8

991 164 0
                                    

Tujuh menit kemudian, mereka sampai di depan sebuah bistro mewah dengan papan nama bertuliskan Rabbit & Co. Yan memarkir sepedanya di tempat yang disediakan, dan mengajak Naya masuk ke bistro.

"Bistro ini langganan Mamaku, iga panggangnya enak banget," jelas Yan antusias.

Interior bistro itu tampak hangat dengan warna coklat gading sebagai aksen utama. Mejanya bundar dari kayu yang dipernis halus, dengan kursi-kursi yang tampak nyaman. Penerangan bistro ini berasal dari lampu-lampu tempel berwarna kuning yang kelihatan antik, yang makin membuatnya tampak estetik.

Nah, ini baru sesuai dengan keluarga Aditama, ujar Naya dalam hati.

Yan membimbing Naya ke arah meja dekat jendela untuk dua orang. Ia pun memanggil pelayan untuk memesan. Ketika si pelayan sampai di meja mereka, ia menyapa ramah pada Yan seakan sudah kenal lama.

"Saya pesan norwegian salmon dan iced almond milk," setelah memesan, ia mengalihkan pandangannya pada Naya yang masih mempelajari menunya.

"Pesan saja iga panggangnya, kamu nggak bakal nyesel," saran Yan. Naya bukan bingung masalah menu utamanya, dia bingung karena menu dessert yang ditawarkan banyak yang menggiurkan.

"Menu recomended dessert di sini apa ya?" tanya Naya pada pelayannya. Yan heran akan pertanyaan Naya dan mengangkat sebelah alisnya.

"Untuk dessert di sini kami paling merekomendasikan Red Velvet Panna Cotta," jawab si pelayan.

"Oke, saya mau iga panggang saus jamur, red velvet panna cotta dan iced americano," pesan Naya yang kemudian dicatat si pelayan. Setelah memastikan pesanan, pelayan pun pergi untuk menyampaikan pesanan mereka pada juru masak.

Yan yang ada di seberang Naya masih memandang heran atas kombinasi pesanannya. Naya mengalihkan pandangannya dan mendapati teman makan siangnya itu menatapnya heran.

"Panna cotta? Iced americano? Wow, kamu benar-benar nggak tertebak Nay," Naya terkekeh untuk pertama kalinya.

"Jangan coba-coba menebak, toh kita memang orang asing," pungkas Naya yang malah menimbulkan kecanggungan di antara mereka.

Keahlian lain yang tidak pernah disyukuri Naya selain dapat melihat entitas tidak lazim adalah mudahnya dia membawa kecanggungan menguar ke permukaan, seperti sekarang ini. Dia sering sekali merutuki diri sendiri, menyalahkan keahlian tidak bergunanya ini sebagai alasan sedikitnya teman yang ia miliki. Kalau sudah begini, Naya hanya bisa berlindung di balik ponselnya yang seperti cangkang kosong.

"Kenapa tidak coba saling kenal saja kalau kita memang orang asing?" Naya mendongak dari layar ponselnya memandang lawan bicaranya.

Dia memang punya ketertarikan rendah akan Yan karena suatu alasan, oleh sebab itu baru sekarang Naya menyadari kalau Yan punya sepasang lesung pipi yang dalam di kedua sisi wajahnya. Saat inilah lesung pipi itu terlihat jelas, saat Yan tersenyum jenaka di depannya. Satu poin lagi yang mungkin sangat digandrungi oleh cewek-cewek SMA Aksara. Dan Naya sendiri tidak bisa bohong, ia saja sampai lupa apa yang tadi diucapkan oleh Yan.

Naya berdehem mencoba mengumpulkan kewarasannya yang sempat tercecer, dan setelah sadar telinganya kembali meletup membuatnya mengernyit. Tanpa sadar Naya berdecak jengkel.

Di depannya, ekspresi Yan berubah menjadi masam. Dia gemas. Seharian ia bersama Naya, ia bagaikan naik roller coaster. Tadi mereka berdiskusi hangat tentang organ dalam katak, kemudian tertawa bersama karena sepedanya hingga Naya mau menemaninya makan siang. Semua baik-baik saja, sampai beberapa menit ini Naya kembali seperti seakan membencinya. Oh ayolah, sesuatu memang sangat berbeda pada Naya, dan Yan butuh memastikan apa itu. Entah itu adalah hal yang baik ataupun buruk, yang jelas Yan penasaran.

Innocently Evil [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang