Di sini aku datang bukan sebagai pengganti, namun jadi pengobat lukamu saja. Bolehkan?
-SEGENGGAM HARAPAN-____•°•____
Hari ini akan kuawali tugasku yang baru, bukan lagi untuk mendapatkan hatimu tapi menyembuhkan luka di hatimu. Doakan aku semesta, agar bisa menggapai langitku nanti.
Tertanda, Tania.
Di tutup kembali buku diary coklat yang menjadi saksi bisu perjalanan cinta Tania di masa SMA ini. Walaupun buku ini telah menghalangi langkahnya yang sedikit lagi sampai pada tujuan Tania, namun buku diary coklat itu tidak Tania benci ataupun membuangnya. Karena Tania ingin buku ini menjadi tempat keluh kesahnya dari perjuangan cinta yang melelahkan ini.
Bicara tentang perjalanan cinta, Tania sekarang akan memulai kembali melangkah. Ia akan menggapai hati yang ia cintai dengan sosok yang baru, ya menjadi sosok penyembuh dari luka masa lalu orang itu. Semoga saja Tania berhasil menuntaskannya.
Kini, Tania sedang berada di kursi pinggir lapangan. Membiarkan embusan angin menerpa rambut panjangnya, dan matanya menelisik para kakak kelas yanh sedang main bola basket. Senyuman tipis Tania terukir ketika pupilnya menangkap sosok yang tadi memenuhi pikirannya. Siapa lagi kalau bukan, Angga. Lelaki yang telah mendrible bola itu tampak tidak pernah kehilangan aura pemikatnya, selalu saja menarik tatapan Tania untuk tidak mengalihkannya.
"Apakah aku bisa menjadi penyembuh lukanya?" Kadang Tania sering mempertanyakan hal itu pada dirinya. Lucu saja gitu, Tania yang awam dalam soal cinta kini menantang dirinya untuk seolah menjadi sosok dokter cinta. Rasanya ingin menertwakan dirinya sendiri saja.
"Wei! Tania!" Suara Lily yang tiba-tiba membuat Tania terlonjak kaget. Bahkan gadis itu sempontan berdiri dari duduknya. Ia berdecak pelan ketika tahu siapa biang keroknya.
"Bisa gak sih kamu tidak mengagetkanku?" Tania memutar bola matanya, arti tanda bahwa ia sedang tidak mau di ganggu.
"Hehe maaf Tania. Lagian kamu duduk sendiri sambil senyam-senyum kaya gitu, kan nanti para murid beranggapan yang enggak-enggak soal kamu."
Tania menghembuskan nafas, "Cindy mana?" Gadis itu mengalihkan pembicaraan.
"Udah di kantin."
"Memang sudah jam istirahat?"
Lily berdecak pinggang karena kesal dengan Tania, karena jika gadis itu mulai melamun sendiri Tania pasti tidak sadar pada suasana apa yang terjadi di sekitarnya. "Sudah. Mangkannya jangan melamun, ayok ke kantin!"
"Yaudau ayok!" Tania dan Lily pun melangkah ke arah kantin beriringan. Sebenarnya waktu pelajaran kedua guru sejarah mereka sedang berhalangan masuk, jadi para murid lebih memutuskan menghabiskan waktu di luar kelas. Seperti halnya Tania yang tadi memilih duduk di bangku pinggir lapangan melihat Angga bermain basket.
____•°•____
Satu menit lagi waktu istirahat akan berakhir, oleh sebab itu Tania memutuskan untuk ke thoilet dahulu sebelum memasuki kelas. Sementara Cindy dan Lily pergi ke kelas terlebih dahulu. Di dalam thoilet, Tania membersihkan wajahnya yang sedikit kusam beserta mengikat rambutnya secara asal sehingga terlihat leher putihnya.Penampilan Tania mampu membuat beberapa pasang mata menatapnya ketika gadis itu keluar dari thoilet. Tania tidak mempedulikan hal itu, ia malah melanjutkan langkahnya di koridor yang mengarahkan ke kelasnya.
Mata Tania mengunci ketika melihat sosok Angga yang sedang melangkah membelakanginya. Tampak lelaki itu begitu cool dari belakang ketika kedua tangannya dimasukan ke kedua sakunya. Tania tersenyum tipis.
Entah ada setan dari mana yang membisikan Tania, sehingga gadis itu berlari mendekati Angga dan bahkan memanggil namanya. "Kak Angga!" Seru Tania.
Angga mendengar seruan Tania, namun lelaki itu tetap melanjutkan langkahnya bahkan semakin cepat. Tapi itu tak membuahkan hasil untuk menghindar dari Tania. Mungkin Tuhan sedang memihak Tania sekarang, pasalnya sekarang gadis itu sudah menghalangi langkah Angga saja dari depan. Hebat sekali bukan?
