24

548 70 2
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Akhirnya, bel pulang berbunyi. Tata buru-buru menenteng tasnya sambil membawa botol mineral di tangannya. Tadi, ia tidak jadi memberikannya pada Radit, diawasi Bu Hanin soalnya. Kalau dikira pacaran atau apa-apa, bisa panjang urusan. Jadi, Tata memilih pamit.

Gadis itu berjalan ke arah kelas Radit. Sesampainya di sana, Tata menengok ke dalam kelas. Suasana sudah sepi, cuma tinggal Radit yang bersandar di bangku dengan keringat yang mengucur di leher dan mata yang terpejam. Tata melangkah memasuki kelas.

"Bandel sih," kata Tata yang kini berada di belakang Radit, menatap wajah kelelahan Radit dari atas. Ia menempelkan botol mineral tadi di pipi Radit.

Laki-laki itu membuka mata perlahan. "Panas banget, gila. Neraka bocor apa gimana? Lu nggak nutup pintu ya tadi pas keluar dari sana?" Radit menerima botol pemberian Tata dan segera menenggak isinya.

"Gundulmu!" Tata mendengus. "Makanya, kan gu—"

"Iya, Ta. Ampun dah," potong Radit. "Tapi kalo buat lu, nggak papa deh."

"Halah, males."

"Ta, coba deh pegang jidat gue, panas nggak?" tanya Radit kembali mendongak, menatap Tata di atasnya. Mimiknya berubah serius.

Tata meletakkan tangannya di atas dahi Radit, sesuai permintaannya. Namun, selanjutnya yang terjadi adalah tangannya ditindih tangan Radit, dipaksa terus-menerus di sana.

"Bentar, tangan lu dingin. Enak," kata Radit kemudian memejamkan matanya sebentar.

Tata berdecak. Sial, jantungnya kumat lagi. Berdetak terlalu keras sampai pemiliknya takut akan terdengar di seisi kelas. Tata menolehkan wajahnya ke samping dengan posisi tangan masih di dahi Radit. Kalau sampai Radit melihat wajahnya, pasti akan diejek habis-habisan karena wajahnya kini sudah berubah agak merah.

Anying.

"Dit, udah sepi nih. Ayo, keluar. Ntar dikira ngapa-ngapa lagi," ajak Tata setelah beberapa menit. Heran, Radit betah sekali di posisi begitu, memegang tangannya.

Akhirnya, Radit membuka mata. Ditariknya tangan Tata turun sedikit.

"Radit! Apa sih tiba-tiba!" seru Tata terkejut ketika tangannya kembali dikecup Radit. Sialan, anak ini mengulanginya lagi.

Radit melepas tangan Tata, lalu berdiri. Ia terkekeh. "Jangan salting, Ta."

"Ya lu sih, tiba-tiba! Mana siap gue!" kesal Tata.

Radit mengulang aksinya dengan cepat. "Kalo gini, udah siap kan?" Tawa Radit semakin kencang melihat Tata cemberut, antara kesal tapi juga salah tingkah.

Radit menenteng tasnya, berlari kecil ke luar kelas sebelum kena pukul Tata. Lagian, takut juga dikira sedang merumbu di kelas. Bisa bahaya kalau ada gosip miring begitu.

Tata yang tertinggal masih cemberut sambil berjalan mengikuti Radit. "Kalo baper siapa yang tanggung jawab, hah?" tantangnya.

"Gue lah, Ta."

Debar jantung Tata bertambah kencang mendengar jawaban Radit dengan nada dan mimik yang tidak kelihatan seperti bercanda.

Sial.

***

[✔] Not a Good Childhood Friend - 31DWCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang