empat belas

2K 260 34
                                    

Di dalam kamar yang beraroma biskuit, pandangannya semakin berbinar saat melihat Hinaya yang sudah kembali dan sedang sibuk berkutat di depan layar monitor

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di dalam kamar yang beraroma biskuit, pandangannya semakin berbinar saat melihat Hinaya yang sudah kembali dan sedang sibuk berkutat di depan layar monitor. Wajahnya terlihat letih membuatnya merasa simpati sejenak, pada akhirnya Naura hanya mendekat dan memeluk leher perempuan itu dengan erat.

Perlakuan itu sukses membuat Hinaya jengkel setengah mati. Gadis itu menoleh kesal terhadap bocah yang masih setia berteriak senang sambil memeluknya dengan mata yang terpejam.

"ASTAGA, ASTAGA!"

Hinaya mendadak menutup kedua telinganya yang seperti dihantam batu besar saat itu juga. Lengannya perlahan terbuka untuk menyingkir dari ruang lingkup yang dibuat Naura dengan sendirinya. Menghadap ke belakang sambil bersidekap tangan di depan dada, Hinaya menghela napas dan berkata, "Kenapa, sih?"

Seolah hari-harinya tidak ingin dirusak dan ekspresi Naura memancarkan itu, ia membuka matanya dan menatap Hinaya dengan binar semangat yang semakin terang.

Masih tersenyum, Naura meraih kedua bahu Hinaya. "Gue tadi belajar bareng di perpustakaan kota," ujarnya sedikit menurunkan nada bicaranya.

"Terus?"

Hinaya mengerutkan alisnya aneh saat Naura kembali memperlihatkan senyumnya yang cerah. "Sama Mark!"

Mendengar itu, Hinaya memutarkan bola matanya dengan malas. Niatnya ingin kembali fokus pada desain dan membiarkan Naura sibuk dengan kisah asmaranya kalau saja gadis itu tidak menarik kembali kedua bahunya.

"Apa lagi, Nauraa?" tanya Hinaya dengan malas. Ia tersenyum lebar dengan cara dibuat-buat, satu kepalan tangan diangkatnya dan digerakkannya di depan Naura sambil berkata dengan nada semangat yang dibuat-buat, "Semangat! Itu 'kan maunya lo?" Lalu menghela napas malas dan terkekeh geli melihat wajah lesu Naura.

Barusan ingin bicara, matanya dengan cepat melirik jam dinding dan membulatkan matanya dengan cepat. Naura mendadak berdiri di depan cermin dan melihat penampilannya dengan cepat.

Hinaya heran sendiri melihatnya. Apalagi saat Naura berjalan dengan cepat menuju pintu tanpa berbicara apa-apa lagi. "Eh, tunggu!"

Naura menoleh cepat. "Apa?"

"Mau ke mana lagi, sih? Nggak mau temenin gue nugas?" Hinaya memanyunkan bibirnya ke arah Naura yang mendadak tersenyum kalem.

Gadis itu mendekat dan menepuk pelan kedua bahu Naura. "Maaf, ya." katanya dengan wajah prihatin. "Gue mau makan siang bareng sama Mark dulu, hehe."

"Hah?"

Naura tersenyum lebar sambil menunjukkan jari peace terhadap Hinaya yang masih melongo tidak percaya. Ia kembali melanjutkan kalimatnya sebelum pintu tertutup dengan rapat, "Sekalian ketemu Mamanya Mark! Dadaaaah!"

"HAH? APAAN? MAKSUDNYA?"

***

Di sela lamunannya menunggu pesan dari Mama, Mark mendadak menghela napas. Merasa heran terhadap dirinya. "Kenapa gue ngajak Naura?"

ᴍ ᴀ ʀ ᴋ ᴇ ᴜTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang