A memory is a star or a stain.
Kalimat yang aku baca dari salah satu foto masih teringat terus di kepalaku.
"Balik?"
"Siapaㅡoh, iya."
"Bareng gas."
"Apa?"
"Bareng gue gas." ulangnya.
Jevian ngajakin pulang bareng? Diantara murid-murid yang lagi turun tangga, aku dan Jevian diam diantaranya.
"Gitu amat muka lo? Gak mau ya udah." dia mau menduluiku.
"Eh, mau!"
"Ya udah buruan." katanya yang mulai jalan cepet-cepet nyalip diantara murid-murid.
"Gue duluan, ya." pamitku ke Cindy dan Nadin. "Dihl tunggu! Jevian!"
Sesampainya aku dilantai dasar dia berdiri disana.
"Yuk."
"Lo tunggu di gerbang." katanya.
Sialan. Tau gitu aku gak harus ngejar dia tadi.
"Ck, gimana sih? Bilang dong!"
"Dih serah gue, dong? Lo tunggu. Kabur awas lo."
"Kok jadi lu yang sewot, sih?"
"Dah sana." katanya sambil berlalu ke arah parkiran.
"Lil? Gak jadi bareng Jevian?" tanya Cindy yang sampai di lantai bawah bareng Nadin.
"Jadi, suruh tunggu di gerbang."
Aku, Cindy, dan Nadin jalan beriringan.
"Lo balik sama siapa?" tanyaku ke Nadin.
Nadin cuma nunjuk Cindy sebagai jawaban.
"Gue pengen yang dingin." gumam Cindy.
"Belok dulu lah bisa." kata Nadin.
"Iya lah. Apa yang Cindy gak bisa." kataku.
Cindy ketawa, "Lo ikut kita deh."
Aku nggeleng, "Gue ada les."
"Akrab lo sekarang?" tanya Nadin.
"Lumayan." jawabku, lumayan dekat.
"Tapi kalo gue dikasih guru les bentukan begitu. Dari awal gue gak bakal banyak ngeluh kayak lo, Lil." masih kata Nadin.
"Yeeee, lo gak ngerasain, sih!"
"Kita duluan, ya." kata Cindy sambil nunjuk mobil dan supirnya yang udah nunggu.
"Oke."
"Lain kali ikut. Bolos sekali."
Aku ketawa. Aku gak mau bolos, tau! Gak lama Jevian datang setelah aku nunggu di gerbang. Tapi begitu Jevian berhenti didepanku malah ada yang panggil aku.
"Lia."
Pak Rega?
"Saya telepon kamu, astaga." katanya dengan ponsel di tangan.
"Oh? Dari tadi?" tanyaku.
"Coba kamu cek deh."
Aku buka ponsel yang ternyata aku silent. Ada lima belas text dan lima missed call.
"Maaf,"
Aku berbalik ke Jevian yang ada diantara aku dan Pak Rega, dia kelihatan santai nunggu aku bicara.
"Jevㅡeh bentar." aku berbalik lagi.
"Iya...?" sahut Pak Rega sambil senyum bahkan sebelum aku nanya.
Tahan, Lia.
"Bapak kesini buat?" tanyaku pelan.
"Ya mau jemput tuan putri lah buat apa lagi?"
Aku berbalik lagi ke Jevian.
"Kayaknya gue gak jadi bareng lo deh, udah ada yang jemput. Hehe. Sorry, ya?"
Raut mukanya masih datar sedatar-datarnya. Lalu matanya dilempar ke arah Pak Rega singkat.
"Cowok lo?" tanya Jevian.
"Engㅡ"
"Iya." jawab Pak Rega yang mendekat berdiri disamping. "Makasih, ya. Tapi Lily pulangnya sama saya aja."
"Oh, Oke."
"Sorry, Jev."
Jevian cuma ngangguk dan nurunin kaca helmnya.
"Bye." kataku seiring dia dan motornya melaju.
Berhubung sekolahku masuk ke jalan yang bukan jalan raya besar, Pak Rega bisa parkir diseberang. Lalu seperti biasa aku duduk didepan, disamping dia. Gak mungkin aku duduk di belakang.
"Disuruh Ibu?" kutanya setelah dia masuk.
"Hm? Menurut kamu?" malah nanya balik dia.
Aku diam, lalu keingetan sesuatu.
"Eh! Bapak kenapa bilang iya, sih?!"
Pak Rega ketawa. Tangannya bergerak narik seat belt yang mau dipakainya.
"Ih!!!"
"Emangnya kenapa? Anak cowok itu pacar kamu?"
"Y-ya bukan sih."
"Mantan pacar?"
"Bukan juga."
"Terus masalahnya apa? Bilang aja bercanda." katanya santai banget.
Bercanda. Aku gak jawab dia, aku cuma buang nafas kasar.
"Ngambek, hm?"
"Enggak."
ngetik ngedadak cuy
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Lusin
Short StoryBerdua tanpa makna, berada tanpa rencana. ©anyanunim, 2019 ⚠️ Mengandung beberapa adegan yang ambigu/mengganggu.