Kan kuanggap ini sebagai rintangan awal untuk mendapatkanmu, jika aku berhasil meliwatinya maka artinya hati ini pun pantas menatap di hatimu.
-SEGENGGAM HARAPAN-
Setelah tadi menikmati makan malam, Tania memilih untuk menikmati suasana hujan di malam hari ini di atas balkon kamarnya. Sepoy-sepoy angin menerpa rambut panjangnya, meneluk ke pori-pori wajah. Dingin sekali.
Gadis itu melangkah masuk untuk mengambil cardigan rajutnya, namun pada saat itu sebuah kertas hitam yang ia temui siang tadi di kolong meja sekolahnya terjatuh. Tania mengambilnya, sejuru kemudian gadis itu membuka surat itu kembali seraya mendudukan bokongnya di sebuah sofa balkon.
"Apa ini sebuah teror? Tapi siapa yang melakukan ini?" Gumam Tania bertanya-tanya pada dirinya sendiri.
Tania menghela nafas lelah seraya melipat kembali kertas itu. Terlalu banyak yang menentang perjuangan Tania untuk mendapatkan hati Angga. Apakah gadis itu harus menyerah begitu saja karena sebuah teror seperti ini?
"Biarlah tak usah di pikirkan, tenang Tania! Inget tujuan kamu!" Lagi-lagi Tania harus berfikir positif. Jika memang teror ini tidak berbahaya bagi dirinya ataupun orang yang Tania sayangi, maka gadis itu tidak akan menanggapinya. Karena percuma saja.
Tania bangkit dari duduknya dengan tangan menggenggam kertas tadi, kemudian kertas itu di simpan di sebuah kotak kecil agar suatu saat di butuhkan maka Tania tinggal membukanya saja.
"Adek! Abang mau ke rumah Om Andre, ikut gak!" Teriakan Fikar mampu Tania menoleh seraya melangkah membukakan pintu kamarnya.
"Ikut! Tunggu ya!"
"Oke, Abang tunggu di luar."
Tania menutup kembali pintu dan mulai mengganti bajunya dengan pakaian sopan, tak lupa memakai gardigan rajutnya agar tidak kedinginan karena di luar hujan masih turun.
____•°•____
Sampailah mobil Fikar di halaman rumah berlantai dua itu. Lantas mereka berdua berjalan beriringan memasuki rumah."Assalamualaikum." Salam mereka bersamaan.
"Waalaikumsalam, eh kalian!" Hilya datang dari arah ruang keluar, dan memeluk Tania dengan penuh kasih sayang.
"Om Andre di mana, Tan? Fikar ada urusan."
"Ada di ruang kantor."
"Yaudah, Fikar ke sana dulu." Lelaki itu lantas berlalu meninggalkan Tania dan Hilya di sana.
"Ayo sayang duduk." Ujar Hilya seraya mengintruksikan gadis itu ke ruang keluarga.
Tania melihat ke seliling rumah, tampak sepi. Sepertinya Joy sudah tidur?
"Joy sudah tidur ya, tante?" Tanya Tania seraya mendudukan dirinya di sebuah sofa.
"Dia ada di rumah tetangga lagi belajar bareng. Oh iya, kamu bisa jemput dia? Tante lagi siapin makanan buat makan malam."
Seketika Tania mendadak kaku, bagaimana tidak. Rumah tetangga yang di maksud pasti ialah rumah Angga. Ah, haruskah Tania bertemu dengan lelaki itu?
"Bisa Tante," jawab Tania sempontan ketika tepukan halus di berikan Hilya.
"Terima kasih ya. Tante mau cek masakan dulu takut gosong." Hilya berlalu ke arah dapur.
Tania meruntuki bibirnya yang secara sempontan menyanggupi permintaan Hilya. Tapi, untuk apa Tania cemas untuk ke rumah Angga? Bukankah gadis itu ingin lebih dekat dengan lelaki tersebut? Aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Segenggam Harapan(END)
Teen FictionKetika kenyataan tak selara dengan harapan, cukup diam dan mengagumi menjadi langkah selanjutnya. Tidak ada kata menyerah untuk cinta yang tulus, karena dia menyimpan segenggam harapan yang begitu mempunyai arti. Takdir mungkin tidak akan berpihak...