dua

4.1K 422 54
                                    

Naura berjalan pelan dengan ranselnya yang tersampir di depan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Naura berjalan pelan dengan ranselnya yang tersampir di depan. Gadis itu seperti sedang tergesa-gesa sambil mengobrak-abrik isi tasnya dengan perasaan cemas yang mulai memenuhi batinnya.

"Aduh, earphone gue ke mana, sih?" gumamnya yang ke sekian kalinya.

Naura kemudian membuka resleting ranselnya lebih lebar agar lebih leluasa untuk mencari. Hingga senyuman lebar sekaligus lega menghampiri dirinya saat berhasil menemukan apa yang dia cari. Karena terletak paling bawah dan mengambilnya terlalu bersemangat, membuat satu benda berharga bagi wanita ikut terambil dan terjatuh ke lantai.

Karena Naura berjalan tanpa melihat ke depan, bersamaan dengan itu ia menabrak seorang pemuda yang berjalan di sampingnya.

Naura mendadak memasang wajah bengong ke arah satu bungkus pembalut miliknya yang baru saja dibelinya semalam, jatuh mengenaskan di lantai. Sejenak ia menatap ke arah sekitar, koridor yang tidak terlalu ramai dan ia tidak menjadi bahan perhatian orang, membuatnya menghembuskan napas lega.

Bukannya membantu lelaki yang didorongnya hingga terduduk di lantai yang sedang menatap Naura kesal, ia malah mengambil pembalut miliknya yang tergeletak tepat di samping lelaki itu.

Tetapi pergerakannya terhenti saat lelaki itu tergelak dan terkekeh keras menatapnya. Dan Naura yang baru saja menyadari bahwa ia baru saja menabrak pemuda yang secara perlahan berdiri sembari memandangnya dengan geli.

Naura terdiam mematung dengan mata yang melotot kaget. Berulang kali menatap pembalut dan pemuda yang masih menertawainya dengan puas. Itu semakin membuatnya panik sekaligus malu.

Apalagi saat lelaki itu berkata setelah melihat Naura yang masih menggenggam bungkus roti jepang— alias pembalut di tangan kanannya, "Sarapan pagi?"

***

Hinaya sedari tadi mengoceh tidak jelas. Ditemani dua kotak susu milik gadis itu sendiri, Naura berusaha untuk fokus dengan soal-soal yang sedang dikerjakannya. Berulang kali alisnya mengernyit sebal saat Hinaya jelas tidak menyetujuinya yang sedang belajar untuk ujian susulan, sementara Hinaya sangat butuh teman cerita.

"Gue mau cerita, Nau." Hinaya berucap serius yang kesekian kalinya.

Naura mendesis kesal mendengarnya, "Nanti aja, Hin." Dan dia yakin, Hinaya pasti akan kembali memanyun dan menghentak-hentakkan kakinya dengan kesal. Lalu, bercerita secara random dengan kikikan kecil yang selalu menghiasi wajah Hinaya.

Tetapi mungkin Hinaya yang merasa lelah atau apalah itu, dia dengan sigap mengambil pulpen milik Naura yang sebelumnya diputar-putar sebagai bukti bahwa gadis itu benar-benar fokus dan sedang tidak ingin diganggu.

Serius, deh. Kalau saja Hinaya itu bukan temannya, akan dia buang ke laut saat ini juga.

Naura menghela napas mengalah, menatap Hinaya dengan wajah memelas. Lalu semakin memelas saat Hinaya dengan cepat mengambil wadah pensil dan menutup semua bukunya secara cepat.

"Hin! Gue nggak tau tadi di halaman berapa!"

"Ya tinggal dicari lagi dong." Hinaya balas menuntut, lalu ia terkekeh lebar.

Gadis itu mulai duduk dengan tegap. Ia bahkan sedikit memajukan tubuhnya, bermaksud untuk berbisik.

Tetapi pandangan Naura teralihkan begitu saja, saat melihat objek yang mulai membuatnya ingin tersenyum. Ia malah melipat bibirnya, menyembunyikan senyum anehnya. Masih menatap dengan senang. Dari jarak sekitar lima puluh meter, Mark dengan hoodie bewarna hitamnya, berjalan santai dan duduk di meja yang kosong.

Entah disadari atau tidak, Mark itu selalu jadi bahan perhatian orang-orang. Termasuk dirinya.

"NAURAA!"

"Hah? Apa?"

Naura mengerjap kaget. Tersentak begitu saja. Ia tertawa dalam hati. Segitunya suka sama seseorang, ya.

Hinaya memutar bola matanya kesal. Ia kembali duduk dengan posisi santai dengan wajah yang tertekuk dan masam. "Kirain melamun karena mau dengerin gue cerita."

Naura mengernyit tidak yakin. "Lo udah cerita?"

"Udah!"

"Serius?!"

Hinaya memajukan bibirnya. "Ya belum," ujarnya mengakui. Kemudian kembali menuntut, "Udah! Baru aja mau ngomong. Tapi, liat lo senyam-senyum nggak jelas, jadi cuma bisa liat lo aja dengan heran."

"Hah? Gu-gue, se-senyum nggak jelas?"

"Iya." Hinaya mendesis tajam. Lalu ia menaikkan alisnya curiga. "Lo kenapa? Barusan liat apa?"

"Nggak ada!" balas Naura dengan cepat, ia semakin panik saat Hinaya yang mulai melihat-lihat suasana sekitar.

Mata Hinaya lalu mendadak menyipit ke satu arah. Naura mengikuti pandangan Hinaya, lalu menggigit bibirnya cemas. Gadis Jepang itu lalu menyipit menatap Naura yang mengedip cepat, berusaha menyembunyikan kepanikannya.

Hinaya kemudian tersenyum malu, kembali memajukan badannya dengan sigap. "Gue mau cerita. Jangan melamun dan senyum nggak jelas lagi!"

Perintah Hinaya itu membuat Naura mengangguk dengan cepat.

"Gue suka sama Mark!"

***







Mark dengan hoodie hitamnya.

Mark dengan hoodie hitamnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Wadidawww mantap jiwa

ᴍ ᴀ ʀ ᴋ ᴇ ᴜTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang