dua puluh tiga

1.4K 222 71
                                    

Tidak ada hari yang tidak akan pernah sial, biasanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak ada hari yang tidak akan pernah sial, biasanya. Kalau memang benar-benar ingin menghindari hal tersebut, hendaknya kau diam di rumah saja selama dua puluh empat jam. Percaya atau tidak, rumah pun bisa membuat kendala hingga berujung kesialan padamu. Coba kita buat menjadi lebih detail lagi. Misalnya di ruangan yang membuatmu tenang, damai, dan bisa melakukan apa saja; kamar misalnya. Lalu tidurlah juga selama dua puluh empat jam. Sebisa mungkin hindari kendala dalam hidupmu yang tidak akan pernah bisa kau prediksi. Bisakah?

Dalam batin Naura menggedikkan bahu tidak tahu. Tidak tahu karena dia tidak pernah melakukan itu. Tidur selama satu hari penuh? Astaga. Tidak, tidak. Ia cukup tahu kalau dirinya itu selalu bermalas-malasan, lebih sering tidur dan mengabaikan pekerjaan penting kalau-kalau tubuhnya sudah tidak dapat lagi untuk diajak berkompromi. Karena—hei, dia bukanlah koala ataupun armadillo yang menghabiskan waktu tidur hingga berpuluh jam ketimbang hal lainnya. Bukan sama sekali.

Berbicara tentang waktu tidur yang bahkan tidak penting karena berawal dari pembahasan tentang hari sial, agaknya cukup sampai di sini saja. Lagipula, sikap cerobohnya ini juga bisa menjadi alasan mengapa hari sial selalu mewarnai hidupnya. Sering sekali ceroboh hinga membuat sang Mama menggeleng berkali-kali. Bahkan untuk berpisah dengan orangtuanya dan mulai hidup mandiri, dia sangatlah takut hingga menangis terus-terusan dan selalu memeluk Mama dan koper—sehari sebelum pindah ke asrama dengan alasan yang konyol.

Namun demikian, kecerobohannya kali ini lebih mewarnai harinya. Senang sekali sampai-sampai bunga sakura musim semi bermekaran di sekitar kepala seolah-olah ia berada di dunia komik saat ini (kau tahu, bersinar terang dan mengeluarkan suara 'kling' mengkilat di sana).

Tetapi sekali lagi, ini bukanlah dunia komik atau apapun yang sejenis darinya. Realita ini membuatnya menjadi berpikir liar dan sangat berlebihan. Wajahnya tidak berhenti untuk mengeluarkan suhu panas. Pipinya memerah, masih berlaku hingga tujuan mereka untuk ke klinik terdekat dengan waktu tempuh yang tidak cukup lama.

Apalagi Mark masih menggendongnya  hingga masuk ke gedung dan mendudukannya di kursi tunggu. Semua prosedur untuk melakukan pengobatan di sini sudah dilakukan oleh pemuda itu dengan sangat teratur dan lancar. Lalu kembali dan menatap Naura yang menunduk, mengurut pelan pergelangan kakinya yang masih sangat nyeri.

Mark melengkungkan alisnya heran karena gadis di sampingnya masih belum menyadari kehadirannya. Ia lantas duduk di samping Naura dan ikut menunduk karena penasaran akhirnya berujar, "Ngapain?"

"Ha?" Naura terkesiap dan lamunannya menguap seketika, senyum lebarnya luntur. Lalu sedikit meringis karena pergerakan kakinya yang tidak disengaja dan menggeleng sambil terkekeh malu. "Nggak ngapa-ngapain, Mark."

"Ayo, mau diperiksa sekarang."

"Sekarang?"

Mark mengangguk ringan. "Iya." Hendak berdiri kalau saja ia tidak melanjutkan perkataannya dengan sedikit nada ragu terselip di sana, "Lo ... bisa jalan sendiri?"

ᴍ ᴀ ʀ ᴋ ᴇ ᴜTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang