Mama Celine terkejut dengan kabar putusnya hubungan Vanka dan Aksa. Bahkan sekarang, Mama Celine terus mendesak Vanka agar dia menjelaskan apa yang terjadi kepadanya, sampai dia memutuskan hubungan begitu saja.
"Ma..."
"Jelasin, Mama gak mau kamu kenapa-napa, cuma itu aja!" Mama Celine meraih puncak kepala Vanka.
Vanka tersenyum manis, meraih lengan Mama Celine dan menggenggamnya. "Mama jangan kawatir, Vanka udah dewasa, kok. Vanka tau apa yang harus Vanka jalanin."
"Vanka..."
"Mama percayakan sama Vanka?"
Mama Celine tidak bisa mendesak lagi, dia kesulitan saat ingin mencari celah untuk terus bertanya. Vanka menaikan sebelah alisnya meyakinkan, lalu Mama Celine membalas dengan helaan napas pasrahnya.
"Kalo gitu Vanka berangkat dulu ya, Ma!" pamit Vanka.
"Hati-hati!"
"Iya tenang aja!"
Vanka keluar dari dalam rumahnya, dia di kejutkan dengan kehadiran Revan yang sudah memakai pakaian yang rapi. Cowok itu membenarkan jambulnya dan tersenyum manis kepada Vanka.
"Mamanya ada?"
"Kak Revan?"
"Kita berangkat bareng, yuk!"
"Hah?!"
Revan menarik lengan Vanka, dia tidak membawa Vanka untuk pergi dari rumah, dia justru membawa Vanka masuk lagi ke dalam rumah. Mama Celine yang sedang membuat susu ibu hamil pun di buat terkejut dengan kehadiran Revan yang mendadak.
"Kamu?"
"Tante, aku anterin anaknya ke sekolah, ya." izin Revan, dia memasang wajah yang tulus sekali.
"Jangan macam-macam sama anak saya! Anda taukan bagaimana sifat saya?!" Mama Celine menaikan nada bicaranya.
"Tante, tante tenang aja, oke. Aku bakalan jagain anak tante, kok!" Revan menenangkan. "Asal tante tau, Aksa itu udah nyakitin Vanka!" adu Revan setelahnya.
"Apa?"
"Enggak—"
"Jadi sekarang, Vanka akan saya jaga." Revan memotong kalimat Vanka yang belum usai.
Mama Celine menatap Vanka dengan lamat, lalu dia menunjuk ke arah pintu utama dengan dagunya, itu tandanya Mama Celine percaya pada Revan. Ini terlihat konyol, karena sesungguhnya Vanka yang menyakiti Aksa!
"Ayo!"
"Aku bisa sendiri!"
Vanka berjalan lebih dulu setelah dia melepaskan diri dari genggaman tangan Revan. Melihat wajah Revan, Vanka justru merasa muak sekali. Mengingat, peristiwa di masa lalu itu membuat dia trauma dan merasa tidak tenang.
***
Aksa dan mobil milik Revan datang bersamaan, Aksa terlihat cuek dan segera menyimpan motornya di parkiran biasa. Sekarang Vanka keluar, dia berlalu begitu saja, membuat Revan keluar dari dalam mobilnya.
"Nanti pulangnya aku jemput!" teriak Revan membuat langkah Aksa dan Vanka terhenti bersamaan.
Vanka melihat ke arah Aksa yang berada di depannya, perasaannya hancur saat melihat sesosok Aksa ikut berhenti melanjutkan langkahnya hanya karena suara seseorang berteriak.
"Kak Aksa!"
"Eh, Serli! Kamu udah dateng? Tumben!"
"Bareng ya?"
"Yaudah ayo!"
Vanka mengepalkan tangannya dan memejamkan kedua bola matanya dengan cepat. Revan melotot, lalu dia berlari kecil menghampiri Vanka.
"Kamu gak apa-apakan? Tangan kamu kenapa kayak gitu?" tanya Revan sambil melemaskan otot-otot pada tangan Vanka.
"Bukan urusan kamu!" tukas Vanka, dia menepis tangan Revan lalu kembali melangkah.
"Belajar yang bener! Nanti pulang aku jemput!" teriak Revan, namun kali ini Vanka tidak menghentikan langkahnya.
***
Sesampainya Vanka di kelas, dia di sambut hangat oleh Kania. Kebetulan hari ini sedang bebas, jadi tidak ada pelajaran ataupun ulangan. Jadwal remedial telah berlalu, sudah saatnya mereka menikmati kesenggangan waktu bersama.
"Salsa belum sekolah, ya?" tanya Vanka sambil menatap ke arah bangku kosong disamping Kania.
"Gila ni anak!" maki Kania. "Masih sempet-sempetnya lo mikirin dia?! Oh ayolah Jovanka!!" Kania terlihat greget karena sifat Vanka.
"Met pagi!!!!" jerit Vivi yang baru muncul setelah beberapa menit berada di kelasnya.
Kania dan Vanka berhenti bertatapan penuh persaingan. Hal itu membuat Vivi kebingungan, lalu memilih untuk duduk di atas meja milik Kania.
"Ada apa nih?!" tanya Vivi penasaran. "Dari auranya panas bener!" Vivi kian membuat suasana tidak baik.
"Lo tanya aja sama temen lo!" jawab Vanka cetus, lalu dia berjalan menuju ke bangkunya.
Vivi menatap Kania dan Vanka bergantian, dia kebingungan dengan kedua sahabat karibnya ini. Ada apa? Dia bahkan baru datang karena Reno terlambat menjemputnya.
"Vanka lo gak boleh egois." ujar Kania, dia beranjak dari duduknya dan menghampiri Vanka. "Gue kayak gitu karena gue gak mau lo dapet masalah baru!"
Vanka menundukan kepalanya, "Sori, tadi gue emang lagi ada masalah aja."
Kania mengelus puncak kepala Vanka, "Gue juga minta maaf."
"Ini ada apasih?!" tanya Vivi sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
***
Selain Aksa sesosok cowok yang idaman karena parasnya, dia juga memiliki bakat lainnya. Hari ini dia akan bertanding futsal mewakili kelasnya. Ya, waktu senggang di SMA Gemilang digunakan dengan membuat pertandingan futsal antar kelas.
Sekarang, sudah tidak ada yang berada di kelas masing-masing. Seluruh siswa berada di tepian lapangan, mereka membawa barner kelas masing-masing untuk menyemangati. Semua terlihat antusias sekali.
Vanka melihat ke arah segerombolan cowok mengenakan baju seragam. Mereka memakai baju seragam futsal berwarna biru muda, dan di sana ada Aksa yang sedang melakukan pemanasan. Keringatnya keluar begitu saja, dia begitu sexy saat melakukan pemanasan.
Ryan dan Reno pun ada di sana. Dua cowok itu sekarang sedang sibuk mengobrol, begitu tidak perduli dengan pemanasan. Pertandingan pertama akan dilaksanakan, kelas XII-MIPA 1 melawan kelas X-Bahasa.
Seseorang berlari kecil sambil membawa sebuah botol minuman bening. Senyuman di bibir Vanka memudar, dia melihat senyuman manis terpancar saat botol itu berpindah tempat. Serli membawakan botol minuman untuk Aksa, sambil tersenyum manis dan di balas dengan senyuman yang tidak kalah manisnya.
Mereka terlihat mengobrol beberapa saat, senyuman dan tawa tercipta begitu saja. Pluit di suarakan, Aksa dan Serli melakukan tos yang begitu akrab. Lalu, Aksa pergi dan Serli melambaikan tangan dengan senangnya, dia bahkan berteriak semangat tak tahu malu.
"Kalemin dong! Auranya panas banget!" sindir Vivi sambil menepuk-nepuk punggung Vanka.
Vanka menoleh dan tersenyum dengan manis sekali.
"Vi, lo gak usah bikin gara-gara, deh!" peringat Kania dengan dewasa.
"Dengerin tuh!" timpal Vanka yang di balas dengan cengiran tak berdosa dari Vivi.
Pertandingan benar-benar akan di mulai, lapangan outdoor ini membuat kesan lebih seru dan menyegarkan. Karena di lapangan ada beberapa pohon besar, jadi keadaan siang pun akan terasa pagi hari yang cerah.
"Awas kak!" teriak Vanka tanpa sadar.
Kania dan Vivi saling menatap satu sama lain, menaikan sebelah alis mereka memberikan reaksi. Vanka terlihat greget saat Aksa membawa bola, apalagi saat Aksa hendak menggolkan bola, dia sambil meremas paha Kania dan Vivi dengan bersamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksa
Teen Fiction[COMPLETED] "Gue suka sama lo!" Sebenernya kalimat itu biasa. Cuma, yang ngomongnya itu lho yang luar biasa. @lindaaprillianti Dilarang meng-coppy,men-copas atau men-jiplak