"Thanks ya, Biem. You are my hero today." Kata Tari sambil tersenyum bahagia. "Entah apa jadinya hari ini kalau nggak ada kamu." Lanjutnya.
"Biasa saja lah, Mbak! Jangan memuji berlebihan!" Kata Abiem.
"Eh, iya, kamu nggak usah manggil aku mbak! Panggil Tari aja!" Pinta Tari.
"Wah, saya yang sungkan, Mbak." Balas Abiem.
"Halah! Nggak usah sungkan!" Kata Tari. "Oh ya, aku minta nomor kamu, ya. Nanti kalau ada apa-apa, biar gampang hubungin kamu. Siapa tahu aku butuh bantuanmu lagi." Kata Tari sambil menyerahkan HP-nya ke Abiem. Ragu, Abiem menerima HP itu. Kasih nomor tidak, ya? Batin Abiem. Ah, nggak pa-pa, lah. Kasihkan saja! Abiem pun mengetikkan nomornya di HP Tari.
"Ini, Mbak." Kata Abiem sambil menyerahkan kembali HP Tari.
"OK. Thanks. Emmm... Dinamai apa ya, enaknya?" Kata Tari. "Oh, ya. Dinamai ini aja A-biem U-nyu." Kata Tari sambil mengetik nama Abiem ke kontak HP-nya.
"Kog Abiem Unyu sih, Mbak? Abimanyu, Mbak..." Protes Abiem.
"Hmmm... Terserah aku donk mau kunamain apa nomor kamu di HP-ku. Wek!" Kata Tari sambil menjulurkan lidahnya.
"Yaaa... Asal kau bahagia saja lah, Mbak." Abiem pasrah.
"Jangan sewot dong, Biem! Anggap saja itu panggilan sayang dariku." Kata Tari.
"Ehem! Anak papi ini siang-siang sudah main sayang-sayangan." Suara seorang pria mengejutkan mereka berdua. Suara itu dari seorang pria berambut putih yang masih tampak gagah dan berwibawa walau di usia senja. Orang itu kira-kira seumuran kakek Abiem. Dia datang bersama Papa Abiem.
"Eh, Papi. Ini lho, Pi, ada anaknya Pak Jay yang bantuin kita, nggantiin Abilawa yang berhalangan hadir, Pi." Kata Tari. "He really saved the day, Pi!" Lanjutnya.
"Oh, jadi ini anakmu, Jay?" Tanya Papi Tari pada Papa Abiem.
"Iya, Pak." Papa Abiem mengiyakan. "Abiem, ayo kenalan dulu sama Pak Gandana, papinya Mbak Tari!" Lanjut Papa Abiem.
"Abiem, Kek. Eh, Om... Eh, Pak..." Abiem bingung harus memanggil Pak Gandana Papi Tari itu. Otomatis, Pak Gandana tertawa terbahak.
"Terserah kamu mau panggil apa saja, Cah Bagus." Kata Pak Gandana. "Oh ya, kamu gabung saja dengan kami di Matsya Enterprise." Ajak Pak Gandana.
"Boleh, Kek? Eh, Om?" Tanya Abiem.
"Tentu saja boleh." Jawab Pak Gandana.
"Sebaiknya jangan, Pak. Abiem kan masih sekolah." Kata Papa Abiem.
"Oh, masih sekolah, ya. Kalau begitu, ikut saja kalau pas tidak ada acara sekolah. Jadi freelancer gitu." Kata Pak Gandana.
"Kalau saya sih, asalkan Papa ngijinin saja, Om." Kata Abiem sambil melirik papanya. Dia sangat berharap papanya mengijinkan. Dia sangat ingin bisa membantu papanya meringankan beban keluarganya.
"Bagaimana, Jay? Boleh, kan?" Tanya Pak Gandana.
Papa Abiem berfikir sejenak. Dia menatap wajah anaknya. Dari sorot matanya, Papa Abiem bisa menangkap maksud anaknya sangat berharap mendapat ijin darinya. "Baiklah! Boleh!" Kata Papa Abiem akhirnya.
"Makasih, Pa!" Kata Abiem girang. Utari pun meloncat riang.
"Akhirnya... Tari punya partner baru, Si Abiem Unyuuuu...." Kata Utari sambil mencubit lengan Abiem.
"Aduh! Abimanyu, Mbak..." Kata Abiem, diikuti gelak tawa semuanya.
"Mbak Tari itu, bener anaknya Pak Gandana, Pak?" Tanya Abiem pada papanya saat mereka di parkiran hendak pulang.
"Iya. Kenapa?" Tanya Papa Abiem sambil mengepaskan kaitan helm.
"Pak Gandana kan sudah tua. Kok masih punya anak seumuran Abiem?" Tanya Abiem.
"Anak Pak Gandana semua ada empat, Biem. Tiga laki-laki, dan Mbak Tari itu satu-satunya anak perempuan Pak Gandana. Kakaknya yang nomor satu seumuran Papa, Biem. Ya, rejeki Pak Gandana, masih bisa punya anak lagi." Kata Papa Abiem.
"Mbak Tari itu orangnya asyik ya, Pa." Kata Abiem.
"Asyik banget, Biem. Dia juga cerdas. Masih seusia itu, dia sudah ditugasi papinya jadi manajer Matsya Prise. Dan hebatnya, dia bisa melakukan itu semua dengan baik lho, Biem." Kata Papa Abiem.
"Oh ya? Kalau dia memanajeri Matsya Enterprise, sekolahnya gimana dong, Pa?" Tanya Abiem.
"Homeschooling." Jawab Papa Abiem singkat diikuti suara "ooo" panjang dari Abiem. Abiem segera menggeber gas motornya. Pulang.
Sampai rumah, Abiem langsung menuju kamarnya. Hari ini menyenangkan sekaligus melelahkan. Abiem segera merebahkan tubuh di kasur kamarnya. Mumpung kedua adiknya sedang main di luar, dia manfaatkan kesempatan kamar kosong untuk beristirahat.
Abiem mengeluarkan HP-nya. Di pojok layar terpampang simbol WA. Ada pesan masuk. Dia lalu membuka pesan itu. Dari nomor yang belum tersimpan. Pesan itu singkat saja: "Hi, Abiem Unyu." Abiem langsung tersenyum membacanya. Dia langsung tahu, itu pesan dari Utari. Abiem langsung menyimpan nomor Utari. Mereka pun lanjut chatting.
Hi, Abiem Unyuuu...
Helo, Mbak.
Kog Mbak, sih?
Trus, apa, donk?
Sayang juga boleh. Wkwkwkwk
Baiklah, Riri Cinta...Riri?
utaRI, RI...
Wkwkwk...
Asal kau bahagia, lah.
Cepetan mandi sana, gih!Siap, Boss!
OTW!Ke mana?
Ke hatimu... -emoticon kiss-
Uluh-uluh...
Chatting terus berlanjut. Demikian juga hubungan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Abiem
Teen FictionAbiem disudutkan pada pilihan yang rumit. Papanya menjodohkan dia dengan Utari sedangkan dia sendiri jatuh cinta pada Sundari. Di satu sisi, Abiem tidak bisa menuruti keingingan papanya. Dia sangat menyayangi papanya dan tidak ingin mengecewakannya...