Ep. 02

7.8K 1.2K 146
                                    

Hari selanjutnya, lagi-lagi aku dijebak dikeadaan yang kayaknya memang sengaja mau bikin aku frustasi.

"Kita putus aja lah, Ly."

"Jawab dulu, Ril. Aku ada salah?"

"Apa lagi yang harus dijawab sih?!"

"Bilang aja kamu emang deket 'kan sama si Sofi itu?!"

"Gak usah ngarang!"

"Salah aku apa?"

"Kamu gak salah, Ly! Aku cuma bosen sama kamu. Daripada kamu lama-lama aku giniin terus mending kita udahan aja. Gampang 'kan?" katanya sekaligus rampung.

Brengsek.

Gak lama Eril langsung pergi gitu aja. Salah aku apa sih?! Mentang-mentang jadi anak futsal favorit sekolahan dia bisa seenaknya begini? Ah gak tau lah, hariku bener-bener ancur banget hari ini. Ini jam pulang, seenggaknya buat terakhir kalinya dia anterin aku pulang kek. Tolol, ah. Enam bulanku sama dia bener-bener sia-sia. Harusnya aku percaya sama rumor soal, Eril mah kesana kesini nyari ceweknya. Kenapa udah sejelas itu aku masih aja tutup mata.

Liat aja kalo besok-besok jadian sama si Sofi.

Pulang sekolah hari itu aku ngabisin uang simpenanku selama seminggu buat beli makanan banyak ke minimarket terus aku makan sambil duduk doang diluarnya. Sekarang sekitar jam lima sore lebih, aku masih belum mau pulang. Ibu telepon aku sekitar tiga kali tapi gak aku angkat. Tapi kemudian aku sadar beliau pasti khawatir mengingat beliau juga kadang over. Jadi karena tersadar, aku mau tanggung aja pulangnya satu jam lagi.

Tepat di jam enam, aku berdiri. Baru berdiri, lalu jalan ke halte. Aku jalan menyusuri trotoar yang juga banyak orang lalu lalang. Sore itu langitnya ungu gelap dengan arsiran merah muda. Kedua kali aku lihat jam tanganku setelah berdiri, jam enam lebih sepuluh menit. Baru sampai di halte, belum naik bus untuk pulang.

Jam enam dua puluh dua, aku keluar dari bus.Baru keluar, belum jalan sampai ke rumah. Baru sampai di belokan rumah (oh iya, jam enam dua puluh enam) mobil hitam minimalis itu lagi-lagi ada disana. Aku buru-buru jalan sampai ke rumah lalu—

"Astaga, Lia. Kamu dari mana? Ini jam berapa, Lia?!"

Pertanyaan Ibu gak aku jawab dulu.

"Pak Rega," panggilku pada laki-laki yang duduk di ruang tamu itu.

"Ya?"

"Bapak kenapa gak pulang aja sih?"

"LIANDRA!"













































"LIANDRA!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dua LusinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang