Untuk saat ini kuistirahatkan sejanak hati ini untuk tidak mempermasalahkan dirimu. Karena semua ada titik lelahnya.
-SEGENGGAM HARAPAN-Rintik hujan membasahi setiap jengkal tanah di bumi, dan angin yang tercipta membuat tenang para jiwa perindu. Bukan hanya itu, jiwa yang kini penuh luka itu pun sama halnya menikmati udara yang sejuk ini. Kali ini bukan tentang kenangan bila menatap hujan, namun tentang perasaan yang tak kunjung menepi. Kadang gadis itu bertanya pada hatinya, mau sampai kapan terus terombang-ambing pada ketidakpastian? Namun, pertanyaan itu seolah tidak ada jawaban ataupun alasan.
Gadis dengan balutan baju rajut itu menggerakkan jemarinya di kaca jendela, membentuk sebuah hati di embun kaca yang tercipta karena uapan asap dari coklat hangat yang belum sama sekali ia sentuh. "Hati, apakah aku salah memilih dermaga untuk menepi?" Tanya Tania dengan sedikit gumaman. Ditenggelamkannya wajah Tania pada lipatan tangan kirinya, sementara tangan kanannya tetap menyentuh kaca jendela seolah ia sedang menyapa sang hujan.
"Ibu, seandainya kau ada di sini. Apakah aku bisa menceritakan masalah ini? Aku tak kuat memendamnya sendiri. Aku rindu kalian, Ibu, Ayah." Tania merasa ia kesepian, tak ada pelukan hangat dari sang ibu, tak ada semangat berkobar yang di berikan sang ayah. Kisah cintanya ini membuat Tania si gadis kuat menjadi rapuh seperti salju.
Tanpa Tania sadari di balik daun pintu kamarnya, ada Fikar yang senantiasa mendengar jeritan hati gadis itu. Fikar tersenyum tipis, ia telah gagal menjadi seorang kakak.
Sebenarnya Fikar tahu semua perasaan Tania pada Angga karena waktu lalu lelaki itu menemukan buku diary Tania dan dari situlah Fikar rasa ini akan menjadi jalan menuju kebahagian Tania, Fikar rasa Angga dapat membawa Tania pada tawa lepasnya. Namun, ternyata tidak. Semua itu malah membuat Tania semakin terperosok pada jurang kesedihan dan kesepian.
Fikar ingin marah pada Angga, tapi sisi lain hal itu akan membuat persahabatan yang telah dibangun sejak lama akan hancur. Sekarang Fikar tak bisa ikut campur rentang perasaan adik perempuannya itu, ia hanya akan menjadi sosok penghibur untuk Tania, mengembalikan senyuman manis gadis itu.
Lelaki itu melangkah mundur seraya menutup pelan pintu kamar Tania, Fikar tak ingin mengganggu gadis itu karena kehadirannya. Ia melangkah ke kamarnya, dan menyimpan jaketnya di bangku belajar. Usai itu Fikar menghubungi seseorang lewat ponselnya.
"Hallo."
"......"
"Iya, ini Fikar kakaknya Tania."
"......"
"Bisa ke sini gak? Tolong hibur dia, Tania sedang sedih soalnya."
"......"
"Oke, terima kasih ya. Gue tunggu sehabis hujan reda."
"......"
Di tutupnya sambungan telpon itu, lalu membiarkan ponselnya tergeletak di atas meja belajar. Semoga saja dengan Fikar menghubungi orang itu, Tania akan kembali ceria.
____•°•____
Senyuman lebar terukir di bibir kecil Tania. Rasa senang serta rindu membeluncah dalam jiwa. Sosok yang ada di hadapannya membuat Tania seolah menyingkirkan rasa sedihnya yang hinggap beberapa menit lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Segenggam Harapan(END)
Novela JuvenilKetika kenyataan tak selara dengan harapan, cukup diam dan mengagumi menjadi langkah selanjutnya. Tidak ada kata menyerah untuk cinta yang tulus, karena dia menyimpan segenggam harapan yang begitu mempunyai arti. Takdir mungkin tidak akan berpihak...