Seperti biasa Angga memasang wajah datar nan dinginnya seraya mendengkus pelan, "mau apa?" Tanyanya to the poin.
"Aku ... mau minta maaf soal buku diary itu. Aku ...."
"Aku tidak peduli," sergah Angga yang membuat Tania kaget sekaligus merasa ada yang tertancap di hati Tania. Sakit sekali.
"Aku tahu, Kak. Tolong beri kesempatan aku untuk menjelaskan semuanya." Tania sebenarnya gugup untuk berbicara soal ini, namun apapun demi untuk mengembalikan kehangatan Angga.
"Tidak ada yang harus dijelaskan. Semua sudah jelas, kamu dengan lancang mencintai seseorang dan kamu tidak melihat dahulu siapa diri kamu, sebelum menyimpan rasa cina itu."
Tania terdiam, perkataan Angga begitu menohok hatinya. Tania tidak pernah mengira akan mendapatkan perkataan seperti itu dari Angga. Sungguh ini lebih menyakitkan. Bahkan mata gadis itu sudah berkaca-kaca, menahan tembok air matanya gar tidak runtuh.
"Kamu ...."
"Kakak memang benar," sergah Tania menghentikan perkataan pedas Angga yang akan keluar. "Aku sangat pede sekali berharap akan menjadi milik kakak. Aku memang sangat tidak tahu diri." Sangat menyakitkan, Tania harap setelah ini ia tak bertemu lagi dengan Angga. Ia malu karena menghina dirinya sendiri di depan lelaki itu.
"Tapi, Kak Angga tidak ada hak untuk melarangku mencintai dan satu lagi menurut Kak aku lancang? Tolong kakak ingat, bahwa cinta tidak membutuhkan izin dahulu untuk hadir. Terima kasih atas pengingatnya. Aku tak pernah menuntut kakak untuk membalas perasaan itu, aku tak pernah bicara soal perasaan itu dihadapan kakak. Semua itu aku tutupi dengan diam."
Angga masih diam, lelaki itu seolah terbungkam oleh omongan Tania. "Dan aku datang kembali bukan untuk menjadi pengganti Rahel, tapi aku hanya ingin menjadi penyembuh luka kakak di masa lalu. Aku harap kakak mengerti itu." Tania melangkah kan kakinya lagi, gadis itu meninggalkan Angga yang terdiam karena omongannya tadi.
Angga menatap punggung Tania yang perlahan menjauh. Lelaki itu masih terdiam dan semakin bergulat dalam pikirannya. Terutama ketika Tania menyebutkan nama Rahel tadi. Pasalnya, Angga tidak pernah membicarakan masa lalu nya itu kepada siapapun kecuali sahabat serta keluarganya. Tunggu ... atau mungkin Fikar yang memberitahu? Ya pasti Fikar.
Sungguh Angga tidak pernah bermaksud menyakiti siapapun dalam hal ini, ia hanya ingin Tania tidak terlalu mengharapkannya karena ia tahu itu hanya sia-sia, hati Angga untuk saat ini hanya untuk Rahel. Namun, kini Angga rasa ia telah menyakiti gadis itu, pasalnya Angga tadi sempat melihat air mata di kedua bola mata Tania yang sengaja ditahan agar tidak keluar.
Angga menyakitinya!
"Arrghhh!" Pekik Angga seraya mengusap wajahnya dengan kasar. Langkah yang salah telah di ambil Angga sekarang, jadi untuk kembali lagi dari awal harus bagaimana? Angga bingung sekali.
Aku hanya ingin menjadi penyembuh luka kakak di masa lalu.
Tiba-tiba saja perkataan Tania di akhir pembicaraan tadi terngiang di telinga Angga. Apa itu jalan utama untuk menebus kesalahan ini? Apa dengan hal itu Tania akan bahagia? Segala pertanyaan bergulat dalam pikiran Angga.
"Sudah lah aku pikirkan nanti saja!" Putus Angga seraya melanjutkan langkahnya. Lelaki itu terlalu kalut jika harus memikirkan hal itu sendirian. Lalu kepada siapa Angga akan meminta pendapat? Angga masih belum tahu itu. Namun, yang sekarang ia pikirkan bagaimana cara membuat Tania memaafkannya karena keputusan yang salah, Angga.
____•°•____
Huaaaa, Angga menyesel gak yah?:(
Mangkannya kamu kaum adam jangan pernah menghindar secara tiba-tiba, pergi tiba-tiba. Karena itu tidak sopan tahu gak! :v
-Aniaputrisy-
Bogor, 31 Oktober 2019.
KAMU SEDANG MEMBACA
Segenggam Harapan(END)
Teen FictionKetika kenyataan tak selara dengan harapan, cukup diam dan mengagumi menjadi langkah selanjutnya. Tidak ada kata menyerah untuk cinta yang tulus, karena dia menyimpan segenggam harapan yang begitu mempunyai arti. Takdir mungkin tidak akan berpihak...