Gue gak bakalan berpaling

2.3K 116 1
                                    

Setelah ulangan semester akhir berlalu. Ada satu acara yang tidak boleh dilupakan, dimana salah satu teman dekat Aksa ada yang ulang tahun. Dia adalah Ryan, di ulang tahunnya yang ke delapanbelas, dia membuat pesta tertutup yang hanya di hadiri orang-orang yang dikenalnya saja.

Sebuah mobil BMW berhenti tepat di depan acara tersebut, memang mewah namun di dalamnya hanya orang-orang penting saja. Vivi dan Reno keluar, mereka mengenakan pakaian senada. Vivi menggandeng lengan Reno, lalu keduanya berjalan beriringan.

Tak lama, mobil Ferari datang. Aksa keluar dengan jas putih bersihnya, dia membukakan pintu untuk gadisnya. Rupanya Vanka mengenakan dress berwarna putih, mereka memiliki aura yang sangat cerah sekali. Aksa meraih kening Vanka, lalu dengan manis Aksa memberikan sebuah kecupan.

Di dalam, Kania selalu berada disamping cowoknya. Dia memakai dress berwarna merah maroon, dan Ryan mengenakan jas merah maroon pula. Ryan tidak bisa berhenti melirik ceweknya, bahkan beberapa kali, Ryan terlihat gemas ingin memberikan sebuah kecupan.

"Hei!"

Ryan melambaikan tangan ke arah pasangan Reno dan Vivi. Dua orang yang memakai pakaian serba biru tua itu melambaikan tangan pula, mereka pun berjalan dengan perlahan menuju keberadaan Kania dan Ryan.

"Selamat ulang tahun, bro!" ujar Reno sambil memeluk Ryan.

Reno dan Ryan terlihat begitu akrab, mereka saling menepuk-nepuk punggung merasa bahagia. Tak lama setelah itu, Aksa datang bersama pacarnya. Dia menggantikan posisi Reno, memeluk Ryan dengan penuh rasa bangga.

"Selamat menua." ucap Aksa. "Semoga lo makin tua, dan yang paling penting gue makin ganteng!" Aksa berucap seenaknya.

"Untung lagi baik, kalo enggak udah gue timpuk lo!" Ryan menyikut lengan Aksa karena kesal.

"Sakit!"

"Lebay!"

"Eh, ngapain pada berantem, sih! Ryan, bawa teman-temannya buat makan." omel Mama Ryan dengan nada nyaring sekali.

"Eh, Mama. Iya, ayo buruan makan! Kalian pasti sengaja belom makan di rumah, iyakan?!" kata Ryan sambil tertawa jahat.

Kania merangkul lengan Ryan, "Kak, kita sapa yang lain, yuk!"

"Boleh."

"Masih Mama liatin, belum Mama nikahin, yah!" ujar Mama Ryan dengan nada dibuat-buatnya.

"Mama juga pernah muda, gak apa-apa dong." Ryan melengketkan dirinya dengan Kania. "Boleh dong jadwal nikahnya dimajuin ... "

"Kalo Mama sih terserah Kania aja. Kania kapan kamu siap?" tanya Mama Ryan.

"Aku?"

"Iya kamu."

Malam pesta itu dilalui dengan bahagia, mereka semua menikmati pesta milik Ryan. Pesta tersebut berlangsung sampai tengah malam, jadi dengan demikian mereka semua pulang malam sekali.

***

Vanka berjalan sambil sesekali melihat-lihat ke seluruh penjuru taman. Sebenarnya dia datang ke taman pagi-pagi ini bukan untuk lari pagi, tetapi untuk menemui seseorang yang mengirim pesan padanya.

"Haduh, mana masih ngantuk gue." Vanka mengeluh, lalu duduk dan menguap karena masih mengantuk.

Lagi, Vanka melirik kanan kiri depan belakang, namun dia belum menemukan titik keberadaan orang yang mengirimnya pesan. Vanka jelas tahulah siapa yang mengirim pesan kepadanya, Serli. Mau apa coba dia ngajak ketemuan.

"Ekhem!"

"Eh, K-kak Serli."

Secara reflek Vanka berdiri dan menundukan kepalanya. Tiga cewek dengan pakaian minim sedang berdiri di hadapan Vanka, mereka menaikan dagu begitu tinggi sekali, terlihat jelas bahwa mereka itu bukan orang biasa.

"Jadi gini, gue mau ngasih sesuatu buat lo."

"Apa?"

"Guys!"

Gaby dan Beby dengan kompak membuka ponsel mereka, namun pada akhirnya yang tercepatlah yang diberikan kepada Vanka. Vanka terdiam melihat sebuah video yang muncul dari layar tersebut, dimana di dalamnya ada Salsa yang sedang menangis memohon.

"Kak!"

"Eits, gak bisa!" Gaby menarik ponselnya dan memasang cengiran tak berdosanya.

"Gini, gue kasih lo dua permintaan." ucap Serli sambil mengeluarkan sebuah kertas.

"Pertama!"

"Lo boleh sama Aksa, tapi Salsa gak bakalan gue lepasin."

"Kedua!"

"Salsa bakalan bebas kalo lo lepasin, Aksa."

Pilihan yang tidak adil, siapa yang tahu bagaimana perasaan Vanka saat mendengar pernyataan tersebut. Salsa dalam bahaya, dia bisa saja mati karena ulah tiga orang tak berprikemanusiaan ini.

"Pilihan lo gue terima nanti senin, lo putusin Aksa di depan semua orang." ucap Serli sambil tersenyum manis dan merobek-robek kertas.

Vanka masih diam membatu.

"Kebetulan hari senin ada jadwal perlombaan, jadi gue mau pas semua orang kumpul." Serli mulai mendesak Vanka.

***

Mama Celine memeluk Vanka yang terus menangis seperti anak kecil, dia sampai tersedu-sedu. Dengan sabar, Mama Celine terus memeluk Vanka dan sesekali mengucapkan sebuah sumpah serapah kepada orang yang telah melukai putrinya.

"Bentar lagi Kania sama Vivi dateng, udah jangan nangis!" pinta Mama Celine sambil menepuk-nepuk kepala Vanka.

"Mama!!!!!!!" jerit Vanka sambil mukul-mukul punggung sofa.

Mama Celine kewalahan, dia dengan cepat menahan Vanka. Namun, Vanka masih enggan berhenti menangis, dia terus merengek seperti anak kecil mau makan saja. Rengekan Vanka sampai terdengar keluar, Vivi dan Kania sampai masuk tanpa menekan bel dulu.

"Ada apa ini?!" tanya Vivi yang langsung duduk disamping Mama Celine.

"Van, Mamanya lepasin dulu, dia lagi hamil." pinta Kania dengan lemah lembut.

Vanka melepaskan Mama Celine, lalu setelahnya dia memeluk Vivi yang sedang dekat disana. Vanka merengek kembali, lalu Kania pun duduk dan mengusap-usap kepala Vanka.

Terlihat baju Mama Celine yang basah karena ulah Vanka. Mama Celine mencebikan bibirnya ikut sedih, ada apa dengan putrinya? Dia menangis seperti di tinggalkan sesuatu yang sangat berarti.

"Lo kenapa sih?!" tanya Vivi dengan nada tak senang melihat Vanka terus-terusan seperti ini.

"Kita ngomongnya di kamar, ya." pinta Vanka akhirnya.

"Jangan nangis kayak gini dong, susah dengernya!" keluh Kania.

"Enggak bakalan, janji." ucap Vanka sambil memasang wajah memelas menyedihkannya.

"Mama ikut yah?"

"Jangan tante, Ibu-ibu dilarang keras!" tahan Vivi sambil menunjukan telapak tangannya.

"Akutuh masih muda!" kata Mama Celine manja.

"Ibu hamil gak boleh tau!" Kania menggeleng-gelengkan kepalanya tidak setuju.

***

Hari minggu yang berbeda, Vanka tidak memberikan senyuman manisnya. Dia hanya memasang wajah yang datar saat Aksa datang menjemputnya. Aksa terheran, namun saat di perjalanan seperti ini, dia lebih memilih menarik lengan Vanka untuk memeluknya saja.

Mereka berhenti di sebuah taman yang cukup ramai. Aksa dan Vanka turun dan berjalan bersama menuju ke sebuah bangku yang ada disana. Tak lupa Aksa membeli sebuah es krim untuk menemani perbincangan mereka.

"Kalo tiba-tiba aku berpaling gimana, Kak?" tanya Vanka dengan nada ragu namun dia berhasil.

"Gue gak bakalan berpaling!"

"Eh!"

"Ngapain bahas seolah kita gak bakalan lama? Lo mau kita putus? Ayolah, gue udah bener-bener sama lo, Van!" perjelas Aksa, sepertinya dia sudah merasa perbedaan sikap Vanka sejak tadi.

Vanka menganggukan kepalanya pasrah dan memilih memakan es krimnya lagi. Keduanya saling diam, sampai Aksa menggenggam lengan Vanka dengan erat.

"Kalo ada masalah jangan segan-segan buat ngomong sama gue."

AksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang