*****
Rillian sedang berjalan-jalan di pusat perbelanjaan terbesar di kota. Dia baru saja selesai menemani seorang pria paruh baya --ayahnya-- ke tempat ini untuk membeli sesuatu sebagai hadiah ulang tahun pernikahan dia dan istrinya. Dan sekalian memaksa Rillian untuk ikut merayakan. Namun, Rillian enggan. Pikirannya sedang rumit. Di rumah, hubungannya dan Nadira, bukannya membaik malah tambah memburuk. Kadang dia sempat berpikir untuk menghentikan pernikahan mereka. Tapi itu juga tidak bisa di lakukan tanpa membuat perusahaan yang baru dia kembangkan bangkrut. Para investor pasti malas jika berinvestasi di perusahaan yang di pimpin oleh seseorang yang tidak bisa mempertahankan rumah tangganya.
Kadang Rillian merindukan saat-saat di mana dia tidak memiliki ikatan apapun. Bisa bertindak sesuka hati. Tapi itu dulu, sebelum ambisi menguasainya. Itupun berkat seseorang di masalalunya...
Tidak, hentikan, Rillian !! Tidak ada gunanya kamu mengingat masa-masa suram itu! Rillian memarahi dirinya sendiri.
Rillian menghentikan langkah di depan toko perhiasan. Mendadak omongan Evan beberapa waktu lalu terngiang di telinganya. Saat itu Rillian menganggapnya sebagai ejekan dari temannya itu.
Wanita marah itu mudah loh ngatasinnya. Beri dia hadiah, maka dia akan jinak kembali. Bunga...baju...perhiasan atau mungkin saldo rekening yang bertambah.
Kalimat itu di ucapkan dengan cengiran iseng di wajah Evan hingga membuat Rillian berang dan melempar pulpen ke wajah pria itu. Tapi sekarang mendadak Rillian memikirkan saran itu dan melangkah semakin dekat. Melihat beberapa jenis perhiasan di etalase.
Seorang berwajah oriental menghampirinya dengan senyum ramah, "ada yang bisa saya bantu, Tuan?" Tanya gadis berusia dua puluhan itu. Sebaya dengan Nadira...
Rillian menggeleng, "ehn aku mencari perhiasan untuk...istri," dengan susah payah dia menyebut kata itu.
Gadis tadi tersenyum, "banyak yang bagus dan koleksi terbaru kami. Kalau boleh tahu, istri anda seperti apa?"
"Dia...lugas, suka meledak-ledak dan...cantik," sahut Rillian, gugup.
Gadis tadi tersenyum lagi, dan mengambilkan sebuah kalung dari dalam etalase, "kalau yang ini, gimana?"
Rillian memandang si kalung. Terlihat sederhana namun elegan, dengan bandul berbentuk...
"Edelweiss, untuk melambangkan keabadian," kata si gadis toko.
Rillian menghembuskan nafas. Untuk apa dia susah-susah mencari jenis-jenis tertentu? Memangnya dia peduli?!
"Bungkus saja kalau begitu," kata Rillian.
Si gadis toko mengangguk semangat karena dia berhasil menjual perhiasan yang sudah harus di jual itu. Apalagi harganya juga tidak main-main. Dia memang tidak salah menawarkan pada orang ini.
"Ini, Tuan. Silahkan di bayar ke bagian kasir, di sana." Gadis toko itu menunjuk ke bagian lain. Rillian mengangguk.
Beberapa saat kemudian, Rillian meninggalkan tempat itu dengan paperbag kecil berisi kalung yang akan dia berikan pada Nadira.
*****
"Ugh! Mbok, tolong ambilkan minum yang dingin dong, aku capek," Nadira baru saja masuk ke apartemen dengan wajah merah karena kepanasan. Bergaul dengan Gian memang sesuatu. Pria itu mengajaknya berkeliling pasar tradisional hanya untuk mencari apel! Bayangkan, betapa kurang kerjaannya pria itu!
Narti membuatkan sirup dingin dan memberikan minuman itu pada gadis yang tengah kehausan, "Nyonya dari mana?"
"Pasar!" Pekik Nadira, dia langsung menenggak habis minumannya, "aaahhh...segar. Makasih, Mbok!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Pengganti
RomanceBercerita tentang saudari kembar. Nadilla Aurelie dan Nadira Aurelie, tumbuh kembang bersama tanpa kurang suatu apapun. Nadira atau Dira, sangat sayang pada kakaknya, Nadilla, meskipun usia mereka terpaut beberapa menit saja. Dia terbiasa mencintai...