Abiem sedang duduk sendiri memegang gitarnya di sela break latihan untuk pentas even besok bersama Matsya Enterprise. Berkali-kali dia mencoba memetik nada namun tidak ada yang pas. Bukan kuncinya yang tidak pas melainkan nadanya yang sama sekali tidak masuk di hatinya. Lalu, tiba-tiba saja dia ingat lagu yang sering diputar papanya, yang juga pernah dia nyanyikan di Festival Budaya bersama Riri : Anyam-anyaman Nyaman. Abiem pun mulai memetik gitarnya memainkan intro lagu tersebut. Dia memetik gitarnya sambil bergumam "Hmmm... Hmmm... Hmmm..." dengan nada lagu Anyam-anyaman Nyaman. Dia bersenandung sambil memejamkan mata, membayangkan ada Riri bernyanyi di sampingnya. Lagunya selesai dan dengan lirih dia berkata, "I love you, Ri."
"I love you too, Abiem." Abiem perlahan membuka mata ketika suara seorang gadis menyahut pernyataan lirihnya. Gadis itu tersenyum ceria dengan wajah sumringah, cerah, bagaikan mentari yang baru merekah.
"Utari? Kapan kamu muncul?" Tanya Abiem.
"Sudah sejak tadi kamu main gitar." Jawab Utari. "Lagian, kamu main gitarnya serius banget, penuh penghayatan, pakai merem segala." Kata Utari. "Pasti lagi mbayangin cewek, ya?" Goda Utari.
"Kog kamu tahu, sih?" Kata Abiem.
"Jadi bener, kamu tadi lagi mbayangin cewek?" Tanya Utari. Abiem mengangguk. "Dan cewek itu adalah ... "
"Kamu, Ri..." Sahut Abiem sambil mencubit hidung mancung Utari.
"Ihhh... Abiem! Sakit, tahu!" Kata Utari sambil menepis tangan Abiem. Sementara, Abiem ngakak melihat ekspressi Utari. "Daripada diam di sini, kita cari makan di luar, yuk!" Ajak Utari.
"Ke mana?" Tanya Abiem.
"Ke apotek!" Jawab Utari sekenanya. Sekali lagi, Abiem tertawa mendengar jawaban spontan Utari. Abiem tidak habis pikir, mengapa selama bersama Utari, dia selalu saja mudah tertawa. "Ya ke tempat makan dong, Abiem Unyuuu... Ayo, lah!" Utari menarik tangan Abiem. Mereka pun berjalan menuju resto kecil tidak jauh dari rumah Utari.
"Ri!"
"Biem!"
Abiem dan Utari bersamaan saling panggil, sesaat setelah mereka memesan makan. Mereka berdua lantas sama-sama diam, saling menunggu lawan bicaranya mau bilang apa.
"Aku mau ngomong." Dan sekali lagi, mereka mengucapkan kalimat bersamaan. Sekali lagi, mereka saling diam, saling menunggu. Tidak ada yang melanjutkan kalimat sehingga hanya tawalah yang keluar dari mulut mereka.
"OK, lady first. Please." Abiem mempersilakan.
"Aku malu mau ngomong hal ini ke kamu." Kata Utari, sambil tersipu. Wajahnya memerah. Baru kali ini Abiem melihat Utari malu-malu. Biasanya, dia cuek dan ceplas-ceplos.
"Baiklah, jika kamu malu, aku hadap sana aja." Kata Abiem sambil membelakangi Utari.
"Eh... Jangan gitu lho, Biem. Nggak enaklah ngobrol saling membelakangi kayak gitu." Kata Utari.
"Makanya, nggak usah malu dong, Tuan Putri!" Kata Abiem sambil membalikkan badan.
"Mmm... Kamu tahu belum, Biem? Tentang rencana papi aku dan papa kamu?" Tanya Utari.
"Rencana apa?" Tanya Abiem, pura-pura tidak tahu. Padahal, Abiem sudah mulai menebak arah pembicaraan Utari.
"Mmm... Papiku dan papamu sudah sepakat untuk menjodohkan kita." Jawab Utari sambil memainkan jari-jemarinya. Entah mengapa dia tidak berani memandang Abiem yang sedari tadi tidak melepaskan pandangannya dari dia.
"Apa? Papimu dan papaku sudah sepakat untuk menjodohkan kita?" Kata Abiem dengan nada tinggi membuat Utari tersentak kaget.
"Kamu tidak setuju, Biem?" Tanya Utari, lirih.
"Gila apa! Masak ya aku nolak, Ri? Hanya cowok gila saja yang menolak dijodohkan dengan gadis sebaik dan secantik kamu!" Sahut Abiem.
"Hhhhmmmm... Abiem unyuuu..." Kata Utari, gemas. Abiem tak kuasa menahan tawa melihat ekspresi gemas Utari.
"Kamu setuju dijodohkan denganku yang anak orang tidak punya ini, Ri?" Tanya Abiem.
"Sejak awal aku jumpa denganmu, aku sudah suka sama kamu, Biem. Kamu cowok yang baik, sopan, patuh pada orang tua. Calon menantu idaman papi banget pokoknya. Saat papi menanyaiku apakah mau dijodohkan denganmu, aku pun tidak bisa menolak, Biem." Kata Utari. Abiem tersenyum mendengar kalimat Utari. "Oh, ya. Aku kan sudah dapat giliran ngomong, nih. Sekarang, giliran kamu. Kamu tadi mau ngomong apa?" Tanya Utari.
"Aku cuma mau ngomong kalau aku sayang kamu, Ri." Kata Abiem.
"Hhhhmmmm... Abiem unyuuu..." Sekali lagi Utari gemas. "I love you too, Abiem." Lanjutnya. Keduanya saling berpandangan dan berpegangan tangan.
Tiba-tiba, Utari teringat sesuatu. "Oh ya, Biem, lagu yang kamu nyanyiin tadi, pernah kamu nyanyikan di Festival Budaya, ya?" Abiem terhenyak mendengar pertanyaan Utari yang tiba-tiba. "Aku semalem buka-buka file video dokumentasi even yang pernah diselenggarakan Matsya Enterprise. Aku nemu video dokumentasi Festival Budaya itu. Setelah aku tonton, ternyata ada kamu di situ. Dari SMA Persada yang jadi juara satu, kan?" Kata Utari sambil memnggeser-geser layar HP-nya, mencari sesuatu. Abiem jadi semakin salah tingkah. "Potongan videonya sudah kukopi di HP. Sebentar! Nah, ini dia." Utari memutar sebuah video dari HP-nya dan menunjukkannya pada Abiem. Abiem semakin terhenyak. Potongan video itu adalah adegan penutup saat Abiem dan Riri saling berpandangan, berpegangan tangan, sambil menyanyikan bagian akhir lagu Anyam-anyaman Nyaman. Seketika bayangan Abiem melambung ke masa lalu. Sungguh, video itu diputar di saat yang kurang tepat, saat Abiem berusaha menjauhi Riri.
"Bagian itu menurutku epik banget lho, Biem. Penjiwaannya dapet banget. Oh ya, pasangan duetmu itu, siapa namanya?" Tanya Utari.
"Sundari." Jawab Abiem, singkat.
"Oh... Sundari. Dia acting nya menjiwai banget. Dari pandangan matanya ke kamu, kayak bukan acting gitu lho. Tatapannya tu tidak kosong! Bener-bener seperti ada rasa cinta gitu. Kamu juga, ngimbanginya pas banget. Jadi kayak ada chemistry gitu di antara kalian." Cerocos Utari.
"Kamu ini ngomong apa sih, Ri?" Tanya Abiem. Kesal dan resah mulai menyelimuti batinnya. Dia khawatir jika Utari tahu hubungan antara dia dan Riri.
"Aku lagi ngomentari pentasmu itu, Abiem unyuu..." Jawab Utari dengan polosnya tanpa menyadari kegalauan yang dirasakan Abiem. "Kalian itu bener-bener kayak kekasih gitu lho. Jangan-jangan, kalian memang pacaran ya, Biem?" Daarrr! Pertanyaan yang ditakutkan Abiem pun meluncur dari mulut Utari.
"Eng... Eng... Nggak...! Kami nggak pacaran, kok." Jawab Abiem, gugup.
"Ah, yang bener?" Goda Utari.
"Kamu kok nggak percaya sama aku sih, Ri? Ah... Gara-gara video brengsek ini!" Kata Abiem. Dia langsung mematikan video dan menghapus file-nya.
"Lhoh? Lhoh? Lhoh? Kog dihapus sih, Biiiiem?" Tanya Utari, kecewa.
"Biar! Gara-gara video itu, kan, kamu jadi tanya macem-macem tentang aku dan Sundari? Aku tegaskan ke kamu ya, Ri, aku dan Sundari tidak pernah pacaran! I swear!" Kata Abiem sambil mengangkat dua jarinya. "Dengar, Ri! Kamu harus percaya itu. Kalau sampai ada hubungan khusus antara aku dan Sundari, biar aku mati dikeroyok preman saja!" Kata Abiem.
"Abiem!" Teriak Utari sambil menutup mulut Abiem dengan telunjuknya. "Kamu nggak boleh ngomong kayak gitu!" Kata Utari. Dia merasa ngeri mendengar pernyataan Abiem baru saja.
"Habis, aku harus bagaimana biar kamu percaya kalau tidak ada hubungan apa-apa antara aku dan Sundari?" Tanya Abiem.
"Biem, sorry banget. Aku tadi murni mengomentari pentasmu saja, Biem. Aku tidak bermaksud mencurigai kamu ada hubungan khusus dengan Sundari. Kalaupun kamu pernah ada hubungan khusus dengan Sundari, that's fine! Aku nggak pa-pa, kok. Semua orang punya masa lalu, Biem. Dan, tidak perlu kita merisaukan masa lalu! Yang lebih penting adalah menata masa depan kita." Kata Utari. Suaranya lirih namun tegas. Tampak sekali penyesalan dari mata Utari. Abiem juga jadi merasa bersalah.
"Aku juga minta maaf, Ri. Aku terlalu emosi." Kata Abiem. "Kamu benar! Yang paling penting adalah menata masa depan kita. Tapi, aku mohon kepadamu, percayalah padaku! Dan berhentilah tanya-tanya tentang aku dan Sundari!" Pinta Abiem.
"OK, Biem. Aku nggak akan mengulanginya lagi. I swear!" Sahut Utari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Abiem
Teen FictionAbiem disudutkan pada pilihan yang rumit. Papanya menjodohkan dia dengan Utari sedangkan dia sendiri jatuh cinta pada Sundari. Di satu sisi, Abiem tidak bisa menuruti keingingan papanya. Dia sangat menyayangi papanya dan tidak ingin mengecewakannya...