tiga puluh

607 100 14
                                    

Dia benar-benar melakukannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia benar-benar melakukannya.

Tidak bohong. Bukan mimpi. Bukan halusinasi. Walaupun tidak separah keadaan yang dipikirkannya, ini jelas memalukan sekali.

Setelah Mark berdehem dan mengangguk kaku, Naura langsung menunduk dalam dan segera berjalan mendahului Mark. Ia memukul-mukul kepalanya sambil mengumpat keras dalam batin. Otaknya benar-benar dipengaruhi oleh alkohol sialan tersebut. Astaga. Dan ia benar-benar tidak tahu bagaimana cara meluruskan keadaan ini. Bahkan tidak peduli atau lebih tepatnya tidak berani untuk meneliti ekspresi Mark setelah mengangguk membenarkan ucapannya saat itu.

Bagaimana kalau Mark semakin risih atas kecerobohannya? Bagaimana kalau lama kelamaan Mark terpaksa dengan hubungan mereka berdua yang baru saja dijalani ini? Bagaimana, bagaimana, dan bagaimana? Selain ceroboh dan bodoh, Naura selalu berburuk sangka atas hal yang ia anggap sebuah kesialan untuknya.

"Udah inget?" tanya Mark yang tanpa disadarinya berjalan cepat menyusul Naura.

Tanpa menoleh tetapi melambatkan perjalanannya, gadis itu mengangguk patah. Tidak berbicara sebab suaranya seolah tersedot habis oleh rasa malunya saat ini.

Tapi coba pikirkan, bagaimana dengan rencananya hari ini? Naura menghela kecil. Apa batalin aja? Ia sontak menggeleng kuat dan itu mengundang tatapan heran Mark atas dirinya. Tidak boleh. "Kenapa?" Pemuda itu bertanya, dengan kepala yang sedikit ditundukkan walau usahanya kelewat sia-sia saja. Mark hanya bisa melihat kepala berhoodie abu-abu di sampingnya ini, sedang tertunduk dalam.

Namun tidak sampai dua menit Naura mendongak. Sejenak membuang napas perlahan guna menetralkan pikiran-pikiran buruk yang selalu berterbangan bosan dalam kepalanya. Rencana hari ini nggak boleh gagal. Nanti malah semakin memperburuk keadaan. Begitu semangat di dalam dirinya perlahan kembali muncul dan Naura tersenyum lebar menatap Mark yang mempunyai selang tinggi sekitar lima belas sentimeter dengannya. "Nggak apa-apa, Mark. Hehe."

"Nggak jadi?" Mark tidak peduli dengan ekspresi Naura yang masih gembira di depannya. Gadis itu masih kelihatan menyembunyikan sesuatu yang ia ketahui.

Kedua mata Naura melebar. "Jadi! Jadi, kok,"

"Kenapa ngejauh?" Alisnya sedikit terangkat.

"Eh? Itu ..." Naura melihat ke arah Mark yang menatapnya dengan setengah alis camarnya yang semakin melengkung lucu. Suasana awkward yang ia ciptakan sendiri sontak membuatnya menghela napas namun masih tidak ingin mengaku. "Nggak apa-apa, kok, Mark."

Jawaban itu membuat Mark berdecak dan kembali melangkahkan kakinya dengan rasa yang tidak puas. Naura pun begitu. Ia ikut menyusul Mark dalam diam. Tangan kedua pemuda itu di selipkan pada saku celananya. Terlihat memikirkan sesuatu. Lalu memutuskan untuk mengambil tindakan baru dengan berkata, "Gue nggak marah."

"Hm?" Naura berdeham agak terkejut.

Sambil memalingkan pandangan seperti biasanya, Mark menekan lidahnya ke dalam dan akhirnya kembali melanjutkan, "Udah gue bilang, kalo itu wajar."

ᴍ ᴀ ʀ ᴋ ᴇ ᴜTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang