Ep. 12

3.6K 937 254
                                    

"Gue ke toilet dulu."

"Oke."

Ternyata tempat kali ini, bener-bener adem. Kursi-kursi dan mejanya terbuat dari kayu dan ditata saling berjarak dengan nuansa hijau disana-sini. Tumbuhan dimana-mana dan dinding kaca.

"Tempatnya enak ya," kata Pak Rega yang duduk dihadapanku tapi agak ke kiri sedikit.

"Hm? Oh, iya." kataku sambil memutar mata ke sekitar.

"Enak kalo berdua." katanya.

Aku ngangguk, "Harusnya gak ada saya. Bapak aja sama Yasa."

"Kenapa jadi Yasa sih, saya sama kamu lah."

"Hah?"

Pak Rega ketawa, aku gemeteran.

"Lia mau kesini lagi, gak?"

"Kapan?"

"Minggu depan."

"Boleh."

"Minggu, ya."

"Hah?"

"Minggu, Lia. Bukan Sabtu." katanya.

Sabtu itu jadwal les, kalau MingguㅡOh! Gila! Pak Rega ngajak aku kesini diluar les maksudnya?! Diwaktu yang sama Yasa udah selesai dari toilet dan dateng diantara kita berdua.

"Langsung pulang yuk, selesai 'kan belajarnya?"






.
.
.







"Nanti gue test contact, yeeee." kata Yasa sambil save contact punyaku di ponsel dia.

"Oke."

Gak sengaja mataku jatuh ke spion tengah, Pak Rega senyum sambil lihat aku dan Yasa dari sana.

"Ketemu lagi, ya, Lia!" kata Yasa sambil mau turun sambil masih berisik aja.

"Iya, iya."

"Awas jatoh." kata Pak Rega.

"Dah Kak, Lia!"

"Dah,"

"Tutup pintunyaㅡYasa!" panggil Pak Rega waktu Yasa gak dengerin dia.

"Ck, kebiasaan." Pak Rega lepas seatbeltnya dan keluar.

Cuma nutup pintu gak bener?

"'Kan bisa nyuruh saya, Pak." kataku.

"Hm? Oh, saya gak mau nyuruh yang ini."

Maksudnya?

"Maksud Bapak apa?"

"Saya mau nyuruh yang lain, boleh?" tanya Pak Rega setelah duduk lagi di jok depan.

Aku takut.

"Nyuruh apa?" kutanya.

"Duduknya sini, di depan, sama saya."

Aku nyetujuin permintaan Pak Rega. Aku mikirnya gak enak juga kalau aku duduk sendiri di belakang, kayak Pak Rega ini supir? Ah gak tau deh. Lagian sebelumnya juga aku selalu duduk di depan kok.

"Lia," tanyanya setelah melaju.

"Apa?"

"Lapar gak?"

"Gak begitu." kujawab.

"Makan dulu mau, ya?"

"Hah? Eh, gak usah. Gak lapar juga."

"Bohong."

"Asli, aku gak lapar."

"Tapi aku lapar. Temenin, ya. Sebentar. Nanti dibungkusin buat di rumah." kata Pak Rega.

Aku tipe orang yang lemah kalau masalah gratisan apalagi makan.

"Suka seafood 'kan?" katanya setelah berhenti di restoran seafood dan parkir.

"Suka."

"Jangan makan, ya. 'Kan gak lapar." kata Pak Rega sambil senyum mau ketawa.

Aku mendelik pura-pura, "Iyaaaaa."

Lalu Pak Rega betulan ketawa. Aku dan Pak Rega duduk dikursi luar, disuguhi jalanan kota dengan ingar bingarnya dan latar langit yang menguning diwaktu matahari sedang tenggelam. Ah, pokoknya bagus banget deh.

"Suka kepiting 'kan?"

"Suka." jawabku.

Dia ini sok tau deh kalau pesan makanan, kayak di cafe waktu itu, tapi hasilnya aku suka. Soalnya gratis.

"Bisa gak?" tanyanya sewaktu aku mau coba pecahin cangkangnya. "Sini aku aja."

Saat itu mulai ada yang beda diantara aku dan Pak Rega, tapi aku gak sadar. Apa, ya?













































 Apa, ya?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dua LusinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang