Sembilan

3.2K 375 12
                                    

- Happy Reading -

Mengerutkan hidungnya saat mencium aroma yang begitu asing hingga membuat kepalanya pusing.
Hinata adalah orang tersabar dalam menghadapi Ino dan kegilaannya yang keterlaluan, dimana perempuan itu membuat entah ramuan apa hingga menimbulkan aroma yang membuat Hinata mual.

"Kau sedang merebus pakaian atau apa ?"

Dibalik masker penutup mulut yang dikenakannya, Hinata berteriak saat menghampiri Ino yang sedang asyik dengan malprakteknya yang membahayakan.
Nyengir lebar dengan wajah konyol, seperti tidak menyadari dosa apa yang dilakukannya.
Ino mengangkat bahu ringan, tidak peduli dengan omelan Hinata.

"Hinata, aku sedang menciptakan karya seni. Kenapa kau ribut sekali ?" Balasan dengan suara teramat santai.

Menepuk kepalanya, Hinata memilih untuk keluar darisana, merasa pusing sekaligus mual.
Entah apa yang sedang dibuat Ino, aromanya sangat mengganggu.
Itu seperti perpaduan aroma keringat,  asap rokok, kotoran hewan dan air liur.
Eughh ... membayangkannya saja sudah membuat Hinata mau muntah.
Seharusnya Hinata membuat penghargaan untuk Ino, dalam dedikasinya mengacaukan ruang lab.

"Apa yang sedang dibuat Ino ? Aroma mengganggu apa ini ?"

See, bahkan Neji yang cenderung tidak peduli saja mulai berkomentar.
Jadi, separah itu ramuan maut yang sedang dibuat Ino di dalam sana ?
Hinata menggeleng dengan wajah lelah, menutup hidung dan mulutnya, merasakan dorongan ingin muntah.

"Ayo pergi saja, nii-san. Biarkan saja perempuan gila itu berbuat seenaknya.
Jika sampai ia meledakkan lab karena ramuannya, aku akan langsung membunuhnya."

Hinata pasti tidak akan bisa memaafkan Ino, jika anak itu sampai membuat kekacauan parah di lab mereka.
Ia bahkan bertekad akan membunuhnya jika sesuatu yang buruk terjadi di lab mereka yang berharga.
Neji tertawa atas selorohan Hinata, berjalan menjauh darisana demi menyelamatkan elastisitas hidung mereka.

"Aku harus pergi, jaga dirimu." Neji menepuk bahu Hinata dengan pelan, berlalu darisana dengan langkah tergesa.

Hinata berjalan ke ruangannya, menjatuhkan tubuhnya ke kursi putar yang nyaman, Hinata memejamkan mata sambil berharap semua hal buruk lenyap dari pikirannya.
Dengan sebelah lengan yang menutupi matanya, Hinata menyamankan diri dengan menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi yang empuk, menghela napas berat yang terasa sesak dalam dadanya.

Pintu terbuka tanpa sebuah ketukan sebelumnya, Hyuuga Hiashi masuk ke ruangannya.
Itu bukan hal yang biasa, dimana anak ayah itu saling berkunjung ke ruangan masing-masing, pasti ada setidaknya satu hal penting jika terjadi seperti itu.
Menjauhkan lengan dari wajahnya, Hinata tidak terkejut saat mendapati ayahnya duduk disana dengan wajah datar seperti biasa.

"Neji bilang, kau akan bertemu dengan Uchiha hari ini." Katanya, suaranya terdengar aneh.

Hinata mengangguk lemah, sebenarnya ia melupakan agenda yang satu itu.
Jika saja ayahnya tidak mengungkitnya.

"Kurasa begitu." Sahutnya dengan ringan, dalam suara yang tidak terdengar antusias sama sekali.
Entah Hinata yang kelaparan atau jelas-jelas ia tidak berminat dengan bahasan ini ?

Mengangguk paham, Hiashi bertanya lagi, "Apa proyek itu berjalan lancar ? Sesuai rencana ?"

"Entahlah. Kurasa semua baik-baik saja. Kenapa ayah bertanya ?"

"Hanya ingin memastikan saja."

Hinata mencebik, mengangguk kecil.
Memangnya ia berharap apa saat ayahnya menanyakan hal itu ?
Hinata bahkan hampir lupa, bagaimana rasanya memiliki keluarga.
Tersenyum miris atas pikirannya sendiri, beginilah yang harus dijalaninya, Hinata bahkan tidak sudi untuk bicara dengan ibu tirinya yang terlihat semakin murahan belakangan ini.

PERFUMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang