"Lia,"
"Hm?"
"Ibu orangnya suka buru-buru, ya..." kata Pak Rega dengan kekehan pelan di akhir.
Aku mengangguk, "Jelas banget ya."
"Iya," dia ketawa pelan. "Pulang sekolah begini juga beliau maunya langsung padahal 'kan bisa istirahat dulu kamunya, makan dulu apa dulu. Tapi saya juga gak bisa nolak, jadi, ya," dia putar kemudinya. "Maaf ya,"
"Gak apa-apa sih, lagian aku tau emang Ibu yang minta."
"Jadi?" tanyanya.
Aku noleh, "Bapak gak usah minta maaf."
Dia lirik aku singkat, "Ya, namanya juga orang tua sih. Soalnya Ibu saya juga gitu. Gak peduli saya suka atau enggak, kalau beliau minta ya saya harus nurut."
"Orang dewasa egois." kataku.
"Lia juga egois."
"Dih kok aku?!"
Pak Rega ketawa, "Bercanda, Lia. Marah-marah terus."
Aku kembali melempar pandangan.
"Lia,"
Menoleh lagi aku.
"Rambut Lia bagus, jangan diwarnain ya, nanti rusak."
"Iya,"
Aku mau loncat aja dari mobil bisa gak sih.
.
.
.Aku sudah mandi dan ganti baju, lalu aku keluar dan langsung ke ruang tamu. Takut Pak Rega kelamaan nunggu.
"Ck, bentar, Pak." kataku sambil balik lagi menuju kamar sebab balpoin tertinggal.
Aku kembali lagi ke ruang tamu dan mulai buka yang akan dibahas, aku juga ada tugas untuk besok dan aku lupa ngerjain.
"Lia," katanya pelan.
"Hng?"
"Kalo lapar makan dulu aja, saya tungguin santai aja hari ini jadwal saya cuma kamu." katanya.
"Enggak ah, biar cepet. Langsung aja, Pak." kataku sambil mulai buka halaman.
"Lia,"
"Saya gak laparㅡ"
"Kamu ganti parfum, ya?"
Sontak aku menoleh, kenapa sih muka Pak Rega senyum-senyum terus.
"Kok wangi?" masih katanya.
"Emang sebelum-sebelumnya aku bau?" tanyaku.
Pak Rega ketawa tanpa suara, "Enggak, kali ini beda." katanya.
Aku capek ya deg-degan terus gara-gara dia. Aku mulai baca materi sebelum tanyakan dia yang gak kumengerti, lupa kutandai.
"Wangi, Lia. Saya suka."
.
.
."Pembahasan hari ini sampai disini ya, masih ada yang mau ditanyakanㅡ"
"Gak."
Pak Rega kayak sedikit kaget.
"Gak ada, enggak." jelasku.
Perlahan deretan giginya yang rapi nampak, dia ketawa pelan.
"Gak usah grogi, Lia."
Ya Tuhan, dia, kenapa, sih?
"Sudah selesai?"
Ibu datang, aku dan Pak Rega berbarengan menoleh.
"Sudah, kalau begitu saya langsung pulangㅡ"
"Makan dulu disini, yuk. Ayo, makanannya udah siap semua." kata Ibu.
Aku mematung, kalau Pak Rega terkejut, aku lebih lagi.
"Makasih, Bu. Tapi sayaㅡ"
"Ayo, Pak Rega..." Ibu senyum dengan penuh penekanan. "Gak baik nolak rejeki. Kamu juga ayo makan, Kak." sambungnya ke aku kemudian beliau berlalu.
Setelah Ibu menjauh Pak Rega noleh ke aku, aku sama sekali gak ngerti tatapannya. Maka aku buru-buru berdiri saat itu juga.
"Ayo, makan, Pak."
Tapi Pak Rega cuma diam, jadi kulirik dia. Barulah dia berdiri, dia kayak sedang nahan ketawa.
"Ayo, nanti giliran ya,"
Aku gak ngerti jadi aku cuma natap dia, menunggu lanjutan kalimatnya.
"Nanti saya yang ajak makan, tapi diluar." dia mempersilahkan aku jalan lebih dulu.
"Sama Lia aja." lanjutnya pelan waktu aku mulai berjalan.
'jangan grogi lia'
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Lusin
Short StoryBerdua tanpa makna, berada tanpa rencana. ©anyanunim, 2019 ⚠️ Mengandung beberapa adegan yang ambigu/mengganggu.