Chapter 9 || Hari Terakhir Bersamanya

4.5K 689 243
                                    

Jangan lupa pencet bintang dan komen sebanyak-banyaknya.
Selamat siang. Selamat membaca♡



Sepasang netra berbinar menyorot kagum pada satu persatu sepatu yang berjejer rapi memenuhi lemari kaca. Beragam jenis membarak di sana, dari mulai sepatu pantopel pria sampai dengan sneakers rupa-rupa warna. Hingga tatapan itu berhenti pada sepasang sneakers berwarna putih terletak di atas jajaran paling atas.

Seakan ada bohlam yang tiba-tiba menyala di dalam kepalanya, Idam menjentikan jari sebelum berlari menuju kamar untuk mengambil seperangkat alat lukis milik Lily. Menyeret pergelangan tangan Ahrin menuju titik awal kemudian memohon dengan iris membesar penuh harap. "Ma, ambilkan sepatu itu. Aku ingin melukis sepatu, seperti yang tadi kulihat di YouTube."

Menggeleng lambat penuh pengertian. "Jangan bermain dengan barang milik orang lain, Honey."

Jujur saja, Ahrin merasa tidak tega saat harus menolak permintaan Idam, namun sneakers putih yang ditunjuk anak itu milik Jungkook. Sangat berbahaya jika ia membiarkan Idam menggambar pada salah satu koleksi sepatunya tanpa permisi. Tidak peduli barang tersebut mulai usang dan renta di makan usia, telah berdebu atau tidak terpakai lagi. Tetapi Jungkook masih tetap menjaganya sedemikian rupa, memajangnya di dalam lemari paling tinggi layaknya artefak purba.

"Tapi aku sedang ingin bereksperimen," sahut Idam pelan dengan bibir mengerucut sementara kedua matanya berkaca-kaca.

Melihat Idam memohon, tidak sampai hati rasanya. Anak itu jarang sekali meminta sesuatu pada Ahrin. Barangkali, sebab intensitas pertemuan mereka yang terlampau jarang. Maka si gadis lantas memutar otak, mencari solusi hingga pandangannya berhenti pada satu jejeran sepatu milik Taehyung di baris ke tiga pada lemari.

Ahrin ingat sekali, tentang sepatu Nike Air Jordan  berwarna merah putih lengkap dengan tanda tangan sang pemain basket dunia— Michael Jordan yang tersemat di sana. Sepatu yang kerap Taehyung gunakan saat hendak memulai pertandingan serta sepatu yang tak sengaja mengantarkannya pada kenangan pahit di musim panas enam tahun lalu.

Berbalutkan jersey hitam, sneakers merah dengan aksen putih serta headband berwarna merah cerah, Taehyung memojokkan seorang pemandu sorak di dalam ruang ganti. Tubuhnya berkeringat meski jelas pertandingan belum dimulai sama sekali, sementara rok pendek gadis itu terangkat dan celana dalamnya tersangkut di mata kaki. Mereka mengerang, Ahrin masih kelewat ingat kala menyaksikan keduanya di balik tembok dengan perasaan sesak yang masih terasa bahkan hingga saat ini.

Sial, dia jadi mengingatnya kembali.

"Yang ini, mau tidak?" Tunjuk si gadis pada sneakers yang sempat membawakan potongan kenangan pahit di masalalu.

"Tapi, sepatu itu lebih banyak warna merahnya, Ma."

"Memang kenapa? Warna merah akan sangat cantik jika dipoleskan tinta warna biru atau warna kuning. Percaya pada Mama." Mungkin hari ini saatnya ia melampiaskan rasa sesak yang selama ini menyiksa dalam dada.

"Benarkah?"

Ahrin mengangguk yakin. Meraih sepasang sepatu tersebut tanpa ragu. Senyum getir kembali muncul kala headband merah masih tertinggal di dalam sepatu itu. Membawa headband tersebut kemudian diberikan secara terpisah. "Kau juga bisa menggunakan kain ini untuk mengelap ceceran cat air."

Untuk sekali saja, mari biarkan Taehyung mengamuk.




Terhitung nyaris tiga malam empat hari mereka berkumpul di rumah ini, jika saja Jungkook tidak berkata bahwa ia masih merindukan Lily, barangkali Ahrin telah pergi dari sana sebab tak mampu lagi melihat seluruh anggota keluarga mengistimewakan anak itu secara berlebihan. Sementara Idam hanya bermain sendiri, tertawa tanpa beban dengan pistol air di belakang rumah tanpa tahu jika Ahrin memendam luka dalam polesan senyum palsu yang terlihat meyakinkan. Padahal jelas sekali, kedua anak itu memiliki hak yang sama dalam keluarga ini.

My Illegal Wife✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang