanyanya dengan tertawa renyah.

Naya menghabiskan setengah gelas es teh nya untuk mengobati tersedaknya. Setelah tenang, ia pun mulai berbicara.

"Ada angin apa Yanuar Aditama menemuiku di sini? Mau konsultasi masalah demit?" timpalnya mengikuti lelucon Yan. Keduanya tertawa bersama bagai kawan lama, mengundang tatapan ingin tau dari beberapa murid yang duduk di sekitar mereka.

Naya tidak pernah menyangka akan bercengkrama bagai teman seperti ini di kantin sekolah dengan Yan. Setelah kejadian dengan si entitas, ini pertama kalinya ia kembali berbicara dengan Yan. Ia pikir segalanya akan kembali seperti semula. Yan dengan lingkaran kepopulerannya berasama Mala, dan ia akan tetap menjadi Naya yang berada di luar lingkaran itu.

Naya mencoba untuk mengabaikan keanehan ini, walaupun sebenarnya merasa risih karena ada beberapa pasang mata yang mencuri pandang ke arah mereka dengan penasaran. Ia kembali melanjutkan menikmati sotonya yang sempat tertunda, mencoba mengabaikan satu pasang mata di depannya yang paling membuatnya kikuk karena menatapnya dengan terang-terangan.

"Jadi benar kamu mengernyit bukan karena punya masalah mata?" untung Naya sudah menelan sotonya sehingga tidak perlu tersedak untuk kedua kalinya. Ia masih belum terbiasa akan betapa terus terangnya Yan yang seakan bisa mengatakan apapun yang ada dalam pikirannya.

"Maafkan aku selama ini seperti orang aneh yang membencimu tanpa sebab," ucap Naya sambil menyudahi menyantap sotonya.

Beberapa orang di sekitar mereka banyak yang mulai meninggalkan kantin karena jam istirahat akan segera berakhir. Kantin pun perlahan mulai lengang. Tiba-tiba Naya merasakan urgensi untuk menanyakan perihal hubungan Yan dan Mala, dan dirasanya ini adalah waktu yang tepat.

"Kenapa putus?" tanya Naya singkat, dan yang ditanya hanya tersenyum miring.

"Entahlah, hubungan kami tiba-tiba terasa hampa. Mungkin Mala bosan, karena kamu tahu... " Yan menggantungkan kalimatnya dan mengangkat sebelah alisnya.

"Maafkan aku," pinta Naya tanpa alsan.

"Hey, kenapa minta maaf? Nggak ada yang salah Nay. Bahkan berkatmu, aku sekarang bisa tau siapa yang tulus terhadapku dan siapa yang hanya terpengaruh oleh demit sialan itu," jelas Yan menenangkan Naya yang membuatnya tersenyum simpul. Tiba-tiba Yan terbesit niat untuk menjahili Naya.

"Tapi jika dihitung-hitung, aku memang cukup rugi sih. Rasanya kepopuleranku menurun drastis. Buktinya aku belum dapat satupun nomor cewek padahal ini sudah tengah hari," ujar Yan sambil mengelus dagunya, menunggu reaksi Naya yang ternyata memang berubah sangat cepat. Ia bisa melihat sudut bibir Naya turun dan bibirnya berubah jadi segaris pucat. Yan menahan tawanya akan reaksi spontan Naya. Ia baru tau kalau Naya sangat mudah terpengaruh omongan orang.

Tawa Yan meledak bertepatan dengan bel masuk kelas yang berbunyi mengagetkan Naya. Ia bingung apa yang lucu, apa mungkin dering bel masuk kelas?

"Demi Tuhan kamu menggemaskan sekali sih Nay?" ujar Yan di sela tawanya.

Naya dibuat mematung akan apa yang dikatakan Yan. Baru kali ini ada yang memujinya demikian secara terang-terangan. Biasanya orang akan menjaga jarak ketika mengetahui akan kemampuannya dan Naya bukanlah orang yang menarik bahkan kadang terkesan membosankan. Makanya dia tidak punya banyak teman.

Tapi di sinilah Yan, berbicara dengannya bahkan memujinya. Ini bukanlah sesuatu yang pernah diharapkan oleh Naya, apalagi dari seorang Yanuar Aditama yang sejak hari pertama di SMA Aksara sudah menjadi orang nomor satu yang harus dihindarinya.

Ia bisa merasakan perlahan pipinya memanas sampai ke telinganya. Tidak, Yan tidak boleh melihatnya. Naya pun segera beranjak dari mejanya dan berjalan meninggalkan Yan di belakang pergi menuju kelas.

"Hey Nay, tunggu! Kenapa buru-buru? Kita kan bisa balik kelas bareng..." Yan pun mengejar Naya yang tampak buru-buru kembali ke kelas tanpa tau alasannya.

Innocently Evil [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang