Semua datang secara tiba-tiba, semua tampak menohok hati ini akan kenyataan yang tanpa sadar kulupakan.
-SEGENGGAM HARAPAN-
Suasana santai Cafe tiba-tiba menjadi serius, atmosfer di sana seolah ikut membeku. Baik Tania, Fikar dan Angga sama-sama terdiam. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Sementara di tengah-tengah meja ada tiga kertas hitam yang akhir-akhir ini menghantui Tania.
Niat awal ingin memecahkan cara mengungkap si peneror, malah berakhir saling diam. Fikar melirik Tania dan Angga sekilas lalu menghembuskan nafas kasar. Ia tak menyangka akan ada orang senekat ini, hingga melibatkan keselamatan Fikar maupun Tania.
"Kita harus secepatnya menangkap si pelaku, kalau tidak nanti bakal ada korban," ucap Fikar pada akhirnya.
"Gua ada ide sih, tapi kalian boleh mempertimbangkannya," sahut Angga.
"Omongin ide lo itu."
"Jadi gini, kita nanti pagi-pagi buta atau kalau bisa subuh datang kesekolah. Di situ kita intai kelas Tania, pasti nanti peneror bakal kasih kertas ini lagi dong? Nah pas si peneror sudah memasuki kelas, di situ kita bekuk. Bagaimana?"
Tania yang sendari menyimak hanya mengangguk saja, sejujurnya sekarang pikirannya benar-benar buntu.
"Oke, gue setuju cara lo. Besok kita mulai semuanya."
"Tania ikut ya, Bang?" Tania membuka suaranya.
Fikar seperti menimbang jawabannya, lalu detik berikutnya ia mengangguk sebagai jawaban.
____•°•____
Seperti rencana awal untuk mengungkap di balik dalang semuanya, Tania dan Fikar pagi-pagi buta sekali meluncur menggunakan motor ke sekolah. Sementara Angga sedang dalam perjalanan katanya.
Terlihat jalanan kota masih sepi, mentari pun belum terlihat, angin pagi begitu terasa ketika motor Fikar menambah kecepatannya.
Hingga beberapa menit kemudian, mereka telah sampai di sekolah. Motor Fikar tidak akan di parkirkan di tempat biasa, karena hal itu takut menambah kecurigaan bagi si peneror. Hal itu pun di lakukan Angga. Lelaki itu telah sampai terlebih dahulu.
Tania dan Fikar sama-sama menghampiri Angga yang sudah stay di ruang OSIS, tempat mengintai mereka. Tempat itu di pilih karena sangat pas posisinya dengan kelas Tania.
Selama ini tak ada pergerakan atau pun sesuatu yang menandakan kehadiran seseorang. Hingga sekitar pukul lima lewat dua puluh menit, seseorang berjaket dan masker---seperti yang waktu itu menabrak Tania di depan mini market---berjalan ke arah kelas Tania dan memasukinya.
"Ayo kita ke sana sebelum dia keluar!" Intruksi Fikar lantas di ikuti Tania dan Angga.
Mereka berlari cepat namun tidak terlalu gusar, dan ...
Brak!
Fikar membuka pintu kelas dengan sangat kencang, sehingga kegiatan si peneror itu terhenti. Benar saja dia penerornya, terbukti di terlihat di tangannya secarcik kertas hitam.
"Siapa lo, pengecut!" Teriak Fikar dengan tegas, lelaki itu sudah tersulut emosi.
"Fikar tenang." Angga melirik Tania sebagai tanda bahwa gadis itu tenangkan Fikar terlebih dahulu. Tania pun memmahami.
Sekarang Angga lah yang mengambil ahli, si peneror masih dalam posisi membelakangi ketiganya.
"Siapa lo? Ada dendam apa lo sama Tania?" Perkataan Angga tenang namun dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Segenggam Harapan(END)
JugendliteraturKetika kenyataan tak selara dengan harapan, cukup diam dan mengagumi menjadi langkah selanjutnya. Tidak ada kata menyerah untuk cinta yang tulus, karena dia menyimpan segenggam harapan yang begitu mempunyai arti. Takdir mungkin tidak akan berpihak...