*****
Nadilla keluar dari mobil dan berlari dengan tergesa setelah mengucapkan terimakasih pada sosok yang sudah berbaik hati mengantarnya ke rumah sakit. Saat ini perasaannya tidak menentu. Cemas. Setelah mendengar kabar bahwa ayahnya masuk rumah sakit, dia langsung bergegas meninggalkan pekerjaan.
"Ma!" Seru Nadilla kala melihat sosok Tasya tengah berdiri cemas di luar ruang IGD.
Mereka berpelukan.
"Bagaimana Papa?" Nadilla melepaskan diri.
Tasya menarik nafas panjang, mengusap air mata yang mengembun di pelupuk matanya yang berwarna coklat, "Mama juga tidak tahu. Tapi... sepertinya terkena serangan jantung atau apalah..." Ujarnya tanpa daya.
Kini kedua wanita itu sama-sama memandang ke arah pintu IGD yang masih tertutup. Berdoa untuk kesehatan pria yang mereka sayangi.
Papa harus baik-baik saja, pikir Nadilla frustasi.
Tidak jauh dari tempat mereka, Evan mengerutkan kening. Tidak menyangka jika Harry Aurelie lah yang di rawat. Kenapa tidak ada sosok Nadira di antara mereka, Evan tidak mengerti. Apakah Nadira belum tahu jika ayahnya di rumah sakit?
Evan segera menghubungi Rillian untuk menanyakan hal itu.
"Aku tidak tahu. Aku sedang sibuk. Tapi aku akan hubungi gadis itu," Rillian terdengar buru-buru, entah apa yang di lakukan pria itu saat ini.
"Mertuamu sedang sakit dan kau bilang sibuk? Kau sudah sinting?" Tukas Evan tidak habis pikir.
Di seberang sana Rillian menghembuskan nafas lelah, "maksudku bukan begitu. Sudahlah. Aku tutup ini dan akan pulang menjemput Dira," cetusnya.
Evan mendengus, menyimpan kembali ponselnya.
Kenapa aku malah memikirkan mereka? Evan membatin saat dia tengah memperhatikan ibu anak yang saling menguatkan di sana.
*****
"Dasar bodoh! Kenapa aku mau saja menemui wanita itu?!" Sungut Rillian, memukul kemudi mobil. Dia sudah datang ke restoran yang sudah di tentukan. Berharap mendapatkan kejelasan. Tapi apa?! Setelah beberapa lama, wanita itu malah tidak juga menampakkan batang hidungnya! Sialan! Buang-buang waktu saja!
Begitu sampai di unit, dia melihat Nadira tengah duduk santai di depan televisi. Ini membuat Rillian semakin heran.
"Dira, kita ke rumah sakit," ujar Rillian.
Nadira mendongak, menatap suaminya dengan kening berkerut, "untuk apa?"
Rillian mendengus tidak sabar, "sudahlah! Ikut saja, cepat!"
Nadira melengos, "aku tidak mau pergi ke manapun denganmu tanpa alasan jelas!" Finalnya.
Rillian menggusuk rambut. Bagaimana caranya mengatakan kabar itu pada Nadira coba?! Dia tidak mau gadis itu cemas! Ughh!
Akhirnya, Rillian menarik Nadira dengan paksa. Mengabaikan pekikan protes dari gadis itu. Rillian terus menarik.
"Lepas, ih! Sakit tahu!"
Rillian tidak peduli.
"Sebenarnya ada apa sih?!" Tuntut Nadira begitu mereka sampai di samping mobil dan Rillian terpaksa melepaskan cengkraman tangannya pada Nadira.
"Ayahmu masuk rumah sakit," jawab Rillian.
Nadira memucat dan langsung masuk mobil. "Kalau begitu cepat bawa aku ke sana!" Teriaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Pengganti
RomantizmBercerita tentang saudari kembar. Nadilla Aurelie dan Nadira Aurelie, tumbuh kembang bersama tanpa kurang suatu apapun. Nadira atau Dira, sangat sayang pada kakaknya, Nadilla, meskipun usia mereka terpaut beberapa menit saja. Dia terbiasa mencintai...