Hari pementasan pun tiba. Alun-alun kota tampak meriah dengan panggung megah menjadi pusatnya. Pengunjung sudah mulai memadati alun-alun. Peserta Festival juga sudah mulai berdatangan.
"Nanti kita kumpul di belakang panggung di sebelah utara." Demikian pesan Gatot Tetuko kepada teman-temannya tadi siang.
Abiem yang diantar papa-mama dan kedua adiknya sudah sampai di parkiran. Kali ini, dia mengenakan baju pengantin Jawa berwarna hitam model kanigara. Dia benar-benar tampan waktu itu.
"Pa! Itu Om Kris, Pa!" Teriak Abiem begitu melihat sahabat papanya itu juga turun dari mobil.
"Ayo, kita ke sana!" Ajak Papa Abiem. Mereka pun segera menghampiri Om Kris dan keluarganya.
"Hai, Jay! Sudah datang juga." Sapa Om Kris. "Wah... Abiem ganteng banget!" Puji Om Kris.
"Ah, Om Kris bisa aja." Jawab Abiem malu-malu.
"Pengantin perempuannya mana?" Tanya Papa Abiem.
"Tuh!" Jawab Om Kris sambil menunjuk Riri yang sedang membenahi kostumnya, dibantu oleh sang bunda. "Riri!" Panggil Om Kris. Begitu anaknya menoleh, dia langsung melambaikan tangan. Riri dan bundanya segera menghampiri.
"Iya, Yah." Sapa Riri. "Om Jay... Tante..." Sapa Riri sambil mencium tangan kedua orang tua Abiem.
Abiem terbelalak melihat Riri. Riri yang selama ini tidak pernah terpulas make up, kini tampak begitu mangklingi dengan riasan di wajahnya. Rambutnya disanggul, dihiasi dengan untaian bunga melati dan kembang goyang. Keningnya juga dihiasi paes. Sungguh, Abiem belum pernah melihat pengantin secantik Riri.
"Wah... Riri cantik sekali..." Puji Papa Abiem. Riri tersenyum tersipu.
"Serasi banget dengan Abiem ya, Jay." Kata Om Kris.
"Iya. Sayangnya, KUA tidak buka 24 jam ya, Kris." Kata Papa Abiem.
"Ah... Ya, ya, ya! Andaikan buka 24 jam, bisa sekalian kita resmikan ya, Jay." Sahut Om Kris, diikuti gelak tawa keduanya.
"Ayah ini apa-apaan, sih? Riri kan jadi malu." Bisik Riri sambil mencubit tangan ayahnya. Abiem tersenyum tersipu mendengarnya.
"Dulu, kita yang satu panggung. Sekarang, anak-anak kita yang akan pentas satu panggung." Kata Om Kris.
"Iya, Kris. Semoga mereka bisa menampilkan yang terbaik." Sahut Papa Abiem yang diamini semuanya.
Mereka pun segera menuju panggung. Acara Festival Budaya akan segera dimulai. Setelah acara pembukaan, satu per satu peserta tampil. Abiem dan teman-temannya kebetulan mendapat undian tampil terakhir.
"Baiklah, Teman-teman! Sebentar lagi giliran kita." Kata Gatot mengumpulkan teman-temannya. "Agar kita bisa menampilkan yang terbaik, mari kita berdo'a dulu. Berdo'a, mulai!" Semua menundukkan kepala, berdo'a. "Selesai!" Kata Gatot. Dia lalu menjulurkan tangan kanannya, diikuti teman-temannya yang lain. "Persada!" Teriak Gatot. "Jaya!" sahut teman-temannya.
"Well, ladies and gentlemen. Mari kita sambut penampilan terakhir dari SMA Persada..." Kata MC memanggil peserta terakhir. Gatot segera mengkoordinasikan teman-temannya. Irawan dan Pancawala beserta kru musik segera menyiapkan peralatan.
Penampilan dari SMA Persada dimulai. Musik rancak dimulai dari ciri khas Indonesia timur, Papua. Emon dan kelompoknya membawakan tarian Papua dengan apik, disambung Kecak dan Pendet dari kelompok Bali. Begitu seterusnya, hingga akhirnya mereka turun panggung. Lampu panggung dimatikan. Lalu, terdengar intro Lagu Anyam-anyaman. Mereka kembali masuk panggung, membawa hiasan dari janur, berbaris seperti pengiring pengantin. Lampu panggung kembali dinyalakan. Terdengar suara Riri mulai menyanyi, bersahutan dengan Abiem. Para pengiring menari di tepi panggung, menari dengan ciri khas sesuai kostum suku yang mereka pakai. Semua penonton ikut bertepuk tangan, menambah kemeriahan pementasan. Penonton yang mulai bosan dengan lamanya acara, kembali bergairah menyaksikan pertunjukan. Musik tiba-tiba berhenti. Lampu pinggir panggung juga dimatikan. Lampu kini terfokus di tengah panggung, menyorot Abiem dan Riri yang kini berdiri berhadapan sambil berpegangan tangan.
"Anut runtut tansah reruntungan, munggah-mudhun gunung anjuk samudra." Riri menyanyikan dengan nada lambat.
"Gandheng renteng hanjejereng rendeng, reroncening kembang, kembang temanten." Sahut Abiem, dengan nada lambat juga.
"Mantene wus dandan dadi dewa-dewi, dewaning asmara gya mudhun bumi..." Abiem dan Riri menutup lagunya bersama-sama. Lampu meredup. Musik penutup lagu Anyam-anyaman terdengar. Lampu kembali dinyalakan. Abiem dan teman-temannya berdiri di tengah panggung menghadap penonton, memberikan hormat. Seluruh penonton bersorak, bertepuk, bahkan memberikan standing applause.
Gatot kembali mengumpulkan teman-temannya di belakang panggung. "Kalian semua luar biasa, Guys!" Puji Gatot. "Irawan, Panca, dan kru musik, musik kalian owesome! Yang lain, marvelous! Dan yang pasti, Abiem, Riri, closing kalian tadi amazing!" Lanjut Gatot. "Semoga, kita bisa jadi yang terbaik." Dia kembali menjulurkan tangan kanannya, diikuti teman-temannya yang lain. "Persada!" Teriak Gatot. "Jaya!" sahut teman-temannya. Mereka pun beristirahat sambil menunggu pengumuman pemenang.
"Ladies and Gentlemen, tiba saat yang dinanti-nantikan, pengumuman pemenang Festival Budaya." MC mulai membuka pengumuman. Abiem dan teman-temannya menjadi harap-harap cemas. Juara harapan sudah diumumkan. Juara ke-3 dan ke-2 juga sudah diumumkan. "Dan, juara Festival Budaya pada malam hari ini adalah SMA Persada...!"
"Yeaay...!" Gatot dan teman-temannya bersorak-sorai gembira. Abiem dan Riri juga tak kalah gembira. Spontan, mereka saling berpelukan. Namun, sekejap mereka lepas kembali. Mereka saling pandang, malu-malu. Gatot langsung melompat ke panggung, mewakili teman-temannya menerima hadiah. Semua pun tenggelam dalam euforia kemenangan.
"Kalian hebat, Nak! Selamat, ya!" Kata Papa Abiem.
"Penampilan kalian sempurna!" Puji Om Kris.
"Selamat, ya. Anak-anak kita memang hebat!" Kata seseorang yang tiba-tiba muncul di antara mereka. Pria itu muncul bersama Nana dan Emon. "Jadi, ini yang namanya Abiem dan Riri?" Lanjutnya. "Kenalkan, saya Suyudana, papanya Lesmana dan Lesmanawati." Lanjutnya.
"Krisna." Kata Om Kris.
"Dananjaya." Kata Papa Abiem.
"Lesmana dan Lesmanawati sering cerita tentang Abiem dan Riri. Ternyata, mereka memang menakjubkan." Kata Papa Emon. "Ini, ada kartu nama saya. Kapan-kapan, mungkin kita bisa kerja sama." Lanjutnya sambil menyerahkan kartu nama kepada Om Kris dan Papa Abiem.
"OK. Senang berkenalan dengan Anda, Pak Suyudana. Kami duluan." Kata Om Kris.
"Saya juga pamit, Pak." Kata Papa Abiem. Kedua keluarga itu berlalu, meninggalkan Emon, Nana, dan papanya.
"Jadi, itu tadi yang namanya Abiem, Mon?" Tanya Papa Emon.
"Iya, Pa. Dia yang menghalangi Emon untuk mendapatkan Riri." Kata Emon.
"Tenang saja, Nak! Serahkan urusan ini pada Papa." Kata Papa Emon. "Akan Papa hancurkan Abiem sekaligus papanya." Lanjut Papa Emon dengan nada mengancam. Dan, Abiem dan papanya tidak menyadari ancaman yang akan mengancam keamanan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Abiem
Teen FictionAbiem disudutkan pada pilihan yang rumit. Papanya menjodohkan dia dengan Utari sedangkan dia sendiri jatuh cinta pada Sundari. Di satu sisi, Abiem tidak bisa menuruti keingingan papanya. Dia sangat menyayangi papanya dan tidak ingin mengecewakannya...