Dokter sudah mengizinkan deva untuk pulang. Barusan saja bi atun membereskan keperluan deva, sekarang deva sedang berada di kamar. Ya, kamar bernuansa ungu milik dirinya.
Sang papa mirza sedang menemani deva, menemani anak semata wayangnya yang slalu ia rindukan ketika bekerja, terlebih mirza harus menahan rindunya saat ia sedang bisnis di luar negeri.
Hari ini mereka terus berbincang, bahkan bercanda. Mirza tau bahwa cerianya deva, saat salah satu dari dirinya dan fani ikut menjaga saat deva sedang sakit. Mengingat kini kondisi deva perlahan membaik.
"Papa deva besok boleh ya sekolah?." Tanya deva.
Mirza tersenyum kemudian mengangguk.
"Makasih papaaa."
Mirza mendekat kemudian mencium kening deva. "Jaga kesehatan, inget nanti di sekolah jangan kecapean, gak usah banyak pikiran juga." Peringat sang papa.
"Siap laksanakan." Ucap deva seraya memberi hormat.
***
Hari ini deva kembali bersekolah, mengingat ia tidak sekolah selama dua hari, rasanya membuat ia rindu dengan suasana kelas.
"DEVAAAAA." Teriak seseorang yang mungkin kalian juga mengenalnya, suara cempreng andalannya.
"Mau pelukkk." Ucap milka yang kini memeluk deva sangat erat. Bahkan membuat deva sesak.
"I iya mil, ini to long dong." Sahut deva susah karna pelukan yang di berikan sahabatnya ini sangatlah erat.
Saat milka sadar benar saja deva sampai sesak. Apa karna ia kangen berat sampai lupa kondisi deva yang baru saja membaik. Lupakan memang begini keadaannnya.
Milka menyengir. "Abisnya kangennn, lo jangan sakit sakit lagi ya."
"Namanya orang sakit mana ada yang tau." Ucap seseorang dari belakang, dia adalah oto, orang yang baru saja sampai di sekolah.
"Diem lo gentong, sirik aja." Sahut milka tak terima, maksudnya kan tidak begitu. Ia hanya ingin deva tetap sehat, bukan malah menyalahkan kehendak tuhan yang memberikan ujian berupa penyakit yang datang tiba tiba.
"Gue seksi ya, body goals nih asal lo tau."
"Body goals apahan, yang ada klewat body." Sedangkan deva ia hanya memutar bola matanya malas, perdebatan yang memang kian adanya. Harap di maklumi.
"Sekate kate lo kalo ngomong." Sahut oto tak terima. "Eh deva mau peluk dong, abang oto kangen." Ketika oto hendak memeluk deva tiba tiba saja ada yang menarik kerah bajunya.
"Ngomong apa lo barusan." Suara yang memang sudah tidak asing lagi bagi mereka, mau tau dia siapa. Bocah menyebalkan. Ya, hanya itu yang pantas deva berikan kepada bocah ini.
Apip menatap deva, ternyata kondisi deva sudah benar benar pulih. Ia bernafas lega sekarang. Senyum deva pun terbit, senyum yang mungkin apip sendiri slalu menahan debaran aneh saat melihat senyum itu.
Seulas senyum yang tampak begitu indah.
"Aduh ada abang apip, eum gimana ya bang tadi nya si mau anu." Ucap oto sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
Apip yang mempertanyakan omongan oto hanya mengernyitkan dahinya.
"Yang jelas, tadi gimana coba."
"DEVAAA." Teriak seseorang dari belakang, pandangan mereka yang berada di koridor kelas tertuju pada seseorang yang tengah memanggil deva.
Dia adalah adri, kaka kelas mereka.
"Iya ka, kenapa?."
"Ada yang mau gue omongin." Sahut adri. "Ikut gue dev." Sambungnya.
"Kalo sampe lo jahatin deva lagi, awas ya lo." Ucap milka kepada adri.
Adri tersenyum tipis ke arah milka. "Gue cuma mau ngomong bentar sama deva."
"Kaka kelas kan lo?." Ucap oto yang tiba tiba menampakkan wajah sangarnya.
Adri mengerutkan keningnya, bukannya seantero sekolah juga tau kalo dirinya adalah kaka kelas di sini.
"Iya." Jawab adri.
"Cantik sih, tapi masih cantikan deva ya gak pip?." Sahut oto menyenggol lengan apip.
Apip menendang tulang kering oto.
"Aduhh masih pagi bang maen nendang nendang aja. Cemburu mulu nih kerjaannya." Apip tak meladeni celotehan oto, tatapannya masih datar.
"Ayo dev."
"Tunggu." Tahan apip kini tangannya masih setia di dalam saku celananya.
"Kalo sampe lo berbuat yang engga engga, lo akan tau sendiri akibatnya." Bisik apip di telinga adri, bisikan itu membuat adri ngeri sendiri mendengarnya.
"AWAS YA LO, INGET TUH UCAPAN GUE. JANGAN MACEM MACEM SAMA DEVAAAAA!." Teriak milka saat deva di bawa oleh adri. Sontak teriakannya membuat oto dan apip menutup telinganya. Perlu kalian ketahui bukan cuma oto dan apip saja yang menutup telinganya, tetapi para siswa yang berlalu lalang pun ikut menutup telinga yang nantinya di pastikan akan rusak, karna mendengar teriakan yang benar benar berasal dari seseorang yang sudah tidak di ragukan lagi dalam soal teriak mentriakkan.
"Ya allah milka milkaa, lo inih ya udah berapa kali si gue bilang, jangan keluarkan suara lo yang gue sendiri aja susah jelasinnya." Oto pun langsung mengepalkan kedua tangannya dan meniup satu persatu kepalan itu kemudian ia tempelkan ke telinga kanan dan kirinya.
"Suara lo ngalahin toa masjid." Ucap apip meninggalkan keduanya.
Oto mengangguk mengiyakan ucapan apip."Speaker sekolah aja kalah mil kalah." Ucap oto dramatis.
"Masalah emang? Masalah hahhh?." Ucap milka tak terima, memang suaranya benar secempreng itu apa? Sampai sampai banyak sekali yang menghujat suara emas miliknya.
"Menurut lo gak masalah, tapi masalah buat gue. Kalo tiba tiba telinga gue rusak pendengarannya, terus gue jadi budeg gimana?."
"Perlu gue ingetin ya gentong." Ucap milka yang kini mendekatkan dirinya di sebelah oto."Sini lo nya nundukkan." Sambungnya lagi sembari menepuk bahu oto.
Oto mensejajarkan tingginya dengan milka."BUKAN URUSAN GUEEE." Teriak milka tepat di telinga oto.
Milka yang melihat ekspresi oto langsung terkekik geli, kemudian ia meninggalkan oto yang kini menutup kedua telinganya rapat rapat.
"Astagfirullah, suara jenis apa yang tadi hamba dengar." Ucap oto mengusap dadanya perlahan.
Milka berbalik dari kejauhan, kemudia ia mejulurkan lidahnya. Puas membuat oto kesal.
***
"Dev kondisi lo udah sembuh kan?." Tanya adri, mereka pun kini berada di belakang sekolah.
Deva mengangguk.
"Asal lo tau dev pas lo gak masuk, dan di acara bazar kemarin afnan ngebentak gue dia suruh gue jauh jauh dari dia. Tapi gue gak bisa dev, lo tau itu kan." Suara adri lirih ia pun memegang kedua bahu deva, menjelaskan tentang perlakuan afnan si ketua osis itu, dan pengakuannya tentang begitu tidak bisanya adri menjauhi afnan.
Deva mentap miris ke arah adri, tatapan yang deva sendiri ingin membatunya. Mengingat adri yang meminta dirinya membujuk ka afnan agar lebih menghargai perasaan seseorang terutama ka adri.
"Kaka gak usah khawatir aku akan coba ngebantu, tapi kaka gak boleh kaya gini. Kaka harus kuat." Sahut deva tersenyum. "Bukannya kaka sendiri yang slalu bilang perjuangkanlah selagi kita masih mampu memperjuangkannya."
Adri mengulas senyumnya.
Ia pun menghela nafas kemudian mengangguk.
"Kamu baik dev, penilaian gue waktu itu salah. Gue minta maaf dev." Ucap adri kemudian ia memeluk deva.
Maap nih baru update ehehe :)
Jangan lupa tekan tombol bintang di bawah ya gaes 💣💜
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSHAD
Teen Fiction"Lo pernah mikir gak sih, kita bakal sampai kapan ya kaya gini." "Gue janji sama lo, kalo kita akan terus sama sama kaya sekarang." Dimana logika ini bilang melupakan, Justru hati berbanding terbalik. kenangan kian teringat. Seakan tak mau lepas dan...