12

631 81 4
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Dua hari setelahnya, Ike dibolehkan pulang. Ia hanya butuh istirahat yang cukup dan pola makan yang baik. Untung saja tidak ada penyakit serius yang menjangkitnya. Tata senang kini mamanya sudah terlihat sehat sempurna.

"Makasih ya, Radit," ucap Ike ketika sudah sampai di rumah.

Dua hari ini, Radit terus-terusan berada di sisi Tata. Menemaninya ke rumah sakit, membayar administrasi rumah sakit, sampai mengantar dan jemput gadis itu kemana pun. Tentu Ike akan begitu berterima kasih pada Radit karena sudah mendampingi putri satu-satunya selama ini.

Radit tersenyum. "Iya, Tan. Nggak apa-apa. Tata doang mah, gampang!"

"Makasih banget, Dit," ucap Tata tersenyum. Bibirnya melengkung sempurna.

***

Tata baru saja mau mengeluarkan ponselnya ketika Aurel mencecarnya dengan berbagai pertanyaan yang membuat gadis itu menghela napasnya.

"Kenapa nggak masuk? Kok Radit juga nggak masuk? Heh, lo berdua ke mana coba? Dua-duaan mulu. Jadian ya kalian? Apa ada masalah di rumah? Lo sakit?"

"Satu-satu, Rel...," kata Tata. "Mama gue sakit, bukan gue. Terus Radit nemenin gue, udah gitu."

Aurel ber-oh ria. "Ghani nyariin lu kemaren."

"Kenapa?"

"Ya nyariin, kemaren ke sini. Terus nanya Tata mana, gitu. Nggak tau mau apa," jelas Aurel. "Eh, tuh."

Baru saja dibicarakan, Ghani sudah berada di depan pintu kelas Tata. Tata yang sudah terlanjut melihat Ghani, mau tidak mau harus menemuinya.

"Iya, Ghan?"

"Kemarin nggak masuk? Kenapa?"

"Mama sakit," jawab Tata seadanya.

"Oh," sahut Ghani. "Kantin yuk?"

Beginilah yang membuat Tata tidak enak menolak ajakan Ghani. Laki-laki itu sudah menghampirinya sampai di sini, padahal jarak kelas mereka terpaut lumayan jauh. Kelas Ghani, MIPA 1 ada di lantai satu, sedangkan kelas Tata ada di lantai dua.

Akhirnya, Tata mengiyakan ajakan Ghani.

***

Tata duduk di satu bangku. Ia mengedarkan pandangan. Sialnya, Radit kembali menangkap sorot mata Tata. Gadis itu berdecak. Masalah lagi, Radit pasti ribut lagi.

"Kenapa, Ta?" tanya Ghani kembali dari memesan batagor pesanan mereka.

"Nggak," jawab Tata.

"GHAN!" seru suara sambil merangkul Ghani.

Tata menopang dahinya dengan tangan kanan. Di luar dugaan Tata, Radit malah menghampiri meja keduanya. Tidak tahu apa yang akan ia lakukan.

"Kemarin gue beli ikan cupang sama Tata," jelas Radit.

"Dit, tolong jangan mulai," ucap Tata kesal.

"Warnanya merah sama biru," sambung Radit. Ghani sudah menatapnya dengan tatapan antara heran, kesal, dan terganggu.

"Eh, Ta! Kayaknya mereka mandul!" seru Radit. "Dikawinin nggak nelur-nelur dah. Gue diakalin bapaknya. Padahal mau ternak cupang."

Sejak membeli ikan cupang di pasar waktu itu, Radit terus-terusan bertanya pada Tata apakah mereka akan punya anak berwarna ungu jika dikawinkan. Ternyata, menurut pengamatan Radit, cupang peliharaannya gabuk. Padahal, Radit berharap ingin punya cupang kecil berwarna ungu. Imut, katanya.

"Ya terus, Dit? Ampun!" Wajah Tata penuh tanda tanya. Malu sekali di hadapan Ghani.

"Apaan sih, Dit." Akhirnya, suara Ghani keluar. Nadanya terlihat jelas bahwa ia terganggu. Laki-laki itu tidak senang dengan kedatangan Radit, tentu saja.

"Nggak, mau ganggu lo aja," kata Radit. "Nggak boleh berduaan sama Tata, tau."

Tata menatap Radit dengan alis yang menyatu. Mengisyaratkan, apaan sih lo?

***

[✔] Not a Good Childhood Friend - 31DWCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang