PP-30

7.1K 239 3
                                    

*****

Dirly datang ke alamat yang di berikan Gian padanya beberapa hari lalu. Dia ingin semua ini jelas. Dia tidak mau Dilla marah padanya terlalu lama karena masalah ini. Dengan helaan nafas panjang, Dirly mengetuk pintu sederhana itu dua kali dan menunggu dengan jantung bergemuruh tegang.

Kemudian pintu terbuka dan muncullah seorang pria tua dengan rambut yang hampir semuanya memutih. Pria itu menatap Dirly dengan bingung.

Dirly mengangguk sopan, "maaf...apa bapak yang bernama Pak Rahmat?" Tanyanya.

Pria tua itu mengangguk, masih menatap Dirly.

Dirly mencoba tersenyum meskipun sulit. Pria ini yang menjadi saksi kecelakaan yang menyebabkan orangtuanya meninggal. Pria ini lah kunci yang akan membawa Dirly ke kebenaran.

"Kamu ini siapa, Anak Muda?" Tanya Rahmat.

"Saya Dirly, Pak."

"Dirly?"

Dirly mengangguk, "saya datang karena...ingin mencari tahu tentang kecelakaan dua puluh tahun lalu."

Wajah Rahmat langsung pucat pasi mendengar itu. Dia menatap Dirly dengan was-was.

"Saya...saya anak dari korban kecelakaan itu," tambah Dirly tegar.

Rahmat mendesah panjang. Sudah sekian tahun dia hidup di bayangi rasa bersalah. Akhir-akhir ini, dia terus di ganggu masalah ini. Ada saja yang datang untuk membicarakan hal ini. Kenapa semua orang tidak membiarkannya untuk hidup tenang menghabiskan masa pensiunnya saja? Kenapa semua orang seolah berkomplot untuk mengganggunya?

"Saya tidak ada urusan dengan hal itu, Anak Muda." Kata Rahmat akhirnya.

Dirly membelalak, "tapi, Pak...Anda kan..."

'BLAM'

Pintu rumah itu langsung di tutup tepat di depan wajah Dirly. Pria itu mendesah kecewa, menggigit bibirnya dengan cukup kencang agar tidak berteriak marah. Dia cuma mau mencari kebenaran akan siapa yang sudah menabrak kedua orangtuanya!

Apa itu salah?!

Dirly mulai menggedor pintu berkali-kali, "Anda harus membantu saya, Pak! Tolong...!!!"

Tapi tetap saja tidak ada yang membuka pintu. Dirly menghela nafas dan mundur teratur. Dia tidak boleh menyerah. Mungkin hari ini pak Rahmat tidak mau bicara, tapi Dirly akan terus datang dan membujuk pria tua itu sampai mau bicara.

"Katanya Anda teman mendiang ayah saya? Apakah begini caranya bersikap pada anak teman Anda, Pak?" Kata Dirly sebelum meninggalkan rumah petakan itu.

Tapi dia akan terus kembali sampai mendapatkan kebenaran.

*****

Evan melemparkan sebuah pulpen dan sukses mengenai kepala Rillian yang sejak tadi sibuk mondar-mandir di ruangannya. Membuat Evan kesal.

"Ada apa dengan lemparan ini?!" Sengat Rillian.

Evan memutar matanya, "apa kamu tidak pusing terus-menerus berbuat begitu? Kamu mau menjadi manusia setrika?" Ejeknya.

"Tidak lucu," sinis Rillian.

Evan tertawa, "aku tahu, kamu begini pasti karena istrimu, benar?"

"Tch!" Rillian duduk di kursinya dan menatap nanar ke arah Evan yang masih cengengesan seperti orang sinting.

"Jadi, kamu ikuti saranku dan tidak mendapatkan sebuah petunjuk sedikitpun?" Tanya Evan.

Rillian menghela nafas panjang, "aku lakukan ide tolol itu. Lalu apa? Aku cuma melihat dia bermain-main dengan pria sialan itu juga seorang gadis yang entah siapa! Mereka bersenang-senang!"

Pengantin PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang