"Lia,"
Aku menoleh.
"Ibu dimana? Saya mau pulang," katanya.
"Oh, bentar." aku beranjak mencari Ibu. "Bu, Pak Rega mau pulang." kataku setelah mendapati Ibu keluar dari toilet.
Malam itu Pak Rega pamit, setelah kami makan malam dia main ps dulu sebentar dengan adikku. Ibu dan aku mengantar Pak Rega sampai pintu tapi kemudian Ibu bilang,
"Kunci pager, Kak."
Aku dan Pak Rega berjalan beringingan menuju pagar, sesampainya disana Pak Rega keluar, aku mengunci pagar tanpa lihat dia sedikitpun. Bicaranya suka seenaknya buat jantung mencelos.
"Lia,"
"Iya," sahutku tanpa menoleh.
Ini ngunci pager aja kenapa berubah susah begini sih?!
"Saya pulang dulu ya,"
"Iya, hati-hati."
"Iya, jangan tidur malem-malem ya,"
Astaga manusia ini.
"Iya, Pak."
"Pinter." katanya, kemudian dia ngacak rambutku dan ngelambai sambil nekan tombol di kunci mobilnya. Selanjutnya adalah suara mobil yang terbuka kuncinya dan aku yang mendadak beku di tempat.
Sudah jam sebelas lebih, aku gak bisa tidur. Aku post story iseng, tapi, ah! Gak dia lihat.
.
.
."Den,"
"Hm?"
"Tadi Pak Rega gak ngomong apa gitu?"
"Ngomong apa?" tanyanya balik tanpa ngelirik aku.
"Iya ngomong apa kek, soal gue, atau soal apa gitu. Gitu doang masa lo gak ngerti?!"
Dia turunkan gawainya kemudian noleh.
"Lu demen sama si Rega Rega itu?"
"Astaga enggakㅡ"
"Sampe beneran demen gue aduin ke Ibuㅡ"
"Mana ada gue demen sama yang tua tua! Sialan lo!"
Cuplikan percakapan dengan adikku tadi pagi lagi-lagi berhasil mengundang emosi. Ini alasannya kenapa aku gak suka punya adik. Terutama kalau orangnya adalah Jaden. Ah bisa mati frustasi akuㅡ
DUKK!
"Sorry, Lilㅡ"
Aku cuma natap dia sinis setelah dia putar balik sebab lari kenceng dan nabrak bahuku.
"Woy, Jen! Anjing!" teriaknya ke orang yang sudah kabur. "Ah! Lo sih! Lemes bener kayak yupi."
Menanggapi penuturannya aku melotot, "Kalo mau lari-lari di lapang lah dongo!"
"Tuh si Eril lagi pacaran di lapang." katanya.
"Emang gue nanya?"
Jevian ketawa, "Marah-marah terus."
"Bahu lo keras banget kayak batu." kataku sambil ngusap-ngusap bahuku yang betulan sakit gara-gara dia tabrak.
"Iya lah, cowok harus kuat."
"Sakit bego."
"Ya maaf." katanya sambil masih berdiri di hadapanku.
"Tanggung jawab, ah!" kataku.
Giliran, Jevian melotot. "Gitu doang elah."
"Bahu gue sakit, tau!"
"Gua musti tanggung jawab gimana?!" dia mulai geram.
"Anterin gue pulang."
"Gak gini juga caranya Lil kalo lo mau bikin gue sama si Eril berantem."
"Apa hubungannya sama Eril sih?!"
"Ya, ada, hubungannya. Ah pokoknya gue males deh, ah!"
Cemen, pikirku waktu itu. Ini masih pagi, aku baru dateng ke sekolah dan harus ketemu orang nyebelin begini, mana bawa-bawa nama orang nyebelin yang lain. Aku gak bicara apa-apa lagi aku langsung pergi. Sesampainya di kelas aku naro tasku dan duduk kasar. Beberapa pasang mata teralih karena aku, termasuk Nadin yang beringsut mendekat.
"Lo kenapa anjir?"
"Ly? Lo kenapa?" Cindy ikut ngedeket.
"Enggak, biasa aja."
"Serius, Ly," kata Nadin.
"Serius, serius. Santai aja." kataku sambil keluarkan ponsel dari saku.
jevian: ya udh gue tunggu di parkiran
pak rega: Jangan begadang lia
tidak ada keterangan buat keduanya
duaduanya chaotic evil aja lah
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Lusin
Short StoryBerdua tanpa makna, berada tanpa rencana. ©anyanunim, 2019 ⚠️ Mengandung beberapa adegan yang ambigu/mengganggu.