Duapuluhdua

2.5K 247 5
                                    

- Happy Reading -

Jika memaafkan akan membuatnya menjadi orang baik, maka Hinata akan melakukannya.
Bertemu lagi dengan Naruto setelah sekian lama, rasanya sangat tidak nyaman dan canggung, karena mereka asing sekarang.
Hinata tidak sekejam yang dipikirkan orang-orang, terutama saat melihat tubuh kurus yang menyedihkan itu, rasanya iba.
Naruto terlihat jauh lebih kurus dari yang terakhir kali diingatnya, apa lelaki itu tidak menjalani hidupnya dengan baik ?

"Sudahlah, Naruto. Aku sudah memaafkanmu, jangan terlalu mengiba padaku."

Hinata merasa tidak nyaman saat lelaki itu memberi tatapan memelas yang sialnya malah membuat Hinata merasa seperti orang jahat.
Bukankah Hinata adalah korban yang sesungguhnya ?
Jadi, kenapa lelaki itu yang bertingkah seolah-olah dirinya adalah korban ?

"Aku sangat menyesal, Hinata. Aku ..."

"Kau memang harus menyesalinya. Jadi, terima ini dan biarkan aku pergi."

Hinata memotongnya dengan cepat, merasa muak saat harus mendengar pengakuan dosa yang terlambat.
Memberi sebuah undangan dengan dominasi warna putih dan navy blue, bangkit dari tempatnya dan berjalan menjauh darisana.
Hinata tidak harus menoleh lagi untuk memastikan reaksi apa yang diberikan Naruto saat melihat namanya dan Sasuke yang tercetak disana.

Berdecak kasar dengan wajah tidak tamah, Hinata merasakan dorongan untuk mengumpat saat mengingat bagaimana wajah memelas Naruto yang terus mengganggunya, membuat moodnya turun drastis.
Hinata tidak lagi membenci Naruto, ia sudah melewati fase itu.
Sekarang, Hinata merasa sangat kesal setiap kali melihatnya, hanya perasaan jengkel yang tersisa dalam dirinya.
Tapi yah, Hinata berharap semuanya akan baik-baik saja, bahkan ketika ia mengundang Naruto untuk datang ke pernikahannya.

Jalanan lenggang pada siang yang terang, saat Hinata kembali ke La Vien Ròse dengan pikiran yang masih tidak tenang.
Wajah cantik yang tampil dingin dan lelah, tersenyum seadanya untuk membalas sapaan dari orang-orang disekitarnya.
Hinata sudah melakukan banyak hal selama seharian ini dan sekarang ia tepar.
Sasuke tidak banyak membantu, karena lelaki itu juga harus mengurusi bisnisnya dan beberapa pekerjaan menumpuk karena cutinya demi menemani Hinata mengurus beberapa hal untuk pernikahan mereka.
Bahkan untuk acara menyebar undangan, sebagian besar dilakukan Hinata sendiri dibantu Ino dan Neji.
Hinata tidak masalah dengan itu, tidak menuntut Sasuke untuk terus menemaninya.
Tapi awas saja jika lelaki itu mengacaukan acara akad mereka, Hinata pasti akan menghajarnya sampai mati.

"Ada apa dengan wajahmu ? Kau bsrusaja menginjak kotoran ?"

Yamanaka Ino muncul mendadak, dengan segelas es americano di tangannya.
Mengamati Hinata yang berwajah masam dengan langkah lunglai menuju ruangannya yang melewati ruang pantry.

"Hmm, kotoran yang sangat besar."

Sahutan asal yang membuat Ino tertawa, mengikuti Hinata yang berjalan ke ruangannya dengan wajah masam yang belum hilang dari ekspresinya.
Ino sedang memikirkan siapa yang dimaksud Hinata, karena ada banyak kotoran besar disekitar Hinata.
Rival bisnisnya, orang-orang yang iri dengannya dan bahkan mantan pacarnya.
Tunggu, mantan pacarnya ? Jangan-jangan ..

"Uzumaki Naruto ?" Tebakan yang membuat Hinata mengangguk malas.

"Kenapa kau mau menemuinya lagi, Hinata ?"

Ino bertanya dengan suara gemas dan wajah tidak menyenangkan, tatapan awas mengamati Hinata yang melepaskan tasnya dan menempatkannya di sampiran.
Menghela napas dengan wajah lusuh itu, menatap Ino sekilas dan mengangkat bahu dengan ringan.
Hinata tidak akan mengatakan jika ia merasa kasihan dengan keadaan Naruto, karena itu hanya akan membuat Ino semakin terbakar dan tidak akan berhenti mengoceh di depannya.
Sesuatu yang akan membuat Hinata sakit kepala dalam jangka waktu yang lama.

PERFUMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang