Tenang saja aku mencintai kamu lebih dari sesuatu hal yang membuatmu tertawa.
Kamu abadi.
Di hati.▶◻◾◻◀
"Penuh." (Namakamu) menghela nafas dan menatap Iqbaal lekat yang sedang berdiri di sebalahnya.
"Jalan kaki?"
"Neng. Ini di dalem masih longgar kalo mau berdiri juga gak apa. Nanti di halte depan ada pasti yang turun."
(Namakamu) menoleh ke arah Iqbaal.
"Mau berdiri?"
"Enggak mungkin aku biarin kamu jalan kaki. Berdiri aja ya?"
"Yaudah deh."
Sebelum ayam jantan pagi buta tadi berkokok. Iqbaal menghubungi cewek itu agar menemani dirinya ujian kelulusan di hari pertama.
Sebenarnya guru tidak akan memberi siapapun yang masuk sekolah kecuali guru pengawas, ibu kantin, tukang kebun dan terutama anak kelas dua belas.
Tapi? yasudahlah, orang pacaran mah bebas.
"Kemarin udah belajar kan yang?"
Iqbaal menoleh lalu menahan tawa mendengar sebutan yang pertama kali dia dengar dari mulut indah cewek itu.
"Kan kemarin juga sambil videocall sama kamu belajarnya."
Kelonggaran di dalam bus membuat mereka nyaman berdiri. Tanpa ada yang saling menyenggol dan modus.
Iqbaal menggenggam erat besi yang ada di atas kepalanya. Tangan kanan merangkul (Namakamu) di sebelah yang sedang bersidekap dada.
Ini adalah kali pertama Iqbaal naik bus.
"Tapi kan kamu kebanyakan ngomong daripada belajarnya." (Namakamu) menoleh.
"Iya aku belajar lirik-lirik doang kok."
"Iqbaal ih. Gak suka deh. Nanti kalo gak lulus gimana?"
"Enggak apa kan bisa satu kelas sama kamu nanti."
(Namakamu) mendongak ke atas melihat jelas wajah Iqbaal yang sedang tertawa geli. "Iqbaal aku gak suka."
"Bercanda sayang." Iqbaal mengusap-usap lengan (Namakamu). "Gemes banget sih."
"Hihihi."