Senja sudah lama berlalu. Entah sudah berapa kampung dia kunjungi dan berapa pasang mata dia tanyai namun jejak Riri tak kunjung ditemukan. Abiem melihat jam tangannya. Hampir jam 9 malam. Itu berarti, sudah sehari dua malam Abiem tidak pulang. Terbayang di wajahnya bagaimana cemas mamanya di rumah. Juga papanya pasti marah besar nanti. Tapi apa daya, Riri belum ketemu. Apa sebaiknya, dia pulang saja?
Abiem galau. Uang saku di dompetnya sudah habis. Baterai HPnya juga sudah kandas sejak pertama dia berangkat. Ah, kalau seperti ini, bisa-bisa dia yang menggelandang di jalanan. Akhirnya, Abiem memutuskan untuk pulang saja. Abiem berharap, Om Kris sudah menemukan Riri dan Riri baik-baik saja. Kalaupun Riri ternyata belum ditemukan, paling tidak Abiem bisa memberi petunjuk dari perjalanannya sehari dua malam ini. Segera, Abiem memutar balik motornya. Pulang! Itu tujuannya.
Namun, rupanya Dewi Fortuna memang sedang tidak berpihak kepadanya. Ketika sampai di perkampungan yang mulai sepi, motornya mbrebet dan mesinnya mati. "Sial! Bensin habis lagi!" Umpat Abiem. Abiem turun dari motor dan menuntun motornya. Belum sampai jauh dia melangkah, terdengar suara teriakan.
"Maling! Maling! Maling!"
Abiem tidak mempedulikan teriakan itu. Dia masih menuntun motornya. Hingga tiba-tiba, sekerumunan massa menghadangnya.
"Hei, Maling! Berhenti!" Teriak salah satu warga yang mengerumuninya.
"Gue bukan maling, Bang!" Kata Abiem.
"Mana ada maling ngaku maling?" Teriak salah satu dari mereka.
"Sumpah, Bang! Gue bukan maling!" Kata Abiem.
"Halah! Ngaku aja! Motor siapa yang Lo embat?" Gertak yang lain.
"Ini motor gue sendiri, Bang." Bantah Abiem.
"Halah! Lo pasti bohong! Ayo, kita tangkap saja maling ini rame-rame!" Salah satu dari mereka memprovokasi. Warga pun tersulut amarah. Mereka mulai menyerbu Abiem. Untunglah, Abiem bisa karate. Sebisa mungkin, dia menggunakan jurus-jurus karatenya untuk membela diri.
Namun, Abiem kewalahan juga menghadapi lawan sebanyak itu. Dia tidak mau buang-buang tenaga. Ketika dia punya kesempatan melarikan diri, dia pun kabur. "Hei! Jangan lari!" Mereka pun mengejar Abiem.
Abiem terus berlari. Dia berlari hingga ke tengah perkampungan, kampung yang dia lewati tadi pagi. Abiem sudah kehabisan tenaga. Dia terjatuh dan jadi sasaran empuk para warga yang mengejarnya. "Ampun, Bang! Ampun! Gue bukan maling! Ampun!" Teriak Abiem.
"Hentikan! Hentikan! Hentikan! Apa-apaan ini?" Tiba-tiba datang seorang pria tua menghentikan para warga. "Ada apa ribut-ribut di depan rumahku?" Tanya pria itu. Abiem ingat. Pria itu adalah tukang gorengan tadi pagi.
"Anak ini maling motor, Pak." Kata salah satu warga.
"Bukan, Pak! Bukan! Saya tidak maling, Pak! Sumpah!" Kata Abiem.
"Kamu?" Pak tua itu rupanya masih ingat juga dengan Abiem. "Kamu yang tadi pagi membantuku mengangkat barang-barang, kan?" Tanyanya.
"Benar, Pak." Jawab Abiem.
"Benar, kamu mencuri?" Tanya pria itu.
"Tidak, Pak! Sumpah! Saya tadi menuntun motor saya yang kehabisan bensin." Kata Abiem. Lalu, dia merogoh saku celananya dan mengeluarkan dompet. "Kalau tidak percaya, ini surat kendaraannya. Bisa dicocokkan dengan SIM saya!" Kata Abiem sambil menyerahkan SIM dan STNK kepada pria itu tapi salah satu warga merebutnya. Dia membaca surat itu dan menyerahkan kepada yang lain. Mereka bergumam sambil mengangguk-angguk.
"Maaf, kami sudah mencurigaimu. Ini, surat-suratnya kami kembalikan." Kata salah satu dari mereka.
"Hmmm... Makanya, lain kali, kalau ada apa-apa, bicarakan baik-baik! Jangan main keroyok." Kata pria itu. "Kamu nggak pa-pa, Nak?" Tanyanya kepada Abiem.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Abiem
Teen FictionAbiem disudutkan pada pilihan yang rumit. Papanya menjodohkan dia dengan Utari sedangkan dia sendiri jatuh cinta pada Sundari. Di satu sisi, Abiem tidak bisa menuruti keingingan papanya. Dia sangat menyayangi papanya dan tidak ingin mengecewakannya...