32. Kanker Otak

42 3 0
                                    

Setelah mengantar Sabitha ke rumahnya, Gio langsung pulanb ke rumahnya. Sebenarnya rumah Gio dan Sabitha tidak terlalu jauh hanya beda komplek saja. Sesampainya di rumah, Gio kaget dengan keberadaan Alya yang sudah menunggunya bersama dengan keluarga Gio.

"Alya... Sejak kamu disini?" Tanya Gio.

"Barusan sih... Gimana jalan-jalannya? Seru gak?"

"Iya biasa..."

"Mimisan lagi." Ucap Alya sambil menyentuh baju seragam Gio.

"Hmm..."

"Ya udah lo harus makan dan minum obat. Mending ke kamar lo aja."

"Tante dan om aku sama Gio ke atas dulu ya sekalian bantu Gio buat minum obat."
Lanjutnya.

"Iya... Tolong jaga Gio ya Alya." Ucap Sarah.

"Iya tante."

Alya pun mengantarkan Gio ke kamarnya. Sampai di kamar Gi merasakan pusing luar biasa karena kelelahan. Gio sendiri mengalami kanker otak stadium 2 yang membuat dirinya merasa lesu dan juga suka mimisan.

"Ini makan dulu habis itu langsung minum obatnya jangan sampai telat." Ucap Alya.

"Makasih."

"Pas lo mimisan Sabitha gak tahu soal penyakit kamu kan?"

"Gak... Dia sempat panik pas aku mimisan tapi aku bohong kalau aku mimisan karena kecapean bukan karena kanker ini."

"Gi... Gw kasihan sama lo. Lo relain Sabitha buat Abielo ya gak sih namanya... Padahal lo masih sayang kan sama Sabitha?" Tanya Alya.

"Al... Gw gak masalah kalau gw harus lihat orang yang gw sayang sama orang lain. Yang terpenting adalah dia bahagia dan gak ada lagi tangisan di matanya. Aku tahu saat dia menginjakan kota ini tangisan selalu ada di matanya. Makanya tadi gw aja dia ke taman bermain sekaligus melupakan kesedihannya." Ucap Gio.

Alya hanya tersenyum melihat Gio seperti itu. Gio memang pribadi yang baik dan juga suka merelakan orang yang di sayangi untuk orang lain dan rela berkorban demi orang lain. Dia sama sekali tidak memikirkan dirinya sendiri yang terpenting orang lain nomor satu lalu dirinya no 2.

"Obatku mana... Makanannya sudah habis." Ucap Gio lirih.

"Ini..." Jawab Alya sambil memberikan.

"Kamu tahu wajah Abielo kayak apa?"

"Aku gak tahu... Aku gak tanya banyak tentang Abielo tadi."

"Awww!" Pekiki Gio sambil memegang kepalanya.

"Langsung tidur aja deh..." Jawab Alya sambil membantu Gio untuk tidur.

Gio pun berusaha untuk menenangkan tubuh dan pikirannya sedangkan Alya masih senantiasa menunggu Gio di pinggir kasur.

"Alya... Gw cuma mau nitip pesen sama lo. Tolong jangan kasih tau tentang penyakit gw ke Sabitha ya. Kalau memang suatu saat gw meninggal, tolong jagain dia ya. Jujur aja gw juga masih sayang sama dia." Ucap Gio lirih dan tersenyum.

"Jangan ngomong gitu! Kamu masih bisa hidup lebih lama lagi kok... Kamu bisa sembuh aku yakin itu." Balas Alya yakin.

"Al... Kamu gak denger dokter bilang apa kemaren? Hidupku itu gak lama lagi... Palingan tinggal 2 sampai 3 tahun kedepan setelah itu kamu tahu kan apa."

Air mata Alya menetes secara perlahan dari matanya menuju pipinya. Gio yang melihat langsung menghapus air mata Alya dengan lembut.

"Jangan nangis... Kamu sama saja cengengnya sama Sabitha haha..." Ucap Gio sambil tertawa kecil.

"Aku gak mau kehilangan kamu Gi..." Ucap Alya lirih.

"Kalau kamu kehilangan aku ambil aja fotoku terus peluk nanti aku hadir kok."

"Kamu kira kamu setan..." Balas Alya dengan tertawa kecil.

"Akhirnya ketawa juga haha..."

Alya hanya tersenyum. Dia tahu orang yang berada di sampingnya  akan pergi untuk selamanya dalam waktu dekat. Harapannya Gio bisa berbaikan dengan Sabitha sebelum dia tiada.

"Aku keluar ya... Kamu istirahat aja."

"Jaga dirimu ya..."

Alya pun keluar dengan perlahan dan menahan agar air matanya tidak jatuh kembali. Alya hanya bisa pasrah melihat Gio seperti itu. Semoga saja Gio diberi kekuatan.

AMORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang