"Bu, Pak Rega mau pulangㅡBu? Ibu kenapa?" kataku setelah masuk kamar Ibu.
"Gak apa-apa, Kak. Cuma gak enak badan. Ibu tadi nyuruh adek beli obat tapi mana."
"Loh adek tadi keluar, Bu. Dijemput temennya?" kataku sebab tadi Jaden keluar setelah klakson mobil bunyi dua kali.
Ibu mijit pelipisnya, "Ya udah bilangin ke Pak Rega, Ibu lagi gak enak badan hati-hati pulangnya."
Aku ngangguk dan keluar.
"Ibu mendadak gak enak badan, Pak. Kata Ibu, hati-hati pulangnya,"
"Hm? Gak enak badan? Udah minum obat tapi?"
"Enggak, gak tau, belum, mungkin."
"Kalo gitu biar saya beliin dulu sebelum pulang?"
"Gak usah, Pak."
"Saya 'kan beli obat buat Ibu, Lia. Bukan buat Lia."
Aku mendesis panjang, Pak Rega ketawa.
"Tanya Ibu, butuh obat apa,"
Aku beranjak lagi ke kamar Ibu.
"Bu, kata Pak Rega biar dia beliin obat dulu sebelum pulang. Ibu butuh obat apa?"
"Oh ya? Pak Rega nawarin, Kak? Ya Tuhan. Bilang aja Ibu sakit kepala terus agak mual-mual juga dan lemes. Apotekernya pasti tau."
Apa ini? Aku berharap Ibu nolak, tau! Tapi yang kulakukan cuma keluar dari kamar Ibu danㅡ
"Oh iya, Kak."
"Apa lagi?"
"Belinya sama kamu jangan ngerepotin Pak Rega terus, pake uang kamu dulu nanti Ibu ganti."
Astaga, Ibu! Aku keluar dan langsung ke kamar, lalu kembali ke ruang tamu setelah pake jaket dan ambil uang.
"Ibu butuh obat, Pak."
Malam itu aku dan Pak Rega keluar dan beli obat buat Ibu. Keluar komplek rumahku sudah langsung ada apotek cuma kalau jalan memang agak jauh dari rumahku. Aku dan Pak Rega kembali masuk kedalam mobil setelah dapat obat yang Ibu minta, itupun Pak Rega yang beliin.
"Lia mau beli makanan gak?"
"Enggak, makasih."
Pak Rega mulai nyalain mobilnya dan putar balik.
"Lia,"
"Iya, Pak."
"Lia mau kuliah?"
"Gak harus tanya aku, Ibu pasti nyuruh." jawabku.
"Maunya ambil apa?"
"Gak tau, sasing mungkin."
Pak Rega gak jawab apapun lagi jadi aku juga gak bicara.
"Les akhir minggu ini mau diluar gak?" tanyanya.
"Boleh."
"Oke, nanti saya yang minta izin sama Ibu. Kalau misalnya diizinkan terus 'kan lebih baik dijadwalkan."
"Maksudnya?"
"Jadi les outdoornya rutin."
"Serius boleh, Pak?" tanyaku.
Pak Rega ngelirik singkat, "Boleh, dong. Belajar 'kan harus ada suasana barunya biar semangat."
"Aku mau, Pak."
"Oke, nanti saya usahain Ibu kasih izin, ya."
Entah kenapa aku suka kalau belajar diluar. Kayak, suasananya serasa luas gitu.
"Apoteknya deket, ya." katanya.
"Hng? Oh, iya."
"Padahal saya maunya jauh."
Tunggu sebentar, maksudnya apa?
"Pengen bisa lama-lama sama Lia."
Demi Tuhan aku gak bohong Pak Rega bikin aku agak takut sekarang. Kita sampai didepan rumahku.
"Makasih, Pak."
"Sebentar, Lia."
Tanganku yang udah mau buka pintu mobil mendadak diam. Karena Pak Rega gak kunjung bicara jadi kutoleh dia.
"Malem ini bakal begadang?" tanyanya.
Hah?
"Gak tau."
"Kalo Lia begadang, saya telepon, ya."
GAK ADA FOTO PAK REGA
lalu,
selamanya aku sangat menghargai tementemen yg memperhatikan detail dr ceritaku seneng bgt kalo ada yg sadar sm hal kecil kaya gini kalo ada tombol love buat komen aku love sebanyak mungkin!!!! mungkin yg lain jg ada cuma gak dikemukakan aja ^^ gak apa apa, terima kasih semuaaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Lusin
Short StoryBerdua tanpa makna, berada tanpa rencana. ©anyanunim, 2019 ⚠️ Mengandung beberapa adegan yang ambigu/mengganggu.