Kebahagianku semakin berlipat, dan itu artinya tantangan di hidupku akan semakin berat dan itu sedang menantiku di tengah perjalanan.
-SEGENGGAM HARAPAN-Sore itu, anak-anak panti satu persatu memeluk seorang gadis dengan tas yang di gendongnya. Haru sedih dan bahagia bercampur, mereka sudah seperti keluarga satu sama lain. Namun kini, gadis berambut panjang itu harus meninggalkan tempat yang membesarkannya itu. Di sisi lain, ia sedih harus berpisah dengan teman-teman pantinya, akan tetapi di sisi lain ia merasa senang karena tuhan mempertemukannya pada sosok pelindung baru.
"Bu, Tania pamit. Terima kasih sudah merawat Tania, sudah mendidik Tania menjadi pribadi yang baik." Gadis itu lantas memeluk wanita bertubuh gempal itu dengan penuh kasih sayang. Baginya, ibu panti ialah malaikat tanpa sayap kedua setelah ibu yang melahirkannya.
"Kalo ada waktu mampir-mampir kesini ya, Nak." Ibu Didah melerai pelukan itu. Terdapat senyuman terakhir penuh keikhlasan di bibir ibu panti itu.
"Pasti itu, Bu." Tania tersenyum, lalu tatapannya beralih pada seorang gadis seumurannya, sosok yang selama ini ia anggap kaka sendiri. Dia Caca.
Tanpa aba-aba kedua gadis itu saling berpelukan, tangis harus kembali menjadi. "Caca, terima kasih. Caca tetap jadi kakak perempuan aku yang terbaik ko." Ujar Tania di sela-sela tangisannya.
"Udah ah, aku gak mau ada tangisan. Senyum ya." Caca melepaskan pelukan seraya tersenyum begitupun Tania.
"Tania pamit ya, jaga diri Caca di sini. Kalo Caca mau main kerumah baru aku boleh ko."
"Iya, iya Tania."
Gadis itu memundurkan langkahnya, kemudian memberikan senyuman terakhir kalinya untuk tempat yang selama ini menjadi saksi bisu tumbuhnya seorang gadis bernama Tania.
"Tania pamit ya semuanya!!" Teriak Tania, yang mendapat lambaian tangan dari para anak panti lainnya.
Seujuru kemudian, Tania melangkah menuju gerbang. Tepat di sana ada sosok pelindunh barunya, Fikar.
Fikar mengajak Tania untuk tinggal bersama di rumah peninggalan orang tua mereka. Rumah itu sengaja di sembunyikan oleh Andre selama mereka belum bertemu.
"Kita ke makam ibu dan ayah dulu ya?"
"Iya, Bang."
Abang. Menjadi panggilan baru untuk Fikar sekarang. Lelaki itu tanpa sadar tersenyum dengan tatapan terfokus pada jalanan.
____•°•____
Siska binti Ahmad & Rival Bin Yahya.
Tania menatap nisan bertuliskan nama orang tuanya itu. Ia mengusap pelan nisan kedua orang yang selama ini ia tidak pernah di temui.
Gadis itu menghela nafas lirih, ia tidak ingin menangis di depan makam orang tuanya. Tania anak kuat, anak tegar.
"Ibu, Ayah. Tania datang, setelah sekian lamanya. Tania sudah bertemu Bang Fikar, dia yang akan menjadi pelindung Tania sekarang jadi ibu dan ayah tidak usah sedih di sana. Berbahagialah, dan tunggu Tania di sana."Tania menjeda ucapannya dengan tangisan, tembok pertahannannya roboh. Fikar yang melihat itu lantas menyamakan posisinya menjadi jongkok, kemudian tangannya mengelus rambut panjang adiknya itu.
"Sudah mau malam, ayo kita pulang."
Tania mendongkakan wajahnya kelangit, benar kegelapan sudah mengangkasa di sana. Gadis itu sekali lagi mengelus nisan orang tuanya, "Tania pergi dulu ya, Ibu Ayah. I love you."
KAMU SEDANG MEMBACA
Segenggam Harapan(END)
Ficção AdolescenteKetika kenyataan tak selara dengan harapan, cukup diam dan mengagumi menjadi langkah selanjutnya. Tidak ada kata menyerah untuk cinta yang tulus, karena dia menyimpan segenggam harapan yang begitu mempunyai arti. Takdir mungkin tidak akan berpihak...