18

787 126 1
                                    

"Gimana kek?" tanya Naya membuyarkan konsentrasi kakeknya.

"Kamu benar nduk, dia memang ditempeli sesuatu yang punya energi merepotkan. Ini hal serius," jawab kakeknya sambil menyerahkan kembali ponsel Naya.

Selanjutnya, Naya menceritakan segala hal yang diketahuinya tentang Yan, si entitas hingga kejadian baru-baru ini yang berkaitan dengan Mala. Naya mencurigai bahwa sepupunya itu melemah akibat aktivitas si entitas. Kakeknya yang mendengar itu langsung terkejut, karena tidak menyangka mungkin si entitas sudah mengincar korban, dan korbannya adalah salah satu cucunya. Sungguh mengkhawatirkan, beliau merasa tidak bisa tinggal diam.

Wajah kakeknya makin serius, dan Naya tidak bisa berhenti khawatir, hingga ia bertanya, "Apa yang harus Naya lakukan kek?"

"Ini bukan hal yang bisa kamu selesaikan sendiri Naya," ia tau kakeknya benar-benar serius ketika menyebut namanya seperti itu, "Kakek akan coba bantu sebisa mungkin, tapi dia harus dibawa kemari," lanjutnya.

Naya pun menghela napas mendengar syarat kakeknya. Membawa Yan kemari tanpa memberikan alasan masih mungkin dilakulannya, tapi itu bukan caranya. Ia harus menjelaskan segalanya hingga Yan suka rela datang ke rumahnya untuk di-apapun-itu-hanya-kakeknya-yang-tau, kemungkinannya sangat kecil. Apalagi menurut Naya, Yan adalah orang yang realistis. Dicap tidak waras oleh Yan adalah resiko yang harus ia tanggung, dan entah mengapa hal itu terasa mengerikan untuk Naya bayangkan.

"Oh iya kek, gimana kalau aku mau ngomong sama Yan tanpa diketahui si demit ini?" tanya Naya yang teringat bahwa ia harusnya memberitahu Yan akan rencananya tanpa diketahui si entitas agar tidak dihalangi.

"Kamu bilang ada kalanya si demit ini energinya melemah," kakeknya berpikir sejenak sembari mengusap jenggotnya, "Kalau kakek tebak kekuatan demit ini dipengaruhi masa bulan. Maka coba ajak ngobrol temanmu itu besok Sabtu Pahing tepat dua jam sebelum fajar, karena hari itu merupakan fase bulan tua," Naya makin mengernyit dengan syarat dari kakeknya itu. Misinya memberitahu Yan dirasa makin rumit saja.

🌒🌒🌒

Dua hari lagi Sabtu Pahing, dan Naya masih belum menemukan cara untuk berbicara dengan Yan. Selama itu pula, keadaan Mala tidak ada perkembangan dan masih belum bisa masuk sekolah.

Naya bingung bukan main, ia mondar-mandir di koridor mengabaikan mata murid lain yang tengah menatapnya aneh.

Yan sendiri sudah menghilang dari kelas di jam istirahat seperti ini, membuat Naya makin pusing mencari keberadaannya. Tempat pertama yang terpikir oleh Naya tentu kantin. Kebanyakan murid akan pergi ke kantin jika tidak ada di kelas. Dengan penuh keraguan, Naya mengarahkan langkahnya ke kantin.

Koridor hari itu ramai seperti biasanya, banyak murid bersenda gurau atau sekadar bertegur sapa di sana. Semakin dekat langkah Naya dengan kantin, ia merasa déjà vu dengan keresahannya untuk pergi ke kantin ini.

Ketika menginjakkan kakinya di kantin, ia mengedarkan pandangan, memperhatikan wajah-wajah yang ada di sana. Saat hampir menyerah, ia menemukan wajah familiar itu. Ia tengah duduk bersama seseorang dengan wajah yang tidak ramah. Bukan si entitas, itu teman Yan, Kelana Raya.

Kelana Raya atau yang biasa dipanggil Lana merupakan teman terdekat Yan yang diketahui seluruh sekolah. Ia berada satu tingkat di atas Yan dan Naya. Mereka memang tidak sering terlihat bersama, tapi sekalinya terlihat mereka tampak sangat dekat--terlalu dekat--sampai kadang ada yang menyebut mereka pasangan gay di belakang mereka hingga Yan akhirnya jadian dengan Mala.

Naya menarik napas dalam sebelum akhirnya menghampiri Yan dan Lana. Ketika ia sudah dekat, Lana duluan yang menyadari kedatangannya.

"Hey Naya, tumben sekali?" sapa Lana dengan akrab sementara Naya hanya tersenyum sekenanya padanya.

Perhatian Yan pun teralihkan pada Naya yang baru datang, dan langsung mengernyit menyadari sahabatnya itu mengenal Naya. Oh, Naya memang mengenal Lana secara tidak sengaja karena merupakan anggota satu klub bersama. Sebenarnya Naya suka heran dengan tujuan kakak kelasnya mengikuti klub membaca jika hanya menjadi anggota most wanted karena jarangnya ia ikut kegiatan klub.

"Halo kak, halo Yan," Naya mencoba menyapa mereka seakan itu hal yang biasa. Dari radius sedekat ini, tentu si entitas langsung bereaksi pada Naya.

Innocently Evil [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang