PP-50

9.5K 315 31
                                    

*****

"Ada surat untukmu," kata Harry datar saat Nadilla memasuki ruangan. Pria itu mengangguk ke arah meja yang ada di depannya. Nadilla menyesal karena Tasya tidak ada di rumah. Wanita itu heboh sendiri karena melupakan jadwal arisannya dan buru-buru pergi seusai sarapan yang serampangan.

Nadilla memungut surat, mengenali kop yang ada di amplop. Dia menyangka akan menemui hari ini. Dengan perlahan dia membuka amplop, meskipun dia sudah tahu apa isinya, dia tetap saja membaca.

Nadilla menggigit bibir. Tidak mengatakan apapun.

"Dari pengadilan agama?" Tanya Harry masih dengan nada datar.

Nadilla mengangguk, "aku harus datang tanggal 17 nanti."

"Seminggu lagi."

Nadilla kembali mengangguk. Dia menyimpan surat panggilan itu dengan hati-hati. Perasaannya sudah tidak menentu. Harusnya dia menangis, tapi entah kenapa air matanya tidak juga keluar. Mungkin sudah habis.

"Apa Papa perlu mencarikan kuasa hukum untukmu?" Tanya Harry yang tidak tega. Semarah apapun dia, tetap saja dia tidak akan bisa membiarkan anaknya susah.

Nadilla tersenyum lemah, "terimakasih, Pa..."

Harry melambaikan tangannya tak acuh, "Papa mengenal seorang pengacara handal. Papa akan minta dia mendampingi kamu selama sidang."

Tak perlu dia katakan, dia cukup senang Nadilla berpisah dengan pria tidak tahu diri itu.

Harry memperhatikan penampilan Nadilla yang terlihat akan pergi.

"Kamu mau kemana?"

"Kerja. Aku sudah tidak masuk dua hari. Nggak enak sama Rendra."

Kening Harry berkerut, "kerja? Sejak kapan kamu kerja?" Tanyanya tajam.

Nadilla tidak menjawab.

Harry mengangguk, menghela nafas panjang. Lihat, hidup dengan pria sialan alias Dirly itu tidak membawa kebahagiaan bagi Nadilla. Putrinya itu malah harus bekerja!

"Papa mau kamu berhenti kerja."

"Tapi, Pa..." Protesan Nadilla menghilang karena suara bell. Nadilla beranjak membukanya dan melihat cengiran khas Rendra saat ini.

"Hai." Sapa pria itu dengan riangnya.

"Mau apa kamu ke sini?"

Rendra menampakkan ekspresi seolah dirinya terluka, "aku jemput kamu, tentu saja." Seakan itu sudah jelas.

"Aku bisa berangkat send--"

"Siapa, Dilla? Kenapa lama sekali?" Datang Harry sambil menggerutu.

Rendra tersenyum hangat dan langsung menyalami tangan pria itu, "selamat siang Om. Nama saya Rendra. Saya mau menjemput Nadilla untuk bekerja."

Nadilla menganga melihat tingkah Rendra yang menurutnya ajaib.

Harry mengerutkan kening menatap pemuda di depannya yang kelewat percaya diri itu.

"Kamu..."

"Dia bos di tempatku kerja, Pa." Sela Nadilla sambil memberi tatapan tajam pada Rendra. Meminta cowok itu diam.

Harry mengangguk, "kamu ini...Rendra Djatmiko?"

Rendra membelalak, jelas senang sekali merasa di kenali, "Iya, Om. Itu nama saya."

Harry mengangguk-angguk, "saya kenal dengan ayahmu, Nak."

Rendra tersenyum secerah matahari.

"Pa...aku berangkat. Lebih baik jalan sekarang," desisnya pada Rendra.

Pengantin PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang