dua puluh empat

1.5K 199 88
                                    

Bunyi kode password yang ditekan satu-persatu, lalu akses diterima dan pintu terbuka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bunyi kode password yang ditekan satu-persatu, lalu akses diterima dan pintu terbuka. Mark memasuki apartemennya yang terletak di tengah kota tak jauh dari kampusnya berada.

Kendati sejak kecil ia dilatih dan berlatih untuk hidup mandiri, semuanya agak hancur saat sang Mama datang dan mengacaukan segala agenda kehidupannya. Tidak segalanya, sih. Tapi ini cukup merepotkan.

Lalu kau tahu, saat Mark memproteskan hal itu di depan Mama yang berpura-pura sakit hanya karena terlalu lama menunggunya di bandara untuk menjemput keberadaannya, rupanya wanita paruh baya itu mengirimkan alamat yang bertempat di jajaran kompleks apartemen elit yang terletak di tengah kota.
Semua berjalan lancar dan cepat begitu saja.

Tersenyum hangat hingga kerutan halus mulai muncul di kedua sudut mata, itu tak akan membuat kecantikan sang Mama lekang saat berujar dengan lembut, "Kenapa? Nggak setuju? Mama mau ikut-ikutan langsung pergi ke belahan dunia lain begitu aja. Siapa tahu, kamu gagal beradaptasi dan malah jadi anak nakal di negeri ginseng ini."

Saat itu Mark masih terperangah tidak percaya, bibirnya masih sangat kaku untuk menarik senyum sekedar untuk menyambut Mama saat ini. Ia malah memalingkan pandangan dan mendengus tidak setuju, "Udah ngasih tau, kok."

"Ngasih tau setelah pesen tiket dan beresin pakaian secara diem-diem?"

"Yang penting udah ngasih tau." Mark menghela napas, pada akhirnya tersenyum tipis dan itu kaku sekali. Sebelum wanita paruh baya di sampingnya ini memprotes, Mark sudah memeluknya hangat.

Sesudah memprotes kepada sang Mama yang tiba-tiba datang ke Seoul tanpa mengabarinya, tentu saja tidak akan berakhir kala Mamanya menyewa apartemen untuk dirinya.

Hanya bisa mengeluarkan helaan napas lelah akibat tugas yang menumpuk, Mark juga sudah dibuat pusing sendiri karena sikap crewet Mamanya.

Bersikeras untuk membuatnya tinggal di apartemen ini dan hanya boleh tinggal di asrama selama dua hari seminggu saja, membuatnya tidak habis pikir namun menyetujuinya begitu saja sebelum kepalanya ingin meledak di tempat, apalagi saat Mamanya ikut menyindir dirinya yang belum saja mendapat pasangan sementara membuat rencana untuk merancang dan ikut serta dalam membangun rumah sendiri nanti—berpikir kalau itu tidak ada gunanya karena sama sekali belum membuat rencana untuk memiliki kekasih.

Aduh. Omong kosong macam apa ini?

Setelah menukar sepatu sport putih dengan sandal rumah, Mark berjalan dan memasuki area dapur. Di sana ada Mama yang sudah menyiapkan makan malam sementara dirinya menenteng kantung plastik yang berisi dua cup ramyun pedas, sosis, tiga kaleng coke, dan satu kotak besar susu cokelat.

Sejenak meregangkan tubuh dengan cara memiringkan leher ke kanan dan ke kiri. Ia menggosok telapak tangan dan mengusap-usapkan tangannya pada lengan. Hoodie abu-abu yang dikenakannya ini sama sekali tidak melindungi tubuhnya dari cuaca di luar yang sangat dingin walau hanya singgah sebentar ke minimarket terdekat.

ᴍ ᴀ ʀ ᴋ ᴇ ᴜTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang