Bahagialah untuk sesuatu sederhana, karena itu lebih memiliki arti dari pada kebahagian yang berbalut kebohongan.
-SEGENGGAM HARAPAN-Siang sudah beranjak menjadi sore, kedudukan mentari akan terganti oleh rembulan. Suasana sekolah pun sudah mulai sepi, hanya ada pak satpam yang tengah menikmati secangkir kopinya. Namun, lelaki dengan almamater coklat muda itu masih saja asik berkutat membereskan ruang OSIS, ini adalah jadwalnya piket di oraganisasi yang telah membesarkan namanya itu.
Tidak ada yang lebih menyenangkan dari pada kesibukan, begitulah menurut lelaki bername tag Angga itu. Ia melirik jam dinding, ternyata sudah hampir setengah jam ia nerada di ruangan ini. Segara, Angga meraih tasnya dan buku-buku yang akan di simpan di loker.
Dia jarang sekali membuka lokernya kecuali di saat ingin menyimpan buku atau mengambil bukunya saja. Dan kini, di buka pintu loker denga kunci. Setelah memasukan beberapa buku tadi, Angga kembali menguncinya.
Namun, kegiatan lelaki itu teralihkan ketika menemukan sebuah buku diary coklat dengan tulisan 'T' di covernya. Angga mengambilnya, dan melihat ke sekitaran. Di sini cuma dia yang ada, apa mungkin milik murid lain yanh terjatuh?-pikirnya.
Angga mengedikan bahu, tanda bahwa ia tidak akan terlalu mempermasalahkan buku diary ini. Biar nanti pagi Angga akan mencari pemiliknya. Dimasukannya buku itu ke dalam tas, dan segera ia melangkah pergi untuk pulang karena waktu sore kian menipis.
____•°•____
Mentari sudah menyapa penduduk bumi, tanda akan dimulainya segala aktivitas. Termasuk sekolah, seperti yang dilakukan Tania. Gadis itu sudah siap mengenakan almamater yang harus ia pakai setiap hari.
"Semangat!" Tania menyerukan semangat pada dirinya sendiri, lalu meraih tasnya dan keluar kamar.
Tania mengernyitkan dahinya ketika melihat tidak ada siap-siap di lantai bawah, kemana Fikar? Ah, mungkin di kamarnya. Di belokan langkah Tania ke arah kamar Fikar.
"Bang, ayo berangkat nanti telat loh!" Dengan sedikit berteriak Tania memanggil. Namun, tak ada jawaban hal itu membuat dahinya berkerut tanda bahwa ia bingung.
"Bang, Fikar!" Pekik Tania dan lagi-lagi tak ada jawaban. Karena rasa penasaran yang amat besar, gadis itu akhirnya membuka pintu Fikar yang syukurnya tidak terkunci. Begitu masuk, Tania makin mengernyitkan dahinya. Pasalnya ia melihat Fikar masih bergelut dalam selimutnya.
"Bang, ko masih tidur. Ayo, seko ...." ucapan Tania terhenti ketika tangannya mendarat di kening Fikar dan merasakan panas. Oh, tidak Fikar demam!
"Astagfirulillah, Abang kenapa gak bilang kalo demam. Tunggu biar Tania ambilkan obat." Tanpa mendengar jawaban Fikar, gadis itu lantas melesat ke dapur tepat di sana ada kotak p3k. Tak lupa ia memindahkan bubur yang seharusnya ia bawa menjadi bekal ke mangkok yang nantinya akan di berikan kepada kakanya itu.
Dengan langkah tergeropoh Tania mencapai kamar Fikar, ia lantas mengubah posisi lelaki itu untuk duduk. "Kamu berangkat aja sekolah, nanti telat loh." Dengan suara paruh dan serak Fikar menghentikan kegitan Tania yang ingin menyuapi Fikar sebelum meminum obat.
"Aku gak sekolah aja deh, ya Bang."
"Nggak. Kamu harus sekolah! Abang bisa sendiri ko," tutur Fikar dengan tegas.
"Baiklah. Tania pamit dulu, Abang gak usah kerja kalo belum sembuh oke?"
"Iya, iya. Cepat sana berangkat."
Akhirnya Tania melanggang pergi ke sekolah, kini ia memakai kendaraan umum untuk sampai di sana.
____•°•____
KAMU SEDANG MEMBACA
Segenggam Harapan(END)
Novela JuvenilKetika kenyataan tak selara dengan harapan, cukup diam dan mengagumi menjadi langkah selanjutnya. Tidak ada kata menyerah untuk cinta yang tulus, karena dia menyimpan segenggam harapan yang begitu mempunyai arti. Takdir mungkin tidak akan berpihak...