*****
Rillian membuka matanya untuk pertama kali pagi itu. Dia terbiasa bangun jam empat subuh. Kening pria itu berkerut samar saat menyadari sebuah lengan tengah melilit perutnya. Lengan yang lebih kecil dan lembut. Kemudian dia ingat semuanya. Rillian kontan menahan nafas ketika di belakangnya ada pergerakan. Dia juga terbiasa tidur tanpa bergerak. Jadi, jika saat akan tidur di berada di posisi A, maka ketika bangun juga akan begitu.
Rupanya hal itu tidak berlaku untuk teman tidur Rillian malam ini.
Dengan amat perlahan dan penuh kehati-hatian, Rillian berusaha memindahkan lengan Nadira agar dia bisa bergerak. Tidak mudah. Butuh perjuangan dan kesabaran ekstra.
"Hmmm...hmmm..." Gumam Nadira begitu Rillian sukses menyingkirkan lengan gadis itu dari perutnya. Dia membalik posisi. Guling yang di jadikan brikade keamanan oleh Nadira sudah hilang entah kemana. Mungkin ke lantai, Rillian tidak tahu. Nadira tidur dengan posisi telentang dan mulut sedikit terbuka.
Rillian terkekeh tertahan. Ingin sekali dia mengabadikan moment itu. Tapi dia mengurungkan niatnya. Mereka kan baru saja berdamai.
Menghela nafas panjang, Rillian bersiap akan beranjak dari ranjang. Tapi lagi-lagi lengan Nadira menahan!
Sial! Rillian merutuk. Memandang lengan Nadira yang memeluk pinggangnya dengan posesif. Sementara Rillian sudah duduk di tepi ranjang. Belum sempat berdiri.
Dengan susah payah, Rillian kembali mencoba memindahkan tangan itu.
Puk.
Rillian meletakan si tangan ke tempat yang semestinya. Tapi dia keliru. Itu justru membuat Nadira sontak membuka matanya dan membelalak. Sedetik, gadis itu sudah bersiap untuk berteriak kencang. Tapi Rillian buru-buru membungkam mulutnya.
Nadira melotot.
"Aku bakal lepasin kalau kamu tidak teriak," ujar Rillian.
Nadira mengangguk cepat.
Rillian menyingkirkan tangannya. Menghela nafas gusar.
"Kenapa aku bisa disini?" Tanya Nadira yang sepertinya masih linglung.
Rillian memutar mata, "kamu pikir? Come on! Wake up, girl!" Pria itu menjentikkan jarinya di depan wajah Nadira yang masih loading.
"Oh!"
Akhirnya Nadira ingat. Dan wajahnya langsung memerah tanpa sebab. Walaupun dalam hati gadis itu masih merutuki sikap mamanya kemarin malam.
Rillian mendesah lega.
"Kamu yakin kita gak ngapa-ngapain, kan?" Tanya Nadira dengan ekspresi cemas.
Ekspresi yang justru membuat Rillian ingin menjahilinya.
"Menurutmu?" Rillian menyunggingkan sebuah senyum misterius.
Nadira langsung beranjak dari ranjang. Berdiri di depan Rillian dan menyentak, "cepat katakan! Kamu pasti cari-cari kesempatan selama aku tidur, iya kan?"
Rillian mendengus, "maumu begitu," tukasnya.
Nadira mengerjap, "jadi...tidak ada yang terjadi?" Bisiknya penuh harap.
Rillian ingin mengatakan yang sebenarnya. Tapi setelah di pikir-pikir, fakta itu lebih baik dia simpan sendiri saja. Meskipun dia masih merasakan kehangatan asing di sekeliling pinggangnya.
"Tidak. Kecuali mungkin kamu menendang guling itu," Rillian menunjuk si guling yang tergeletak tak berdaya di lantai.
Nadira buru-buru memungut dan mengembalikan guling ke asalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Pengganti
Roman d'amourBercerita tentang saudari kembar. Nadilla Aurelie dan Nadira Aurelie, tumbuh kembang bersama tanpa kurang suatu apapun. Nadira atau Dira, sangat sayang pada kakaknya, Nadilla, meskipun usia mereka terpaut beberapa menit saja. Dia terbiasa mencintai...