*****
Tiara menggandeng tangan Dirly dengan senyum sumringah. Setelah sekian lama, akhirnya dia bisa mendapatkan pria itu. Dia sangat bahagia. Saat ini mereka sedang mengunjungi sebuah butik milik designer kenamaan. Benar, mereka mau memesan baju pengantin. Tiara dan Dirly sudah akan menikah dalam waktu dekat. Tentu saja Tiara sangat bahagia.
"Selamat siang, Mbak...Mas... Ada yang bisa saya bantu?" Sapa seorang gadis muda yang duduk di balik meja.
Tiara mendatangi gadis itu, masih tersenyum. "Mbak Anne ada?" Bisiknya.
Si gadis tersenyum, namanya Mawar, sesuai dengan nametag yang ada di bajunya.
"Oh beliau ada di ruangannya. Apakah Mbak udah punya janji?" Tanya Mawar, ramah.
"Iya, kami udah punya janji mau ketemu siang ini," sahut Tiara dengan antusias.
Mawar tersenyum, dia paham apa maksud kedatangan dua tamu mereka. "Baiklah, kalau begitu mari mbak, mas, saya antar ke ruangan beliau," ajaknya.
Tiara kembali menggandeng Dirly, mengikuti langkah Mawar.
Beberapa saat kemudian, dua sejoli itu sudah duduk berhadapan dengan designer yang di cari. Tiara menjelaskan apa saja yang dia inginkan tentang gaunnya. Sementara Dirly cuma diam, dia tidak mau ambil pusing dan memilih menyerahkan urusan ini pada Tiara saja.
Sepeninggal dari butik...
"Kamu diam saja. Ada masalah?" Tanya Tiara, menatap Dirly yang fokus menyetir. Tiara mendesah panjang, "kamu...kenapa sih? Jangan buat aku cemas dong, Dirly..." Hampir seperti rengekan.
"Aku oke. Tidak ada masalah," sahut Dirly datar.
Tiara mendesis, "kamu terlihat seperti tidak bahagia dengan rencana pernikahan kita," keluhnya.
Dirly mencengkram erat kemudi. Tidak mengatakan apapun selama beberapa menit.
"Aku hanya...tegang," bisik Dirly kemudian.
Tiara menatap pria itu dengan serius, "kamu...masih memikirkan dia?"
Dirly menggeleng kencang, "tidak. Dan jangan sebut-sebut itu lagi mulai saat ini," ujarnya tegas.
Tiara diam.
Setelah mengantar Tiara, Dirly langsung pulang ke rumah kontrakannya yang baru. Meskipun Tiara menawarkan agar dia menempati rumah yang sudah di sediakan Yudhistira untuk mereka setelah menikah nanti, Dirly menolak. Dia tidak mau.
*****
Rillian mematung di tempatnya. Tidak tahu harus berbuat apa. Dia baru saja masuk, berniat menjemput Nadira pulang. Tapi yang dia temukan malah adegan penuh air mata seperti ini. Ketiga wanita itu menangis saling berangkulan. Walaupun tidak tahu apa yang terjadi, dia sudah bisa menduganya. Mungkin...mungkin kepala keluarga Aurelie marah besar. Rillian mendongak dan melihat pria paruh baya itu di lantai atas, memandang ke arah yang sama dengan sorot tak terbaca.
Nadira melepaskan diri. Mengusap wajahnya yang basah dan tersendat, "Ma...sepertinya kami harus pulang..." Bisiknya.
Tasya menggeleng, masih memeluk Nadilla yang terisak.
"Tidak. Kakakmu harus tetap di sini," tandasnya.
"Tapi, sepertinya Papa..."
"Tidak. Papamu tidak mengatakan apapun. Artinya kakakmu harus tetap disini. Kamu pulanglah dan minta supir untuk mengantar. Ini sudah malam, bahaya," ujar Tasya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Pengganti
عاطفيةBercerita tentang saudari kembar. Nadilla Aurelie dan Nadira Aurelie, tumbuh kembang bersama tanpa kurang suatu apapun. Nadira atau Dira, sangat sayang pada kakaknya, Nadilla, meskipun usia mereka terpaut beberapa menit saja. Dia terbiasa mencintai...