Senja, pantai, sunset, dan seluruh orang yang ada disini jadi saksi.
Kalo aku mencintai kamu.▶◻◾◻◀
"Iqbaal. Kamu pernah percaya sama ramalan?" (Namakamu) mendongak sedikit ke depan.
Hingga saat ini keduanya masih di geluti rasa bahagia saat mendengar pengumuman kelulusan yang menyatakan bahwa Iqbaal lulus.
Konvoi memang dilakukan oleh sebagian siswa, tapi tidak bagi Iqbaal. Oma melarang Iqbaal untuk melakukan aksi berbahaya itu. Alhasil Iqbaal jalan-jalan ke pantai bersama (Namakamu) tercinta.
"Musrik," jawab Iqbaal singkat.
"Aku juga gak suka ramalan. Kemarin kakak sepupu aku ngeramal hubungan kita bakalan pisah."
"Percaya?"
(Namakamu) menggeleng. "Enggak."
"Bagus."
"Iqbaal beneran gak bakalan lanjut di luar negeri?"
Iqbaal menoleh, dia bingung harus menjawab apa. Sudah ke seribu kalinya cewek di samping itu bertanya prihal itu. Tapi Iqbaal gak tau, dia uring-uringan.
"Enggak sayang."
"Terus dimana?"
"Aku juga gak tahu, belum ada bilang sama oma, mama sama papa juga."
Cewek itu menghela nafas berat.
"Kenapa sayang?"
"Pasti mama sama papa kamu minta kamu kuliah disana. Kamu pergi deh."
Iqbaal terkekeh. "Jangan bahas gitu ah, bikin kamu sedih aja. Aku gak suka (Namakamu)."
"Lihat matahari itu," seru Iqbaal. "Dia selalu sendiri, tapi dia sama sekali gak pernah berhenti untuk bersinar."
"Matahari sama aku beda Baal!"
"Ibaratkan seperti itu (Namakamu). Aku gak akan ninggalin kamu, swear. Kecuali kalo tuhan yang minta."
"Tuhan gak boleh jauhin kamu dari aku."
"Sayang." Iqbaal membawa cewek itu ke dalam dada bidang. Dia mencium puncak kepala gadis itu.
"Jangan bahas yang lain, aku mau hari ini kita bahagia disini. Nikmati deburan ombak, sunset yang bentar lagi bakalan terlihat. Aku mau minta permohonan."