PP-10

9.2K 331 4
                                    

*****

Nadilla membawa banyak belanjaan ke kontrakannya. Dia tersenyum lebar memandang semua itu. Ada beberapa lembar baju untuknya juga Dirly. Ada beberapa makanan yang selama beberapa waktu ini ingin dia makan namun tidak mampu membeli. Sushi, sashimi dan makanan Eropa juga. Banyak sekali hingga Dilla sendiri ragu apakah dia sanggup menghabiskan semua itu dengan Dirly tentu saja. Yang harus dia lakukan adalah, menunggu kepulangan kekasihnya. Dirly akan pulang menjelang senja nanti, jika pekerjaannya tidak ada yang salah. Dilla sudah tidak sabar untuk melihat ekspresi pria itu. Pasti bahagia, karena Dilla juga membeli makanan favorit Dirly. Soto Pekalongan.

"Aku pulang..." Kata Dirly sambil masuk ke dalam. Dia mengerjap beberapa kali takut matanya sudah error karena melihat banyak sekali makanan terhampar di hadapannya.

Dirly menatap Dilla yang tengah tersenyum riang. "Kejutan!" Kata gadis itu.

Dirly duduk dengan gerakan lamban. Masih kaget. "Ini...apa?" Bisiknya menunjuk semua makanan yang ada di depan mereka.

Dilla tersenyum semakin lebar. Gadis itu benar-benar senang dengan reaksi Dirly, "aku membeli semuanya. Kebetulan aku sedang ingin semua ini, gimana? Kamu suka?"

Dirly diam. Dia tidak pernah memberi uang banyak pada Dilla hingga gadis itu bisa membeli semua makanan itu. Lalu darimana gadis itu mendapatkan semua ini? Dilla terus mengatakan jika dia tidak bisa menggunakan fasilitas ayahnya karena tidak mau di lacak.

"Darimana uangnya?" Dirly menatap gadisnya. Segala skenario menari-nari di otaknya dan semua itu tidak bagus!

Dilla menggandeng tangan Dirly, "tadi siang aku ketemu Dira. Dia yang kasih aku ATM," katanya.

Dirly melepaskan tangan Dilla dari tubuhnya. Menatap gadis itu sungguh-sungguh, "jadi kamu berpikir aman menggunakan kartu itu?" Bisiknya tajam.

Dilla tersenyum, "kamu tidak usah cemas. Dira kasih ATM yang dia dapat dari pria itu. Jadi papa tidak mungkin tahu."

"Pria itu?" Ulang Dirly dengan alis terangkat.

Dilla mengangguk, "iya, suaminya. Atau boleh aku bilang, pria yang di paksakan pada hubungan kita," ujarnya sakit hati.

Dirly mendesah. Kembali memandang ke semua makanan itu. Pikirannya berkecamuk.

"Sudahlah, kita makan saja! Kamu suka soto ini kan? Sudah aku panaskan, ayo makan," desak Dilla.

Dirly diam saja. Tidak tahu harus bagaimana. Tidak ada yang tahu apa yang tengah dia pikirkan. Bahkan Dilla. Gadis itu masih terus mendesak agar Dirly makan.

Aku pria tidak berguna...

*****

Nadira memelototi Rillian dari seberang meja, tak mengacuhkan makanan yang sudah di masak mbok Narti untuk makan malam mereka. Sementara pria yang tengah dia pelototi, malah asyik makan. Bersikap seolah Dira tidak eksis di dunia ini.

Mengesalkan.

"Mbok, apa yang mbok katakan tentang orang yang suka melotot waktu aku kecil itu?" Tanya Rillian tanpa mengalihkan kesibukannya dari makanan.

Mbok Narti memandang kedua majikannya dengan bimbang. Dia sebal karena selalu terjebak di situasi seperti ini. Oh, dia gemas sekali pada dua orang itu! Rasanya dia ingin mengurung keduanya di dalam kamar selama sebulan dan melihat apa yang akan terjadi.

"Kenapa mbok diam? Aku lupa tentang itu, jadi apa yang akan terjadi pada orang yang suka melotot?" Kali ini Rillian memandang ke wanita tua yang berdiri di sampingnya. Membuat wanita itu bergerak tidak nyaman.

Pengantin PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang