***
Radit memasukkan satu sendok pempek beserta kuahnya ke mulut. "Ta, buru-buru nggak?"
"Sejak kapan gue pernah buru-buru pulang?" kata Tata santai sebelum akhirnya melakukan yang Radit lakukan.
"Temenin cari cupang, yuk?" ajak Radit.
"Hah?" Tata melongo.
"Bau!"
"Gundulmu!" Tata mendengus. "Kenapa tiba-tiba cupang coba? Otak lu kurang berapa ons sih?"
"Ya kalo keong nyarinya susah sekarang!"
Tata sudah tidak habis pikir dengan laki-laki satu ini. Random sekali pikiran dan keinginannya. Sebentar-sebentar mau cupang, nanti mau keong, besok mau kelinci. Pikirannya juga sama tidak jelasnya, seperti: "Ta, kenapa ya ada tahu isi Sumedang? Kebayang nggak sih masukinnya sesusah apa? Sumedang kan gede banget." atau, "Ta, kalo misal makanan sehat kadaluwarsa kan jadi beracun nih, kalau racun kadaluwarsa jadi sehat nggak ya?". Ya, begitu kelakuan Radit yang membuat Tata berkali-kali menghela napasnya.
"Di mana?" Tata pasrah sudah. Turuti saja maunya Radit, dari pada lelah berdebat.
"Pasar? Apa pet shop?"
"Pet shop mana ada, Radit..., ya ampun!"
"Kan cupang binatang peliharaan, Ta?"
"AUK!" Tata memilih melanjutkan pempeknya yang tinggal sedikit.
"Kok nggak ada sih, Ta? Emang kenapa?"
"Nggak tau, Dit," jawab Tata malas. "Belum pernah punya pet shop. Besok bangun dulu deh, ya."
***
Suasana pasar sudah tidak seramai saat pagi hari ketika ibu-ibu mencari bahan makanan segar. Namun, tetap saja Tata dan Radit harus berusaha ekstra menyela orang-orang yang lewat karena jalan yang sempit. Padahal, Tata sangat tidak suka suasana geridit pidit begitu.
"Ih, imut banget, Ta!" kata Radit berjongkok di depan ikan-ikan cupang yang di letakkan dalam botol kaca bening.
Tata menghela napas. Ia agak malu sebenarnya, tapi kalau tidak dituruti Radit bisa ribut seharian.
"Ta, yang mana ya? Biru apa merah?" tanya Radit. "Pak, yang cewe mana? Yang cowo mana?"
Bapak penjual ikan cupang yang sedikit heran itu menunjuk dua ekor ikan cupang, satu jantan berwarna merah dan satu betina berwarna biru.
"Ta, kalo mereka dikawinin anaknya bakal warna ungu nggak ya?"
"Nggak tau, Dit. Nggak tau," jawab Tata.
"Ih, Tata!"
***
Tata melepas helmnya ketika sudah mencapai di depan gerbang rumahnya. Ia menatap Radit yang begitu ceria mendapat dua ekor ikan cupang. Padahal, tadi mukanya kesal sekali waktu Ghani mengajaknya pulang.
"Duluan," kata Tata singkat.
"Makasih ya, Ta, udah nemenin."
"Iya, makasih udah diajak," ucap Tata.
Kedua remaja itu sedikit tersentak ketika mendengar suara barang terbanting. Asalnya dari dalam rumah Tata. Tata terkejut, takut kalau ada yang terluka di dalam.
"Ke rumah gue dulu, yuk?" ajak Radit. "Main sama ini, nih!" Radit menunjukkan dua ikan barunya.
"Mama gimana, Dit?" Tata cemas sekali.
"Gue deh, yang masuk, ya?"
"Tapi, Dit. Papa kan...,"
"Nggak apa-apa. Dari pada lu yang kena, kan?" kata Radit menenangkan Tata yang kini wajahnya berubah cemas. "Tunggu dulu, gue tengok bentar."
Radit melepas helmnya dan meletakkannya di spion. Ia melangkah masuk setelah menepuk pelan puncak kepala Tata.
"It's okay, you don't need to worry about anything," kata Radit.
Tata berjongkok menutup wajahnya. Suara barang terbanting—atau dibanting—kembali terdengar beberapa menit setelah masuk.
Kemudian, Papa Tata—Adi—keluar dari rumah. Melengos menatap Tata yang ketakutan. Adi masuk ke mobilnya yang sudah terparkir di luar. Lalu mengendarainya menjauhi rumah.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Not a Good Childhood Friend - 31DWC
Novela JuvenilBukannya apa-apa, masalahnya Radit ini menyebalkan sekali bagi Tata. Ia selalu mau tahu urusan Tata, selalu merecoki apa pun yang menjadi masalah Tata, bahkan sampai meributi siapa pun yang mendekati Tata. Sampai sedetail itu, makanya Tata sering ke...