Terdapat jalan lagi untuk menuju akhir ini. Sekarang aku tinggal menunggu, apakah Tuhan mengijinkan kisahku berakhir dengan senyuman atau bahagia?
-SEGENGGAM HARAPAN-Dengan menenteng almamater OSIS di tangan kanannya, lelaki itu menuruni anak tangga rumahnya.
"Kak Angga!" Seorang anak kecil berumur lima tahun datang menghentikan langkah lelaki itu dengan sebuah pelukan. Angga tersenyum, dan memposisikan sejajar dengan anak perempuan itu. "Pagi, Diva, " sapa Angga.
"Sini ayo sarapan Angga, Diva." Suara wanita paruh baya membuat keduanya menoleh, dia Sarah ibu dari mereka berdua.
Lantas Diva menarik tangan kekar Angga ke meja makana. Diva, adik perempuan Angga satu-satunya yang paling menggemaskan tentunya. Gadis kecil itu bagai embusan angin untuk Angga ketika lelah.
"Papa pulang kapan, Ma?" Tanya Angga seraya mengambil roti yang sudah di olesi selai kacang.
"Lusa mungkin, emang ada apa. Tumben nanyain?" Sarah balik menanyai putra nya itu, tak biasanya Angga melontarkan demikian.
"Nggak apa-apa." Angga meminum susu nya sampai habis kemudian beranjak dari duduknya. "Angga pamit ya, Mah. Takut telat."
"Iya hati-hati."
Tatapan Angga beralih pada adiknya yang sedang memakan roti coklatnya, "ka Angga pamit ya, Dek." Setelah itu Angga memberikan kecupan di pipi gembul Diva. Sedangkan gadis kecil itu tersenyum lebar menampakan deretan gigi putih nya.
____•°•____
Halaman sekolah terlihat sudah ramai ketika motor besar Angga terpakir di perkiran yang tersedia. Lelaki itu memakai jas OSISnya terlebih dahulu, kemudian melangkah ke koridor. Namun, langkahnya terhenti ketika sebuah tepukan mendarat di bahunya.
Badannya berbalik, menangkap soso Revan di sana dengan cengirannya.
"Tumben lo sendiri, Fikar mana?" Tanya Angga dengan menaikan sebelah alisnya."Entah, belum datang mungkin."
"Yaudah kita kekelas dulu saja." Revan menjawan dengan anggukan. Kendati, lagi-lagi langkah Angga terhenti lagi oleh Revan. Lelaki itu mendengkus kasar seraya menoleh ke arah Revan.
"Apaan lagi?"
"Tuh, Fikar boncengin adik kelas yang lu gebet." Dahi Angga mengerut, lantas tatapannya ia alihkan pada parkiran. Ya, benar di sana ada Fikar dan juga Tania.
Mereka berangkat bersama?-batinnya bertanya-tanya.
Bagaimana bisa, Fikar cepat sekali dekat dengan Tania? Ah, kenapa Angga jadi seperti ini. Lelaki itu menggelengkan kepalanya untuk mengusir sebuah rasa yang tak seharusnya ada, yaitu cemburu. Mana mungkin Angga cemburu yakan?
"Gila tuh si Fikar, nikung teman nya sendiri," beo Revan yang membuat Angga menoleh. "Lo ngomong apa tadi?" Tanya Angga, namun hanya di balas cengiran saja.
"Wei Fikar! Sini lo!" Teriak Revan memanggil. Terlihat Fikar melangkah kearah mereka berdua.
"Ada apa?"
"Lo yang ada apa!" Sahut Revan yang membuat Fikar menatap bingung.
"Lo ngomong apa sih, gak jelas."
"Ko lo bisa bareng sama Tania? Lo mau nikung Angga ya kan? Ngaku aja deh lo!" Banyak tuduhan yang diberikan Revan, sedangkan Fikar hanya berawajah santai saja.
"Tania itu adik gue."
"WHAT!!" pekik Angga dan juga Revan, mata keduanya melebar sempurna, terdapat kerutan kebingungan di dahi mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Segenggam Harapan(END)
Novela JuvenilKetika kenyataan tak selara dengan harapan, cukup diam dan mengagumi menjadi langkah selanjutnya. Tidak ada kata menyerah untuk cinta yang tulus, karena dia menyimpan segenggam harapan yang begitu mempunyai arti. Takdir mungkin tidak akan berpihak...