Satu

10.7K 544 18
                                    

- Happy Reading -

Dalam setelan busana bermerk mahal bernilai puluhan juta rupiah, Hinata melangkah anggun di lobby perusahaan milik ayahnya.
Matanya melirik sekilas pada beberapa orang yang berseliweran disekitarnya, hanya memandangnya sambil lalu.

Aroma semerbak dari parfum yang disemprotkan ditubuhnya, membuatnya semakin melangkah dengan mantap penuh percaya diri.
Aroma itulah yang membuatnya tetap hidup sampai sekarang, kebahagiaannya sekaligus kebanggaannya.

"Selamat pagi, nona Hinata."

Sekertaris ayahnya adalah lelaki dewasa dengan pakaian rapi bernama Hyuuga Neji.
Menyapa Hinata saat mereka berpapasan didepan pintu elevator yang mulai menutup.

"Selamat pagi."

Balasan yang diterima Neji bisa dikatakan cukup ramah, karena Hinata mengikutkan senyumnya disana.
Neji bukan hanya sebagai sekertaris ayahnya, lelaki itu juga sering bertindak sebagai penjaganya, meski Hinata tidak terlalu membutuhkannya.
Neji masih satu klan dengan Hinata, dalam status kasta yang satu tingkat dibawahnya.

"Neji-nii, apa ayah akan meeting dengan pihak Sabaku hari ini ?"

Hinata lebih sering memanggil Neji dengan sebutan kakak.
Dimana itu artinya, Hinata sudah benar-benar mempercayai Neji seperti keluarganya sendiri.
Lelaki itu terlalu baik untuk masuk ke daftar orang-orang yang tidak dipercayainya, dan Neji sudah bekerja bersama ayahnha sejak lama.

"Benar, Hiashi-sama akan meeting dengan mereka. Mungkin, akan makan siang bersama juga."

Neji mengatakannya setelah membuka tablet besar ditangannya, dimana benda elektronik itu berisi daftar meeting, pertemuan penting atau apapun yang harus dilakukan ayahnya.
Bisa dikatakan, itu sebagai jadwal harian ayahnya.
Meskipun kenyataannya, Nejilah orang yang membuat jadwal itu, menyusunnya dengan baik dan sekaligus mengingatkan tuan Hiashi yang kadang pelupa.

"Aku punya firasat tidak baik pada mereka, tetaplah waspada."

Neji mengangguk patuh, melempar senyum tipis tepat ketika pintu elevator terbuka di lantai 10.
Mereka memiliki tujuan yang sama, ruangan Hinata memang satu lantai dengan ruangan ayahnya, hanya terpisah beberapa meter dengan pantry sebagai penghalangnya.

"Saya permisi, nona Hinata."

Membungkuk sopan sebelum berbelok, Hinata sempat melempar senyumnya pada Neji, membiarkan lelaki itu memulai pekerjaannya.
Hinata tidak berniat mampir ke ruangan ayahnya, karena ada yang harus dikerjakan didalam ruangannya sendiri.
Hinata juga memiliki banyak pekerjaan yang harus dituntaskannya.
Belum lagi dengan rencana launching produk terbaru mereka yang kini berada ditahap akhir, semakin memperumit pikirannya.

Sejak Hinata menjadi bagian dari La Vien Ròse, Hyuuga Hiashi lebih sering membebankan pekerjaan padanya, menyisakan sedikit bagian penting untuk dikerjakan oleh ayahnya.
Hinata pernah memprotes kebijakan tidak adil itu, dan ayahnya hanya tertawa dengan wajah tampan yang menyebalkan.

"Shin Yumi annyeong,"

Yamanaka Ino menyapa dengan senyum lebar dan wajah ramah miliknya, membenarkan poni nya yang sudah terlalu panjang.
Perempuan bertubuh semampai itu menghampiri Hinata dengan membawa sebuah cairah parfum yang baru diekstraksi dari minyak kulit jeruk sunkist.

"Ini Jepang, Ino. Bukan Korea Selatan."

Mengambil sampel aroma yang terasa segar dalam penciumannya, Hinata mengernyit saat merasa jika aroma yang diperoleh masih terlalu menyengat untuk digunakan, terlalu kasar untuk sebuah produk parfum sekelas perusahaannya.

"Aku senang memanggilmu begitu. Bagaimana ? Terlalu kasar ?"

Terkikik dengan wajah senang, Ino bisa menebaknya dari ekspresi Hinata yang kini mengernyitkan hidungnya dalam-dalam.
Hidungnya sangat sensitif dengan berbagai aroma menyengat seperti itu, dan itu membuat Hinata kadang tidak nyaman.

PERFUMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang