PP-27

6.7K 254 12
                                    

*****

Rillian baru saja akan masuk ke dalam mobil sore ini. Tapi tiba-tiba ada sesosok tubuh kecil memeluk kakinya. Pria itu menunduk dengan kening berkerut.

"Om...!!" Kata anak itu.

"Siapa..." Belum sempat pertanyaan Rillian terlontar, mendadak seorang pria menarik tangan anak itu hingga pelukan pada kakinya terlepas.

"Kamu nakal sekali, Yumna! Sudah berapa kali Papa bilang, jangan bicara sembarangan dengan orang asing?!" Kata pria itu keras.

Yumna...? Pikir Rillian. Dia pernah mendengar nama itu sebelumnya. Tapi dia masih tidak mengingat kapan dan di mana. Dia cuma memperhatikan interaksi dua orang beda generasi itu berdebat dan menjauh.

Astaga, hal aneh apa ini?! Rutuk Rillian dalam hati. Dia masuk ke dalam mobil dan masalah itu langsung terlupakan begitu saja olehnya.

Rillian masuk apartemen dan berharap Nadira sudah bersiap untuk jadwal malam ini. Di mana mereka di haruskan datang ke acara makan malam keluarga. Merayakan ulang tahun pernikahan orang tua Rillian. Tapi yang di temukan pria itu justru Nadira tengah duduk santai sambil nonton televisi.

Rillian berdehem, "kenapa kamu tidak bersiap, Dira? Bukankah kamu tahu bahwa malam ini kita akan makan malam di rumah orangtuaku?"

Nadira menatapnya malas, "aku tahu. Tapi, bisakah kamu memberikan alasan absennya diriku ini? Aku lelah," katanya. Seharian ini dia memang hang out dengan Gian dan Tiara ke banyak tempat. Mereka bersenang-senang.

Rillian menghembuskan nafas kasar, "kamu tahu itu tidak mungkin." Dia menatap arloji mahalnya, "masih ada sedikit waktu. Sebaiknya sekarang kamu bersiap dan harus selesai dalam waktu dua puluh menit."

Nadira melotot. Bagaimana mungkin di waktu seperti itu dia harus sudah siap pergi?! Kecuali Rillian ingin dia pergi memakai piyama!

Nadira menggeleng, menolak tegas. "Tidak." Katanya singkat.

Rillian mengertakan giginya, "apa aku harus menelpon Papa mu? Apa aku harus melakukan itu?" Desisnya.

Nadira berdiri, membuka mulutnya untuk mengutuk pria di depannya ini. Tapi tidak ada satupun kata yang keluar dari sana. Alih-alih mengutuk, Nadira berderap menuju kamarnya dengan langkah penuh rajukan.

Rillian menghembuskan nafas dan duduk di sofa. Meraih remote guna memastikan televisi tidak berguna itu.

Beberapa menit kemudian, Rillian dan Nadira sudah ada di dalam mobil. Nadira memangku paperbag kecil berisi hadiah untuk Mama Rillian yang baru dibeli pria itu beberapa jam sebelumnya.

"Siap?" Tanya Rillian.

Nadira mendengus, memandang ke arah luar karena tidak sudi balas memandang pria di sampingnya.

Mobil melaju.

Sepanjang perjalanan, baik Rillian maupun Nadira tidak ada yang mengatakan sesuatu. Keduanya diam membisu dan mereka menemukan bahwa itu sesuatu yang paling nyaman untuk saat ini. Tanpa cacian, tanpa perdebatan tidak penting. Nadira menikmati waktu sunyi itu dengan melihat ke arah luar.

Setelah hampir satu jam mengemudi, mereka sampai di depan rumah. Rillian menatap Nadira.

"Mereka berdua tahu jika hubungan kita tidak seperti suami-istri pada umumnya. Kamu tidak usah repot-repot untuk bersikap baik sebagai istriku. Bisa semaumu jika kamu tidak malu memiliki etika buruk di depan orang lain," cetus Rillian yang berhasil membuat Nadira mendelik.

Baru saja Nadira menikmati waktunya tanpa mendengar mulut tajam Rillian!

Dan seringai itu! Nadira membencinya!

Pengantin PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang