***
Tata yang kembali duduk di sisinya membuat Radit tersenyum tertahan. Ia puas, gadis itu mau menuruti keinginannya.
"Nggak usah bacain lah, intinya aja," kata Tata. "Ngajak jalan dia."
"Ke?"
"Mana gue tau," kata Tata menaikkan dua bahunya.
Radit berdecak. "Nggak usah berangkat dong, Ta."
"Suka-suka gue dong?"
Sekali lagi, Radit berdecak.
"Udah, ah. Mau balik, udah malem," kata Tata berdiri.
"Kondisi rumah oke?"
Tata menunjukkan simbol okay dengan tangannya. "Duluan, ya?"
Radit mengangguk.
***
"Ta! Dicariin tuh!" seru Aurel pada Tata yang duduk di bangku belakang.
"Hah? Siapa?" Tata mencopot salah satu earphone-nya.
Jam istirahat sudah tiba, Tata memilih duduk di bangku pojok belakang bersama lagu favoritnya dan mengerjakan tugas mata pelajaran selanjutnya yang seharusnya ia kerjakan tadi malam.
"Ghani," kata Aurel tanpa bersuara.
Tata mengangguk. Ia kemudian meletakkan alat tulisnya dan beranjak ke depan.
Benar saja, di depan pintu sudah ada sosok Ghani menunggu kehadiran Tata. Laki-laki itu memasukkan tangan kanannya ke saku celana. Perawakannya tinggi, selisih sedikit dengan Radit. Anak basket, sih.
"Hei," sapa Tata.
Ghani berbalik. "Nganggur?"
"Eh?" Tata heran. "I... ya?"
"Temenin ke kantin?"
"Oh, oke. Boleh," Tata mengiyakan.
Mereka berjalan beriringan menuju kantin, setelah sebelumnya Tata menengok kanan dan kiri. Ia cuma memastikan kalau tidak ada Radit di sana.
***
Tata memesan soto dan satu es teh, sedangkan Ghani memesan makanan yang sama dengan Tata, ditambah satu gelas es jeruk. Mereka mencari bangku kosong.
Sejak pertama duduk saja, banyak mata sudah menatap keduanya. Dapat dipastikan, Ghani sosok yang cukup populer di antara anak-anak SMA Negeri 21. Tata memilih diam dan tidak peduli pada siapa pun yang akan menggosipkannya, ia malah mencari-cari sosok Radit di sana.
"Mampus," umpat Tata lirih ketika matanya bertemu dengan Radit.
"Kenapa, Ta?" tanya Ghani.
"Eh, enggak. Nggak apa-apa," sahut gadis itu.
Radit berdiri lalu berjalan pergi dsri kantin setelah bertemu mata dengan Tata. Tata tidak mengerti kenapa Radit sebegitu tidak maunya Tata berhubungan apa pun dengan Ghani.
***
"Pulang sama siapa?" tanya Ghani di depan kelas Tata. Laki-laki itu sudah berada di sana setelah bel pulang berbunyi.
"Gue."
Tata dan Ghani otomatis menolehkan kepalanya ke arah suara. Radit dengan muka kesalnya—yang menurut pandangan Tata begitu jelas— berdiri menenteng tas di salah satu bahunya.
"Eh? Mmmm," Tata berujar tak enak.
"Biasanya lo juga pulang sama gue, kan?" Radit kembali bersuara.
"Iya, iya. Mmm..., sorry, ya, Ghan. Gue pulang sama Radit," ucap Tata.
"Oh, iya udah. Nggak apa-apa. Justru gue sorry udah nunggu nggak pake nanya," kata Ghani. "Ya udah, duluan ya, Ta, Dit."
"Iya, ati-ati, Ghan," ucap Tata. Sedangkan Radit membisu menatap kepergian laki-laki itu.
"Kok lu tiba-tiba di sini?" Tata menoleh ke Radit setelah Ghani cukup jauh.
"Kenapa? Nggak mau? Mau pulang sama Ghani? Iya?" kata Radit. "Ya udah, gih." Radit mendorong pelan lengan Tata, menyuruh mengejar Ghani.
"Apa sih? Enggak!" sanggah Tata. "Kok jadi marah?"
"Kan dibilang jangan! Gue nggak suka!" ucap Radit.
Radit tetap Radit yang ragib mencampuri semua urusan Tata. Semuanya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Not a Good Childhood Friend - 31DWC
Teen FictionBukannya apa-apa, masalahnya Radit ini menyebalkan sekali bagi Tata. Ia selalu mau tahu urusan Tata, selalu merecoki apa pun yang menjadi masalah Tata, bahkan sampai meributi siapa pun yang mendekati Tata. Sampai sedetail itu, makanya Tata sering ke...