***
Pelajaran sudah selesai, saatnya pulang!
Tangan Tata sibuk memasukkan alat tulis-menulis ke tempatnya. Setelah dirasa semua masuk, Tata membereskan seluruh bukunya.
"Arintatatatatatata!" Suara menggema di seluruh sudut kelas.
Kebiasaan, sesuai pulang sekolah Radit selalu berteriak dengan super ceria di depan pintu kelasnya. Lalu mengajak gadis itu pulang bersama. Itu semua karena rumah mereka berdekatan. Jadi, ya sekalian saja.
Tata menoleh ke arah suara. "Apa sih, Dit! Nggak usah malu-maluin!"
Tangan Tata menenteng tasnya lalu berjalan keluar kelas, menuju ke arah Radit yang dari tadi sudah menunggunya di depan pintu.
"Ayo pulang!" kata laki-laki itu ceria.
Radit meletakkan tangan kirinya di pinggang. Maksudnya, biar Tata menggandengnya. Ala-ala kalau mau masuk ke ruang dansa.
"Nggak danta lu." Tata menyenggol tangan Radit.
"Dih."
"Eh, lu boong sama gue ya?" tuduh Tata sambil berjalan beriringan dengan Radit.
"Dosa, tau," sahut Radit. "Boong apa?"
"Katanya nggak tau sepatu Nike abu-abu! Itu di Instagram lu ada foto sama Ghani pake sepatu itu," cerocos Tata.
"Apa sih? Gue emang nggak tau, kok."
"Tapi kan dia temen lu," sanggah Tata dengan segala nada tidak enaknya. "Apa sih? Kenapa boong segala?"
"Siapa yang boong? Gue nggak boong!" Radit mulai merasa kesal. Kenapa dengan gadis satu ini?
"Lu sering basket bareng dia kan? Harusnya tau!"
"Apa sih, lo? Kenapa jadi ngotot?" kata Radit. "Kan gue basket main bola! Bukan ngeliatin sepatu orang!" Nada Radit meninggi.
Tata terdiam. Bisa jadi, sih.
***
Di kamarnya, Radit memikirkan pertikaian kecil yang menyebabkannya sedikit meninggikan suara pada Tata. Radit akui, tadi ia memang berbohong.
Tapi kenapa peduli banget sih? Segitu pentingnya apa?
Kepala Radit menoleh pada jendela kamarnya yang terbuka. Tepat di seberangnya, ada jendela kamar Tata.
Kemudian, suara menyebalkan kembali terdengar. Sering sekali seperti ini kalau malam sudah menjelang. Begitu keras sampai tetangga sebelahnya—Radit—ikut samar-samar mendengarnya.
Orang tua Tata bertengkar lagi.
Radit beranjak dari kasurnya, menengok jendela seberang kamar. Jendela Tata tertutup gorden. Hanya siluet samar gadis itu yang terlihat.
Radit Ganendra : Turun dong, temenin gue keluar yok
Setelah beberapa menit Radit mengirimkan pesan itu, notifikasi ponselnya berbunyi.
Arintatatata : Males, ga mood
Nama Tata yang sudah diubah sendiri di kontak Radit terpampang.
Radit Ganendra : Ayo kek taaa
Arintatatata : Ish
***
"Cantiknya, Tuan Putriku!" sambut Radit ketika akhirnya Tata mau turun menemuinya.
Tidak ditanggapi oleh Tata, Radit memilih membukakan pintu mobil untuk Tata. Masih belum tahu akan diajak ke mana gadis ini.
"Are you okay?"
"I supposed to be," sahut Tata menghela napas. "But, I'm not."
Radit mengelus pelan pucak kepala Tata yang kini menghadap ke luar jendela mobil.
Seharusnya, masalah keluarga menjadi masalah internal. Setidaknya itu yang ada di pikiran Tata. Namun, si Radit sialan ini, selalu mau tahu dan selalu mau mencampuri segala urusan Tata, apapun itu.
Gadis di sebelah Radit kembali menghela napas. Sikap Radit yang jemawa ini kadang membuat ia merasa masih memiliki seseorang untuk mengeluarkan perasaan jujur dan berkeluh kesah. Tata suka perasaan itu, perasaan tidak sendirian.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Not a Good Childhood Friend - 31DWC
Ficção AdolescenteBukannya apa-apa, masalahnya Radit ini menyebalkan sekali bagi Tata. Ia selalu mau tahu urusan Tata, selalu merecoki apa pun yang menjadi masalah Tata, bahkan sampai meributi siapa pun yang mendekati Tata. Sampai sedetail itu, makanya Tata sering ke...